Konten dari Pengguna

Pajak Karbon dan Pasar Karbon untuk Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Fanita Pratiwi
Penulis adalah fungsional penyuluh pajak di KPP Madya Jakarta Utara yang hobi travelling dan olahraga
18 November 2024 16:36 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fanita Pratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim telah menjadi isu global yang mendesak, mendorong pemerintah di seluruh dunia untuk mencari cara menurunkan emisi gas rumah kaca. Dua instrumen penting yang menjadi topik utama adalah pajak karbon dan pasar karbon. Keduanya memiliki relevansi besar terhadap kebijakan fiskal dan menjadi salah satu langkah strategis Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisi karbon.
Foto Taman Nasional Gunung Rinjani (dokuemntasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Taman Nasional Gunung Rinjani (dokuemntasi pribadi)
Pajak karbon adalah mekanisme fiskal yang mengenakan pajak atas emisi karbon dioksida (CO₂) atau gas rumah kaca lainnya yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil. Di Indonesia, pajak karbon diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diundangkan pada 2021. Pajak ini dikenakan atas emisi karbon dioksida ekuivalen (CO₂e) yang dihasilkan oleh kegiatan tertentu.
ADVERTISEMENT
Berikut adalah beberapa poin utama terkait implementasi pajak karbon di Indonesia:
1. Tarif Pajak Karbon
Tarif awal pajak karbon ditetapkan sebesar Rp30 per kilogram CO₂e atau Rp30.000 per ton CO₂e, yang tergolong rendah dibandingkan dengan tarif global. Tarif ini diharapkan meningkat secara bertahap seiring dengan kesiapan sektor-sektor terkait.
2. Sektor yang Terkena Pajak
Tahap awal penerapan pajak karbon difokuskan pada sektor pembangkit listrik tenaga batu bara. Pemilihan sektor ini didasarkan pada kontribusi signifikan terhadap emisi karbon nasional.
Pasar karbon adalah mekanisme perdagangan emisi yang memungkinkan pelaku ekonomi membeli dan menjual izin emisi karbon. Pasar ini memungkinkan entitas yang menghasilkan emisi tinggi membeli kredit karbon dari entitas lain yang berhasil mengurangi atau menyerap karbon. Indonesia telah meluncurkan Bursa Karbon Indonesia sebagai platform perdagangan kredit karbon. Bursa ini diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan izin usaha penyelenggara bursa karbon yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Surat Keputusan Nomor KEP-77/D.04/2023 pada 18 September 2023.
ADVERTISEMENT
Dua bentuk utama pasar karbon di Indonesia adalah:
1. Cap-and-Trade: Pemerintah menentukan batas maksimum (cap) emisi yang boleh dikeluarkan oleh sektor tertentu. Pelaku ekonomi yang mampu mengurangi emisi di bawah kuota dapat menjual kelebihan izin mereka kepada pihak lain.
2. Offset Karbon: Pelaku ekonomi yang tidak bisa mengurangi emisi dapat membeli kredit karbon dari proyek-proyek ramah lingkungan, seperti reboisasi atau energi terbarukan.
Dari segi perpajakan, pajak karbon diintegrasikan dengan skema pasar karbon. Pelaku usaha yang diwajibkan membayar pajak karbon dapat menggunakan kredit karbon untuk mengurangi beban pajaknya. Hal ini memberikan fleksibilitas sekaligus menekan biaya kepatuhan (compliance cost) bagi wajib pajak.
Dari segi Pengurangan Emisi, penerapan pajak karbon dan pasar karbon dapat meningkatkan Insentif untuk Energi Bersih dimana pajak dan pasar karbon mendorong pelaku usaha mengurangi emisi dengan mengadopsi teknologi yang lebih bersih. Pasar karbon memungkinkan sektor swasta berkontribusi secara aktif terhadap proyek mitigasi emisi. Dampak terbesarnya adalah mempercepat Target Iklim Nasional dimana Indonesia dapat menunjukkan keseriusan dalam memenuhi target pengurangan emisi sebesar 31,89% dengan usaha sendiri atau 43,20% dengan dukungan internasional pada 2030 (sumber:UNFCCC: Enhanced NDC - Republic of Indonesia).
ADVERTISEMENT
Pajak karbon dan pasar karbon merupakan instrumen penting dalam mendukung transisi menuju pembangunan rendah karbon. Dengan kebijakan yang terintegrasi, Indonesia dapat memanfaatkan instrumen ini untuk menambah sumber pendapatan negara, mempercepat transisi energi bersih, mencapai target pengurangan emisi, dan membangun perekonomian hijau yang berkelanjutan.