Konten dari Pengguna

Meninjau Penanganan TBC di Kala Pandemi COVID-19

Faradisa Mulya
Undergraduate Public Health Student Specialization in Health Policy and Administration at Universitas Indonesia
18 Juni 2022 23:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Faradisa Mulya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Bagaimana Pemerintah Merespon Penanganan TBC di Masa COVID-19?

Penanganan Tuberkulosis. Sumber: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Penanganan Tuberkulosis. Sumber: Freepik.com
ADVERTISEMENT
Apa Itu TBC dan Bagaimana Situasinya di Dunia dan Indonesia
ADVERTISEMENT
Tuberkulosis (TBC) rasanya sudah tidak asing lagi di telinga, TBC merupakan penyakit menular yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan pengendaliannya telah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Namun, keberadaannya hingga saat ini masih merajalela. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan ¼ populasi di dunia terinfeksi bakteri TBC (Mycobacterium Tuberculosis). Pada tahun 2021, Kementerian Kesehatan menyatakan Indonesia menempati peringkat ketiga dengan kasus penyakit tuberkulosis terbanyak setelah India dan Cina, bahkan setiap 1 jam terdapat 11 orang meninggal akibat TBC.
Penyakit tuberkulosis tidak dapat diremehkan, pengobatannya membutuhkan waktu yang lama dan dapat berkomplikasi di organ tubuh lain. TBC juga dapat menyerang anak-anak. Jika tidak ditangani dengan benar, situasi ini akan mengancam tumbuhnya generasi bangsa berkualitas dan menghambat kemajuan di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Situasi TBC di Masa Pandemi COVID-19
Kondisi TBC kian diperparah saat adanya pandemi COVID-19 karena penderita TBC lebih rentan terkena virus akibat sistem imunnya yang rendah. Selain itu, masalah yang dihadapi adalah banyak orang takut tertular virus corona di fasilitas kesehatan, akibatnya banyak yang enggan memeriksakan TBC. Penderita TBC yang enggan mengambil obat rutin ke faskes juga membuat angka TBC RO (Resisten Obat) meningkat, akibatnya pengobatan akan jauh lebih sulit dan membutuhkan biaya mahal karena sudah tidak mempan terhadap obat TBC biasa. Tantangan lain adalah terkait TB-HIV, kedua penyakit ini sangat terkait dimana orang dengan HIV sangat rentan terkena TBC, ditambah lagi dengan adanya COVID-19 yang menambah kesulitan dalam penanganannya. Di masa pandemi, program pengendalian TBC juga terhenti, contohnya program ‘Ketuk Pintu’ untuk menjaring penduduk yang memiliki gejala TBC dihentikan sementara di beberapa daerah untuk menghindari penularan COVID-19. Selain itu, program imunisasi juga banyak yang terhenti sehingga peluang anak terkena TBC lebih besar.
ADVERTISEMENT
Pengendalian TBC di Indonesia
Penanganan TBC dimulai dari komitmen pemerintah yang kuat. Untuk itu, pemerintah membuat Perpres No. 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC yang melengkapi Permenkes No. 67 tahun 2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis sebagai pedoman penanganan TBC di berbagai tingkatan. Implementasi peraturan tersebut sejalan dengan Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia 2020-2024. Upaya ini dilakukan untuk percepatan eliminasi TBC di tahun 2030.
Program tuberkulosis nasional memiliki 6 sasaran, yaitu: (1) Penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah; (2) Peningkatan akses layanan bermutu dan berpihak pada pasien; (3) Optimalisasi upaya promosi dan pencegahan; (4) Pemanfaatan hasil riset dan teknologi; (5) Peningkatan peran serta komunitas, mitra, dan multisektor; dan (6) Penguatan manajemen. Program ini menyasar kepada orang berisiko tinggi, seperti perokok, kelompok lansia, orang dengan HIV/AIDS, serta petugas kesehatan. Selain itu juga menyasar ke tempat perkumpulan yang padat seperti wilayah kumuh, padat, pengungsian, dan pondok pesantren. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses pelayanan deteksi dan pengobatan TBC baik di puskesmas maupun di rumah sakit dan dijamin hingga sembuh oleh pemerintah melalui BPJS. Program pengendalian TBC di Indonesia mendapatkan penghargaan dari Global Health USAID sebagai negara yang paling berhasil dalam mengatasi permasalahan tuberkulosis pada 2020 walaupun jumlah pasien dan angka kematiannya masih tinggi.
ADVERTISEMENT
Pengendalian TBC di Masa Pandemi COVID-19
Pelayanan TBC di masa pandemi dilakukan dengan memenuhi protokol kesehatan, hal ini diatur dalam pedoman pelayanan TBC di masa pademi COVID-19 yang wajib dijalankan dari tingkat bawah hingga atas. Protokol yang dilaksanakan yaitu adanya triase, pencegahan dan pengendalian infeksi dasar, etiket batuk, dan pemisahan pasien TBC serta COVID-19. Dalam rangka menjaga jarak, kegiatan yang melibatkan orang dalam jumlah banyak seperti ditunda dan diganti dengan kampanye di radio dan media sosial. Pemanfaatan digital juga dilakukan dalam pemantauan pengobatan yang diselenggarakan melalui aplikasi penyedia fitur video call yang membantu pasien dalam menyelesaikan pengobatan dengan mudah agar tidak berkembang menjadi TBC resisten.
Dikutip dari situs Kementerian Kesehatan, Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmidzi, M.Epid mengatakan:
ADVERTISEMENT
“Jadi setiap hari pasien dihubungi melalui alat komunikasi baik itu ke pasien ataupun keluarga pasien...,” tuturnya, (23/03)
Layanan perawatan dan laboratorium juga tetap dilaksanakan dengan mematuhi standar APD yang berlaku demi keamanan tenaga kesehatan dan masyarakat. Inovasi lain juga dilakukan dengan mengadakan peralatan canggih untuk mempercepat deteksi TBC, seperti yang dikatakan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan RI, Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes:
“Kami merencanakan skrining besar-besaran yang transformasional dengan memanfaatkan peralatan X-Ray Artificial Intelligence untuk memberikan hasil diagnosis TBC yang lebih cepat dan lebih efisien…,” katanya pada konferensi pers di Jakarta, (22/3).
Semua aspek pasti merasakan dampak oleh adanya COVID-19 yang datang secara tiba-tiba, namun respon sigap sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang ada, Komite Ahli Tuberkulosis, dr. Pandu Riono, MPH, PhD mengatakan:
ADVERTISEMENT
“Pengobatan pasien TBC harus tetap berjalan dengan teratur sampai sembuh meski dengan munculnya COVID-19…peran warga untuk menjaga kesehatan masyarakat justru semakin diperlukan sekarang,” kata dr. Pandu, (24/03).
Meski terdapat berbagai tantangan yang menyulitkan, penanganan TBC di masa pandemi harus terus dilaksanakan dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada dan harus melibatkan masyarakat secara aktif sebagai sasaran program. Inti dari penanganannya adalah untuk meningkatkan jumlah penemuan, cakupan pengobatan, dan pencegahan peningkatan kasus, ini dapat dilaksanakan dengan memperkuat gerakan TEMPO (Temui, Pisahkan, dan Obati). Selain itu, yang harus ditingkatkan dari program penanggulangan TBC adalah perbaikan kualitas pencatatan dan pelaporan, perkuat kemitraan dan jejaring, pemantauan pengobatan, dan memperluas media promosi kesehatan terkini yang digemari masyarakat.
ADVERTISEMENT
COVID-19 tidak seharusnya menjadi halangan bagi penanganan TBC, keduanya merupakan masalah kesehatan yang perlu segera ditangani dan membutuhkan kolaborasi oleh seluruh komponen bangsa.
Untuk itu, ‘Ayo Bersama Berantas COVID-19 dan TBC, Ayo Bangun Indonesia Gemilang!’