Soekarno dan Pendidikan Karakter Bangsa

Faozan Amar
Mengajar, berbisnis, berorganisasi, dan kadang menulis. Sekretaris Lembaga Dakwah Khusus (LDK) PP Muhammadiyah | Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UHAMKA.
Konten dari Pengguna
8 Juni 2020 8:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faozan Amar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pendidikan  Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pendidikan Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Juni menjadi salah satu bulan Istimewa bagi bangsa Indonesia. Presiden pertama Ir. Soekarno, lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901. Soekarno menyampaikan gagasan tentang Pancasila sebagai dasar negara pada sidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Kemerdekaan (BPUPK) tanggal 1 Juni 1945, yang kemudian diperingati sebagai hari lahir Pancasila. Dan Soekarno wafat 21 Juni 1970.
ADVERTISEMENT
Selama ini kita mengenal Bung Karno sebagai proklamator, pendiri bangsa, Presiden Republik Indonesia pertama, orator ulung, pendiri PNI yang kemudian menjadi cikal bakal PDI Perjuangan, pemimpin besar revolusi, dan sebagainya. Padahal Bung Karno juga merupakan seorang sebagai pemikir pejuang dan pejuang pemikir yang gagasannya banyak mewarnai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kita lebih banyak mengenal pemikiran Bung Karno pada aspek politik, tapi masih sedikit yang tahu Pemikiran Bung Karno dalam bidang pembaharuan pemikiran Islam dan juga Pendidikan. Karena itu, pada tulisan ini akan mengulas tentang gagasan Soekarno dalam bidang Pendidikan karakter bangsa.
Soekarno mengatakan pendidikan adalah cermin kehidupan sebuah bangsa. Pandangan ini, tidak bisa dilepaskan dari perkembangan aliran pendidikan nasional saat itu. Waktu itu, berbagai elemen masyarakat mengembangkan sistem pendidikan nasional, seperti sekolah Muhammadiyah mulai dari PAUD sampai perguruan tinggi, NU dengan pesantren, Taman Siswa dan Perguruan Rakyat yang dibuat atas inisiasi tokoh-tokoh PNI. Bagi Soekarno, berbagai macam sistem pendidikan itu adalah bentuk sistem pendidikan nasional Indonesia.
ADVERTISEMENT
Soekarno memiliki tesis bahwa kemerdekaan Indonesia hanya dapat dicapai dengan cara revolusi, dan revolusi akan berhasil jika ditopang oleh nasionalisme. Maka, kemerdekaan tanpa nasionalisme tidaklah mungkin, demikian juga sebaliknya. Dan untuk menanamkan dan membangkitkan nasionalisme, harus diajarkan kepada bangsa Indonesia melalui lembaga Pendidikan secara sistematis dan terstruktur.
Maka pada peringatan 75 tahun hari lahir Pancasila ini, kita perlu melakukan refleksi terhadap perjalanan kehidupan kebangsaan kita. Hal ini penting agar jangan sampai hasil dari pembangunan infrastruktur yang menggembirakan, tidak diimbangi dengan kualitas hasil pembangunan Sumber Daya Manusia. Utamanya dalam apa yang kerap disebut sebagai karakter bangsa (character building), yang malah mengalami degradasi.
Dalam rentang waktu 2010-2016, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) memaklumatkan sebuah ukuran tentang mutu karakter kebangsaan dalam Indeks Ketahanan Nasional yang meliputi variabel-variabel penting. Antara lain; toleransi, kesederajatan dalam hukum, kesamaan hak kehidupan sosial, dan persatuan bangsa. Indeks tersebut berkesimpulan bahwa nilai-nilai kebangsaan dan ketahanan ideologi di Indonesia mengalami tren yang menurun, dari skor 2,31 pada 2010, menjadi 2,06 pada 2016 (Donny, 2019).
ADVERTISEMENT
Hal serupa juga ditunjukkan oleh Survei dari Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 tentang Survei Nilai-Nilai Kebangsaan (SNK) oleh BPS, yang dilaksanakan pertama kali di Indonesia. Hasilnya bahwa dari setiap 100 orang Indonesia, 18 orang bahkan tidak tahu judul lagu kebangsaan Republik Indonesia, 53% orang Indonesia tidak hafal seluruhnya lirik lagu kebangsaan, 24 dari setiap 100 orang Indonesia tidak hafal sila-sila Pancasila, 42% orang Indonesia terbiasa menggunakan barang bajakan; 55% orang Indonesia jarang, bahkan tidak pernah ikut kerja bakti.
Ilustrasi sekolah dasar. Foto: Shutter Stock
Tentu kita berharap jika diadakan survei, hasilnya akan lebih baik. Namun, sekalipun survei tersebut dilaksanakan 5 tahun lalu, hasilnya menunjukkan bahwa keberhasilan dalam pembangunan dalam bidang infrastruktur harus diimbangi dengan keberhasilan dalam pembangunan sumber daya manusia. Sebab, tujuan kita merdeka salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dan itu harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan.
ADVERTISEMENT
Dalam Amanat Proklamasi, 17 Agustus 1956, Bung Karno mengingatkan pentingnya bangsa Indonesia memiliki kekuatan karakter yang dibangun atas dasar kedalaman penghayatan atas pandangan hidup bangsa. Sehingga, Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara tidak hanya diketahui isinya, diyakini kebenarannya tapi juga diimplementasikan dalam tindakan melalui gotong royong menuju Indonesia maju.
Soekarno mengatakan ; "Bangsa Indonesia harus mempunyai isi-hidup dan arah-hidup. Kita harus mempunyai levensinhoud dan levensrichting. Bangsa yang tidak mempunyai isi-hidup dan arah-hidup adalah bangsa yang hidupnya tidak dalam, bangsa yang dangkal, bangsa yang cetek, bangsa yang tidak punya levensdiepte sama sekali. Ia adalah bangsa penggemar emas-sepuhan, dan bukan emasnya batin. Ia mengagumkan kekuasaan pentung, bukan kekuasaan moril. Ia cinta kepada gebyarnya lahir, bukan kepada nurnya kebenaran dan keadilan. Ia kadang-kadang kuat, tetapi kuatnya adalah kuatnya kulit, padahal ia kosong-melompong di bagian dalamnya".
ADVERTISEMENT
Sebagai puncak dari perkembangan pemikiran Soekarno, Pancasila selalu mencoba untuk mengawinkan semua ide yang ada dan tumbuh di dalam masyarakat menjadi suatu ide baru yang lebih tinggi tempatnya dan dapat diterima oleh semua elemen penting bangsa Indonesia. Maka di tengah wabah Covid-19 dan tantangan ideologi kebangsaan yang ada, pemikiran Soekarno tentang nasionalisme Indonesia dapat disumbangkan bagi penguatan pendidikan karakter bangsa.
Terutama, nilai-nilai Pancasila yang terangkum dalam gotong royong, pada hakikatnya adalah karakter bangsa Indonesia yang harus terus menerus dipahami, dihayati, dan diamalkan lagi melalui proses pendidikan karakter bangsa. Sehingga akan terwujud nyata dalam tindakan dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh bangsa Indonesia.