Konten dari Pengguna

Kesenian Ondel-Ondel pada Zaman Sekarang

Fani Fazrul Hikam
Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Pamulang
28 Juni 2022 11:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fani Fazrul Hikam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sejumlah anak bermain di instalasi ondel-ondel yang dipamerkan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (23/06/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah anak bermain di instalasi ondel-ondel yang dipamerkan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (23/06/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu kota Jakarta merayakan ulang tahunnya yang ke-495. Sudah cukup tua untuk menjadi saksi hidup dalam beberapa peristiwa yang terjadi. Salah satunya mengenai kesenian yang menjadi ciri khas kota tersebut, yaitu ondel-ondel. Banyak pro dan kontra mengenai ondel-ondel yang digunakan sebagai medium untuk pengamen jalanan. Ondel-ondel merupakan figur atau ikon kesenian kota Jakarta yang harus dijaga kemurniannya. Lalu bagaimana jika ikon kesenian kota Jakarta itu digunakan oleh para pengamen jalanan?
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, kita harus mengetahui terlebih dahulu bagaimana sejarah mengenai ondel-ondel tersebut. Pada laman Kemendikbud dan Kebudayaan betawi yang saya kunjungi, ondel-ondel sering diarak keliling kampung oleh para masyarakat Betawi untuk menolak bala, seperti menangkal wabah dan gangguan makhluk tak kasat mata yang berada di daerah tersebut. Kemudian, masyarakat Betawi dulu menyebutnya “Barongan”, bukan ondel-ondel yang seperti kita tahu sekarang. Entah sejak kapan pergantian nama dari “Barongan” ke ondel-ondel dimulai.
Ondel-ondel merupakan boneka yang berpasangan. Boneka laki-laki biasanya digambarkan dengan wajah berwarna merah ditambah kumis hitam yang tebal, menandakan bahwa laki-laki Betawi harus memiliki sikap keberanian, kewibawaan, dan gagah. Sedangkan boneka perempuan digambarkan dengan wajah berwarna putih dan bibir yang merah merona, menandakan bahwa perempuan Betawi memiliki kecantikan dan dapat menjaga kesucian. Namun, biasanya warna wajah pada ondel-ondel sering dikaitkan dengan warna bendera Indonesia, untuk menandakan bahwa kesenian ondel-ondel berasal dari negara Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada saat ini, rasanya ondel-ondel memiliki citra yang buruk di mata masyarakat, karena adanya ondel-ondel jalanan. Pemprov DKI yang sudah mengeluarkan aturan agar ondel-ondel tidak dijadikan media bagi pengamen dalam mencari nafkah, akan tetapi tetap saja sering dijumpai beberapa ondel-ondel jalanan. Mereka berkeliling menggunakan musik digital yang diputar lewat pengeras suara dengan volume yang cukup besar, disertai dengan tarian yang terkesan liar, karena mengganggu para pengguna jalan lain.
Awalnya saya melihat ondel-ondel jalanan akan memiliki dampak yang positif ke depannya, seperti melestarikan kesenian tradisional. Namun, karena para pengamen atau pelakunya yang sembarangan dan tidak bertanggung jawab dalam memainkan ondel-ondel tersebut, justru akan merusak kemurnian pada kesenian ondel-ondel yang sudah ada sejak dahulu. Kebanyakan para pengamen tersebut masih menginjak usia remaja, bahkan anak-anak yang masih polos dan belum mengerti mana benar atau salah. Para oknum yang menyewakan ondel-ondel menganggap tidak terlalu penting pada siapa ondel-ondel tersebut disewakan. Mereka hanya memedulikan keuntungan berupa uang yang didapat ketika ondel-ondel tersebut disewakan.
ADVERTISEMENT
Semoga dengan adanya peraturan yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI dapat mengembalikan citra baik kesenian ondel-ondel, serta meminimalisir para pengamen atau pelaku yang tidak bertanggung jawab terhadap kesenian tradisional itu. Kemudian, para oknum penyewa ondel-ondel dapat mengklasifikasikan atau mengkategorikan siapa saja yang berhak menggunakan ondel-ondel yang sudah menjadi ikon kota Jakarta tersebut.