Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Pejabat Pamer Gaya Hidup Mewah di Medsos, Kenapa Banyak Orang Suka Flexing?
4 Maret 2023 6:23 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Fany Rachmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari belakangan ini, publik dihebohkan dengan kasus pemukulan seorang anak pejabat Ditjen Pajak terhadap mantan pacar kekasihnya. Mario Dandy, putra dari Rafel Alun Trisambodo, Kepala Bagian umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II menghajar habis-habisan David Ozora. David diketahui adalah mantan pacar dari kekasih Mario, berinisial A, perempuan berusia 15 tahun.
ADVERTISEMENT
Disoroti melalui akun media sosialnya, ternyata Mario kerap memamerkan harta pribadi orang tuanya, seperti mobil Rubicon dan motor gede, seperti Harley Davidson. Ketika ditelusuri dalam LHKPN milik ayahnya, Rafael, harta kekayaan yang dilaporkan mencapai Rp56 miliar, hanya selisih Rp2 miliar dari harta milik Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang berjumlah Rp58 miliar. Bahkan, kekayaan Dirjen Pajak Kemenkeu, Suryo Utomo saja hanya senilai Rp14,45 miliar. (Sumber: Instagram kumparan.com).
Hal ini kemudian menjadi viral dan perbincangan netizen, dari mana asalnya semua kekayaan Rafael yang kerap dipamerkan anaknya, Mario, di media sosial. Sejak itu, jabatan Rafael pun dicopot dan kini harus menjalani pemeriksaan di KPK.
Namun, Menkeu menolak pengunduran diri bawahannya tersebut dengan alasan dia masih menjalani pemeriksaan. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 dan Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2000.
ADVERTISEMENT
Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, juga bernasib sama dengan Rafael akibat hobi pamer gaya hidup mewah di medsos. Irjen Kemenkeu memproses pembebastugasan Eko sebagai buntut hobinya memamerkan kekayaan di media sosial. Ada foto motor gede yang akhirnya dia akui hanya pinjaman.
Namun, ada juga moge yang tidak dilaporkan dalam LHKPN. Tidak hanya itu, dalam akun Instagramnya, Eko kerap memamerkan barang mewah seperti mobil, hingga pesawat Cessna. Namun saat ini, akun tersebut sudah tak lagi aktif.
Populer Istilah Flexing
Sejak populernya media sosial, netizen sering kali memamerkan segala inchi kehidupannya. Namun, biasanya memang hanya hal-hal baik atau keren saja yang ditampilkan. Sedangkan pahit-pahitnya kehidupan lebih baik disimpan sendiri. Kehadiran media sosial seakan memberikan ruang untuk setiap orang untuk memiliki media pribadi untuk memamerkan segalanya.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan pamer di media sosial kini popular dengan istilah flexing. Awalnya, istilah flexing dikenal dari dunia marketing sebagai strategi pemasaran. Namun, kini flexing adalah istilah yang digunakan untuk pamer kekayaan (Prof. Rhenald Kasali, Ph.D., Akademisi dan Praktisi Bisnis).
Sebetulnya, flexing tidak melulu negatif, misalnya ada orang yang memposting keberhasilannya merintis usaha start up dengan jiwa kreatifnya dan hanya modal yang minim. Tentu saja ini adalah hal yang positif dan pencapaian prestasi pribadi yang sangat membanggakan.
Psikolog klinis personal Growth Stefany Valentina mengatakan, flexing tidak selalu soal harta kekayaan, tapi bisa juga pencapaian, keberhasilan, atau bahkan relationships dengan teman, pasangan dan rekan kerja. Ia menuturkan flexing masih dianggap normal jika masih dalam batas wajar, seperti pencapaian prestasi, hingga barang milik pribadi yang dihasilkan melalui jerih payah sendiri.
ADVERTISEMENT
Flexing menjadi tidak sehat ketika postingan itu bertujuan menutupi kekurangan diri pribadinya, insecure karena tidak dihargai dan perasaan ingin diakui. Sehingga seseorang membuat postingan yang dia harapkan bisa menaikkan kelas sosialnya. Ada istilah lain pansos (panjat sosial) yang artinya pencitraan, agar seseorang terlihat memiliki status sosial tinggi melalui unggahan foto, tulisan ataupun video di media sosial.
Kenapa Netizen Suka Flexing?
Melansir dari Psychmechanics, ada sejumlah alasan orang suka melakukan flexing. Pertama, karena merasa insecure atau perasaan tidak aman. Dia merasa ada sesuatu yang kurang dalam dirinya, sehingga perlu menutupinya dengan hal lain di dunia maya.
Kedua, bisa karena obsesi. Misalnya dia menyukai atau justru membenci seseorang. Maka orang itu cenderung memanfaatkan media sosial untuk terus menarik perhatian orang yang dia sukai. Atau sebaliknya, memamerkan hal-hal yang tidak dimiliki musuh atau pesaingnya agar merasa lebih baik.
ADVERTISEMENT
Ketiga, dia butuh diakui. Mungkin saja di lingkungan sekitarnya dia merasa ingin lebih dihargai atau disukai. Maka media sosial menjadi senjatanya untuk memamerkan segala hal dengan tujuan postingannya bisa menjadi pengakuan atas powernya. Seperti pejabat-pejabat atau artis dan sosialita yang sering pamer gaya hidup mewah.
Terakhir, alasan orang pamer adalah untuk memperkuat identitasnya. Bisa karena dia ingin pamer karena dirinya pintar, sehingga memamerkan buku-buku yang pernah dibacanya, seminar yang pernah diikuti atau penghargaan yang pernah diraihnya.
Apakah ASN Boleh Flexing?
Lalu, pertanyaan selanjutnya, apakah kita sebagai ASN boleh Ffexing? Kalau hemat saya, boleh, asalkan untuk hal-hal yang positif. Misalnya ketika kita berhasil mendapat beasiswa Tugas Belajar untuk jenjang Pendidikan yang lebih tinggi. Apalagi jika lolos seleksi di universitas luar negeri dan berhasil lulus dengan predikat yang membanggakan.
ADVERTISEMENT
Atau bisa juga manfaatkan media sosial untuk membantu mempublikasikan kinerja instansinya.
ASN juga sering kali ditugaskan ke daerah lain untuk kepentingan kedinasan. Yang dipamerkan jangan lah perjalanan dinasnya tapi apa yang kita lakukan di lokasi tersebut. Misalnya ketika memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah terpencil. Atau menyampaikan bantuan dari pemerintah untuk daerah yang tertimpa bencana. Menjadi pembicara atau narasumber dalam seminar atau kegiatan lainnya, dan sebagainya. Pamerkan lah kinerja kita sebagai ASN.
Kemudian, ada juga ASN yang memiliki kreativitas lain di luar tusi kerjanya, seperti hobi travelling, memasak, atau membuat tutorial-tutorial yang bermanfaat. Jika memiliki kemampuan membuat konten kreatif, buatlah hobi tersebut untuk menjadi bahan konten di media sosial. Seperti mencoba resep kreasi baru, gaya berpakaian formal ke kantor, rekomendasi tempat-tempat wisata atau kuliner hits di daerah tertentu, dan sebagainya. Selain membantu promosi potensi wisata dan atau UMKM, kita juga mungkin bisa mendapat cuan tambahan melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
Intinya, media sosial bagai pisau bermata dua. Jika kita bisa memanfaatkannya dengan baik, maka banyak hal positif yang bisa kita gali di dalamnya. Sebaliknya, jika kita menggunakan media sosial untuk hal negatif seperti pamer kekayaan, jemawa, hate speech atau bahkan menyebar hoaks, siap-siap saja diviralkan dan dibully netizen.
Tidak hanya itu, sebagai ASN kita juga harus siap dengan segala konsekuensi terkait regulasi yang mengikat. Jika postingan di media sosial terlalu berlebihan dan apalagi menyimpang, bisa saja berdampak dengan perkembangan karier kita selanjutnya, termasuk risiko pencopotan jabatan atau bahkan pemberhentian secara tidak hormat.