Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Reformasi Elektoral : Apakah Ini Langkah Tepat Untuk Menuju Demokrasi Yang Adil?
6 November 2024 12:22 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Farah Fatima (ilmu administrasi negara) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Elektoral : apakah ini langkah tepat untuk menuju demokrasi yang adil?
ADVERTISEMENT
Isu elektoral saat ini telah menjadi sorotan utama dalam diskursus politik indonesia belakangan ini. Perdebatan tentang revisi aturan pemilihan umum tidak hanya berkobar sebagai reaksionaris terhadap praktik-praktik yang dianggap tidak etis, tetapi juga sebagai upaya untuk meningkatkan legitimasi demokrasi di tanah air. Dalam artikel opini ini, saya akan menelaah apakah reformasi elektoral merupakan langkah tepat menuju demokrasi yang lebih adil, atau hanya sebuah pengalihan isu politik saja?
Di tengah-tengah era demokrasi modern, sistem pemilihan umum atau elektoral menjadi komponen penting dalam menjaga integritas dan legitimasi pemerintahan. Namun, sering kali kita menyadari bahwa sistem elektoral yang ada belum sepenuhnya menciptakan kondisi ideal bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi secara adil dalam proses demokrasi. Reformasi elektoral menjadi sebuah topik yang sangat relevan dan hangat dalam dinamika politik indonesia saat ini. Isu ini tidak hanya menyangkut proses pemilihan umum saja, tetapi juga implikasinya bagi kualitas demokrasi yang lebih adil dan inklusif bagi Negara Indonesia, Negara indonesia telah melewati beberapa dekade semenjak era reformasi 1998. Namun, tantangan elektoral masih sangat kompleks dalam masa sekarang ini.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh nyata adalah kasus pemilihan umum tahun 2019, di mana partai-partai politik cenderung dominatif dan kurang inklusif. ada partai yang diduga melakukan praktik-praktik ilegal seperti pembelian suara dan manipulasi data statistik untuk mempengaruhi hasil pemilihan suara. Seperti yang kita tau bahwa pada pemilu tahun 2019 dalam debat elektoral modern kampanye pada masa itu sangat demokratis karena dinilai kerasnya yang diwarnai oleh retorika anti-korupsi dan pro-demokratis. Namun, pada saat itu para kritikus menyoroti bahwa gerakann para paslon seringkali dinilai ambigu dan tidak sepenuhnya transparan. Hal ini menjadi sorotan publik pada masa itu.
Dari kasus pemilihan umum tahun 2019 kita dapa berkaca dan mulai memahami bagaimana dinamika politik di Negara Indonesia tepatnya tentang bagaimana pemahaman reformasi elektoral sehingga kita dapat belajar berdemokrasi dengan bijak. Jika kita fokus dan menyadari sebenarnya reformasi elektoral ini bertujuan untuk meningkatkan integritas dan transparansi dalam proses pemilihan umum. Salah satu contoh yaitu praktikal dari reformasi ,pada tahun ini fokus kita adalah revisi aturan pemilihan umum yang lebih transparan dan akurat. seperti pada bulan juni 2023, menteri keuangan sri mulyani indrawati menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) tahun 2024 kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Data ini mencakup proyeksi ekonomi makro yang akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2024. Proses ini menunjukkan bagaimana pemerintahan telah aktif dalam meningkatkan integritas kebijaksanaan ekonomi melalui reformasi struktural. Kita dapat menyadari bahwasanya reformasi elektoral salah satu langkah fundamental menuju demokrasi yang lebih adil. Namun, implementasinya memerlukan komitmen yang kuat dari para aktor politik, baik pemerintah maupun partai-partai politik.
ADVERTISEMENT
Salah satu tokoh seperti Prabowo Subianto telah menunjukkan potensi penting dalam komunikasi baik secara lisan maupun tulisan dalam elektoral modern. Meskipun prabowo gagal menunjukkan visibilitas politik yang kuat dalam reformasi substansial. Untuk menciptakan demokrasi yang lebih adil, kita perlu mengintegrasikan elemen-elemen transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif masyarakat dalam struktur electoral. Kita dapat meningkatkan partisipasi masyarakat yang dapat memudahkan untuk berdinamika dalam demokrasi dan menikmati alur demokrasi di indonesia. Dengan demikian, kita dapat membangun sebuah sistem politis yang lebih stabil dan representatif bagi rakyat indonesia. Reformasi elektoral bukan hanya soal revisi aturan formal tapi juga tentang membangun kesadaran politik yang matang di kalangan masyarakat agar demokrasi benar-benar merdeka dan sejahtera.
Namun jika kita mengingat kembali hal yang sebelumnya pernah terjadi setelah 25 tahun reformasi, Indonesia masih menghadapi tantangan serius terkait oligarki yang menguat dan melemahnya kohesi sosial di masyarakat. Hal ini terlihat dari meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap sistem politik yang ada. Dalam konteks pemilu 2024 kemarin, beberapa tokoh politik seperti Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
ADVERTISEMENT
(PDIP) Megawati Soekarnoputri memiliki peran penting dalam mendorong perubahan ini. Joko Widodo, dengan agenda reformasi strukturalnya, berupaya untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Tidak hanya itu saja Indonesia juga masih mengalami permasalahan sistem elektoral seperti sekarang, salah satunya adalah adanya ketimpangan akses informasi ini menjadi salah satu tantangan utama dalam sistem elektoral adalah ketimpangan akses informasi. Banyak wilayah pedesaan masih menghadapi kesulitan dalam mendapat akses informasi yang lengkap dan akurat tentang calon-calon legislatif maupun eksekutif seperti desa-desa yang berada di Kabupaten Aceh yang memiliki infrastruktur yang relative rendah. Dan daerah-daerah di papua yang memiliki kultur dan bahasa yang unik, serta akses yang terbatas ke media. Hal ini dapat membatasi hak pilih mereka, karena tanpa pengetahuan yang cukup, rakyat sulit untuk membuat keputusan yang bijaksana. Selanjutnya juga terdapat pada bagian biaya partisipasi politik pada sistem elektoral modern sering kali diasosiasikan dengan biaya yang tinggi untuk ikut serta dalam kampanye politik. Hal ini menyebabkan calon independen atau partai kecil kesulitan bersaing dengan partai besar yang memiliki anggaran yang lebih luas.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, demokratisasi semakin terpusat pada partai-partai besar, sehingga suara minoritas kurang terwakili. Dengan tantangan yang ada saat ini, termasuk oligarki dan ketidakpuasan publik, perlu ada upaya nyata dari semua pihak, baik pemerintah, KPU, maupun masyarakat untuk memastikan bahwa pemilu harus berjalan dengan baik berdasarkan LUBER JURDIL.
Sebagai bangsa yang telah melalui perjalanan panjang menuju demokrasi, saatnya bagi kita untuk bersatu dalam mewujudkan sistem politik yang lebih baik. Pemilu bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang menciptakan masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia. Mari kita jaga suara kita dan pastikan bahwa setiap pilihan dihargai demi kemajuan bangsa.