Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menyoal Barang Bawaan PMI
27 Agustus 2024 17:54 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Faozan Amar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi tradisi dalam masyarakat kita, bahwa setiap kali pulang bepergian lazimnya membawa oleh-oleh untuk keluarga di rumah dan teman di tempat kerja atau sekolah. Apalagi jika bepergian dalam jarak yang jauh dan rentang waktu yang lama, baik karena alasan bekerja, belajar maupun berlibur.
ADVERTISEMENT
Karena itu, menjamurlah bisnis oleh-oleh yang menjadi ciri khas daerah atau negara tujuan bepergian seperti makanan, minuman, pakaian, suvenir, dan lain-lain beserta dengan bisnis turunannya, yakni kurir, kargo, packing, dan sebagainya.
Apalagi bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri dalam jarak yang jauh dan rentang waktu relatif lama. Maka membawa oleh-oleh untuk keluarga tercinta dan teman sejawat, seolah menjadi suatu keharusan. Tujuannya tentu saja untuk berbagi, peduli dan juga memberikan kenang-kenangan bagi penerimanya.
Masalahnya adalah apakah barang bawaan berupa oleh-oleh yang dibawa oleh PMI itu harus dikenakan pajak (cukai)? Berapa batasannya? Dan apa saja yang boleh dan tidak boleh dibawa? Inilah yang sempat menjadi polemik dan silang pendapat antara pejabat dan masyarakat, utamanya sejak kepala BP2MI melakukan sidak dan menemukan banyak barang bawaan PMI yang menumpuk di Bea Cukai Semarang.
Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, PMI adalah setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, pelindungan PMI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon PMI dan/atau PMI dan keluarganya dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan haknya dalam keseluruhan kegiatan sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja dalam aspek hukum, ekonomi, dan sosial.
Untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut, Pemerintah bertindak cepat dengan mengadakan Rapat Koordinasi Terbatas Tingkat Menteri Bidang Perekonomian. Dan hasilnya memutuskan untuk merevisi aturan impor barang kiriman PMI dan barang pribadi penumpang, serta memutuskan untuk mengevaluasi aturan pembatasan impor barang dalam Permendag Nomor 36 Tahun 2023 Jo. Permendag Nomor 3 Tahun 2024.
Mendag Zulkifli Hasan menjelaskan, impor barang kiriman PMI dibebaskan dari pemenuhan perizinan impor, tidak dibatasi jenis dan jumlah barangnya, serta dapat diimpor baik dalam keadaan baru maupun tidak baru (bekas).
ADVERTISEMENT
Untuk menyempurnakan aturan tersebut, keluarlah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 tahun 2024 yang kemudian disempurnakan dengan penerbitan Permendag Nomor 8 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, tertanggal 17 Mei 2024. Hal ini sebagai upaya untuk memastikan kegiatan perekonomian berjalan lancar dan jangan sampai tidak sinkron dengan keadaan di lapangan.
Pemerintah memastikan tidak ada lagi kontainer yang menumpuk di pelabuhan. “Kami melakukan pengecekan ke lapangan untuk melihat langsung pelaksanaan Permendag 8/2024. Beberapa komoditas barang impor bahan baku atau bahan penolong yang sebelumnya masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok sudah bisa dikeluarkan pada hari ini,” ujar Wamendag Jerry Sambuaga (Kemendag.go.id, 18/5).
ADVERTISEMENT
Penerbitan Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang mulai berlaku pada 17 Mei 2024, merupakan tindak lanjut arahan Bapak Presiden pada rapat yang memberi arahan untuk merevisi Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan kendala perizinan impor dan penumpukan kontainer di pelabuhan utama seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak,” ungkap Arif Sulistyo Direktur Impor Kemendag (22/5/2024)
Dalam pasal 34 Permendag Nomor 8/2024 dijelaskan Pasal 34 ayat 1: Impor Barang kiriman pekerja migran Indonesia, Barang kiriman pribadi, Barang pribadi penumpang, Barang pribadi awak sarana pengangkut, Barang pelintas batas, Barang pindahan Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing, serta Barang kiriman jemaah haji melalui penyelenggara pos dapat dilakukan terhadap: 1). Barang bebas Impor; dan/atau 2). Barang yang dibatasi Impor.
ADVERTISEMENT
Dalam Ayat 2 : Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. Sedangkan pada ayat 3: Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diimpor dalam keadaan baru dan/atau keadaan tidak baru.
Dengan demikian, barang bawaan yang dibawa oleh pekerja migran Indonesia, baik barang lama maupun baru yang memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana telah ditetapkan dalam Permendag Nomor 8/2024 tersebut, tidak dikenakan perizinan impor.
Hal ini sebagaimana ditegaskan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahwa barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) dibebaskan dari aturan tentang perizinan impor, sehingga barang kiriman PMI dapat bebas diterima keluarga PMI di Indonesia dengan baik. Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Ketentuan Impor segera direvisi untuk mengeluarkan lampiran III tentang barang kiriman PMI sebagaimana telah diubah dalam Permendag Nomor 3 Tahun 2024 (Kemendag.go.id, 17/4/2024).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, ketentuan impor barang kiriman PMI akan mengikuti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 141 Tahun 2023 tentang Ketentuan Impor Barang PMI yang salah satu isinya membebaskan bea masuk barang kiriman Pekerja Migran Indonesia.
Secara umum, barang yang diatur instansi teknis terdiri atas ; 1). Barang bebas, yakni barang yang dapat diekspor atau diimpor oleh setiap pihak, tanpa ada persyaratan tertentu, 2). Barang dibatasi, yaitu barang yang hanya dapat diimpor atau diekspor oleh pihak-pihak tertentu, dengan jumlah tertentu ataupun pada lokasi-lokasi tertentu, dan 3). Barang yang dilarang, adalah barang yang tidak boleh diimpor atau diekspor.
Memang, dalam praktiknya selain instrumen tarif, Pemerintah dapat menggunakan instrumen non tarif. Kegiatan ini juga dapat dikatakan sebagai tindakan pembatasan impor, yaitu dengan istilah non-tariff measures (NTMs). NTMs ini dapat berupa pengaturan tertentu sebagai persyaratan impor. Persyaratan tersebut misalnya persyaratan kesehatan, keamanan maupun lingkungan. Pada umumnya, pemberlakuan NTMs ini meningkat pada negara-negara di dunia seiring dengan maraknya tren liberalisasi perdagangan (Ing, de Cordoba, & Cadot, 2016).
ADVERTISEMENT
Tentu kita berharap, agar Pemerdag Nomor 8 tahun 2024 ini dapat tersosialisasikan dengan baik, serta dapat diimplementasikan dengan benar. Sehingga para pekerja migran sebagai pahlawan devisa yang akan kembali ke tanah air, dapat membawa oleh-oleh untuk keluarga dan teman-temannya tanpa ada rasa khawatir barangnya akan tertahan dan dikenai biaya. Kebahagian mereka tentu menjadi kebahagiaan kita semua. Semoga.