Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Surat untuk Masa Lalu
31 Maret 2018 4:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Farah Madina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kau ingat dengan kata-katamu di surat itu? Kau ingat dengan kata-katamu yang membuatku berpikir seribu kali untuk berhubungan denganmu? Kau ingat, satu minggu setelah kata-kata itu tertulis, kau menggenggam bahuku?
"Sudahlah. Aku tidak butuh harapan itu. Aku telah banyak menerima kepalsuan, sehingga aku tidak dapat membedakan antara yang asli dengan palsu. Jadi, daripada aku menerima kepahitan dan kebohongan, lebih baik aku sendiri"
Kau ingat dengan kata-katamu itu? Kata-kata yang kau lontarkan kepada temanmu saat berbicara mengenai perasaanmu?
Mengapa kau berkata padaku untuk jangan sering berharap, sementara kau juga sedang mengharapkan sesuatu? Mengapa kau tak ingat dengan kata-kata yang kau berikan padaku waktu itu? Aku tak mengerti maksudmu.
Aku benci, di saat aku ingin menyambutmu dalam kehidupanku, justru aku teringat dengan kata-katamu itu. Aku pun tak mengerti mengapa kata-kata itu aku jadikan pertimbangan saat kau datang lagi ke kehidupanku. Aku benci dengan keadaan ini.
ADVERTISEMENT
Kau tahu, karena kata-katamu itu, aku menjadi seseorang yang egois? Aku merasa bahwa aku tidak dapat mengerti perasaanmu. Aku merasa bahwa aku tidak peduli dengan apa yang kau rasakan.
Lalu, bagaimana dengan kau? Apakah kau menganggapku sebagai orang yang egois? Apakah kau menganggapku sebagai orang yang hanya peduli dengan perasaanku sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain? Aku yakin kau juga beranggapan seperti itu.
Untuk kau yang sudah kuanggap sebagai masa lalu, maaf jika akhirnya kau merasa tersakiti karena diriku. Maaf jika pada akhirnya aku tidak peduli dengan perasaanmu. Maaf aku harus bersikap egois. Namun, kau harus sadar. Aku begini karena kata-kata itu yang pernah kau tujukan padaku.
Maaf aku tidak bisa menghapus memori itu. Memori yang sebenarnya ingin kulupakan, namun pada akhirnya tetap membekas di pikiranku.
ADVERTISEMENT
Untuk yang terakhir kali, selamat tinggal. Aku tidak bisa melanjutkan semuanya denganmu. Carilah penggantiku yang lebih baik dariku.