Tak Sekadar Ngopi

Faqihah Husnul Khatimah
Mahasiswa Penerbitan (Jurnalistik) Politeknik Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
21 Juni 2022 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faqihah Husnul Khatimah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ngopi. Sumber: Unsplash/John Schnobrich
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ngopi. Sumber: Unsplash/John Schnobrich
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Segelas kopi sudah menjadi tradisi. Tak sekadar ngopi, ada obrolan dan diskusi yang memiliki makna tersendiri. Kopi tak mengenal dari mana kamu berasal. Seperti kata Dee Lestari, dalam buku Filosofi Kopi, “Dan kopi tak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Karena di hadapan kopi, kita semua sama.”
ADVERTISEMENT
Enggak bisa kerja kalau enggak minum kopi,” ujar Sarwan.
Pria paruh baya yang berprofesi sebagai pedagang ini bisa minum kopi dua kali dalam sehari. Pagi saat hendak bekerja dan malam ketika bersantai. Dia lebih sering mengonsumsi kopi instan yang dijual di warung. Ngopi sudah menjadi gaya hidupnya sehari-hari.
Masyarakat Indonesia memang begitu akrab dengan kopi. Tradisi ngopi di pagi hari paling sering dilakukan sehari-hari. Tidak selalu pagi hari, kapan pun masyarakat Indonesia bisa minum kopi.
Segelas kopi bisa kamu temukan di mana saja. Mulai dari kedai kaki lima, warung pinggir desa, kedai keliling, kafe, hotel, bahkan restoran. Bahkan, ada yang menjadikan kebiasaan ngopi menjadi hobi menjajaki berbagai macam kedai dan kafe.
ADVERTISEMENT
International Coffe Organization (ICO) melansir pada 2019, Indonesia memproduksi kopi sebanyak 565.000 ton dan konsumsi kopinya mencapai 288.000 ton. Meningkat 44 persen dalam sepuluh tahun terakhir (Oktober 2008-September 2019).
Berdasarkan hasil riset Toffin, pada Agustus 2019 jumlah kedai kopi di Indonesia sebanyak 2.950 gerai. Mengalami peningkatan tiga kali lipat dari 2016 yang hanya 1.000 gerai. Maka, jangan heran bila bisnis kopi semakin menjamur di Indonesia.
Sementara itu, bagi milenial, ngopi adalah cara terbaik melepas penat. Sering kali disebut healing, memulihkan diri dari kesibukan dan stres. Melalui secangkir kopi, kamu bisa nongkrong dengan teman, tertawa dan melepaskan beban. Lewat kopi pula, ada diskusi yang menghasilkan penyelesaian.
“Lebih sering ke coffe shop karena sekalian main atau ngerjain tugas,” tutur Dita.
ADVERTISEMENT
Tugas kuliah yang menumpuk, tuntutan organisasi, dan kebutuhan sosialisasi membuatnya memilih kopi sebagai pelarian. Bahkan, perempuan berkacamata itu menjadikan ngopi sebagai sesuatu yang wajib dia lakukan.
Setiap dua hari sekali, dia minum kopi. Entah bersama teman atau sendiri. Dita pun rela mengeluarkan puluhan ribu rupiah untuk membeli segelas kopi.
“Udah jadi kebiasaan aja,” katanya.
Tren budaya ngopi di masyarakat juga tercipta karena harga kopi yang semakin terjangkau. Pilihan dalam penyajian kopi pun bermacam-macam, tidak harus diracik barista, kamu bisa membeli kopi instan di warung pinggir jalan. Belum lagi tren es kopi yang semakin menjamur. Rasa kopi menjadi beraneka ragam sesuai selera konsumen.
Tradisi ngopi terus melewati masa. Kebiasaan ini telah melekat menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia. Tidak hanya bermakna sebagai pelepas penat, tetapi juga bagian dari budaya. Apalagi, Indonesia merupakan penghasil kopi terbaik dunia. Maka, kebiasaan ini baiknya tetap kita jaga dan dilestarikan. (fhk)
ADVERTISEMENT