Generasi Z : Si Kutu Lompat Minim Loyalitas Kerja

Farasifa Choirunissa
Mahasiswa Universitas Pembangunan Jaya
Konten dari Pengguna
9 Desember 2023 13:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farasifa Choirunissa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
illustrasi loyalitas kerja (sumber: pixels.com/Antoni Shkraba)
zoom-in-whitePerbesar
illustrasi loyalitas kerja (sumber: pixels.com/Antoni Shkraba)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menempati posisi generasi paling mendominasi saat ini di Indonesia namun seringkali dianggap sebagai generasi strawberry yang lemah dan mudah menyerah. Generasi Z, yang terdiri dari individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 yang saat ini berada di usia remaja hingga awal dewasa. Tak hanya itu ada pula stereotip negatif yang melekat pada Generasi Z yaitu "si kutu lompat". Stereotip ini merujuk pada sikap mereka yang cenderung tidak bertahan lama dalam satu pekerjaan atau aktivitas tertentu. Serta, menggambarkan generasi muda ini sebagai individu yang tidak memiliki loyalitas.
ADVERTISEMENT
Generasi ini di anggap cenderung minim loyalitas karena mereka memiliki preferensi yang berubah-ubah dan lebih memilih fleksibilitas dalam perkejaan dan gaya hidup. Hal ini terbukti dari sebuah studi yang melaporkan 49% dari Generasi Z berencana untuk meninggalkan pekerjaan mereka dalam 2 tahun pertama, sementara 61% berencana untuk melakukannya dalam 3 tahun (Deloitte, 2022). Serta, Beberapa perusahaan dan sumber telah mengemukakan keprihatinan terkait loyalitas dimiliki Generasi Z.
ilustrasi gen z dan teknologi (sumber : pixels.com/Foto oleh Mart Production)
Tumbuh dalam era teknologi digital yang berkembang pesat, mereka terbiasa dengan perubahan yang cepat dan memiliki akses mudah ke informasi melalui internet. Hal ini membuat mereka lebih selektif dalam memilih tempat kerja atau organisasi yang ingin mereka ikuti. Selain itu, Generasi Z juga cenderung memiliki pandangan bahwa pekerjaan bukanlah segalanya dan mereka lebih fokus pada pencarian kepuasan pribadi (Hestianingis, 2022).
ADVERTISEMENT
Generasi Z seringkali melihat pekerjaan sebagai peluang untuk mengembangkan keterampilan dan memperoleh pengalaman baru, bukan sebagai tempat untuk menetap seumur hidup. Mereka cenderung mencari pekerjaan yang memberikan tantangan dan kesempatan untuk berkembang secara pribadi maupun profesional, sebab karakteristik mereka yang menyukai hal-hal baru dan pengalaman baru (Mansur & Ridwan, 2022). Selain itu karakteristik lain yang mungkin berkontribusi terhadap persepsi minim loyalitas ialah the realisctic (Berly s, 2022), mereka realistis dalam berkontribusi pada pekerjaan mereka yang mana dikenal sebagai generasi yang kritis dan skeptis terhadap otoritas, sehingga mereka cenderung memiliki persepsi loyalitas yang lebih rendah terhadap pekerjaan.
ilustrasi Generasi Z (sumber Pixels.com/Cottonbro Studio)
Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya loyalitas generasi z,
• Pertama-tama, kebermaknaan pekerjaan sangat penting bagi generasi Z (Juniartika et al., 2023). Jika mereka merasa bahwa pekerjaan mereka tidak memberikan kontribusi yang signifikan, mereka cenderung mencari kesempatan lain yang lebih memuaskan secara emosional.
ADVERTISEMENT
• Selanjutnya, pengembangan karir juga menjadi faktor penting dalam loyalitas generasi Z (Yang & Dini, 2023). Mereka ingin memiliki kesempatan untuk belajar dan berkembang di tempat kerja. Jika perusahaan tidak menyediakan peluang tersebut, generasi Z akan mencari perusahaan lain yang dapat memberikan pengalaman pembelajaran yang lebih baik.
• Lingkungan kerja juga berperan dalam loyalitas generasi Z (Yang & Dini, 2023). Mereka menghargai lingkungan kerja yang inklusif dan kolaboratif. Jika mereka merasa tidak diterima atau tidak ada ruang untuk berkontribusi secara aktif, mereka akan mencari tempat kerja lain yang lebih ramah.
• Terakhir, gaya kepemimpinan juga dapat mempengaruhi loyalitas generasi Z (Astuti et al., 2022). Generasi ini menghargai pemimpin yang mendengarkan dan memberikan umpan balik secara terbuka. Jika pemimpin menggunakan pendekatan otoriter atau kurang transparan dalam komunikasinya, maka generasi Z cenderung merasa tidak terhubung dan mencari pemimpin yang lebih sesuai dengan nilai-nilai mereka.
ADVERTISEMENT
• Selain itu, generasi Z juga lebih condong kepada nilai-nilai seperti fleksibilitas waktu kerja yang memberikan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional. Jika perusahaan tidak dapat memenuhi harapan-harapan ini, maka generasi Z mungkin akan lebih beralih ke tempat kerja lain.
illustrasi Generasi Z (sumber : Pixels.com/ThisIsEngineering)
Kurangnya loyalitas kerja gen z ini sangat berpengaruh terhadap individu maupun perusahaan. Bagi individu yang pertama, dampak minimnya loyalitas generasi Z bagi individu dapat dilihat dari kurangnya stabilitas karir. Generasi ini cenderung tidak ingin menghabiskan waktu lama di satu pekerjaan atau organisasi. Mereka lebih suka mencari pengalaman baru dan tantangan yang berbeda. Hal ini dapat menghambat perkembangan karir mereka karena kurangnya dedikasi dan komitmen jangka panjang. Selain itu, minimnya loyalitas juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Ketika seseorang tidak merasa terikat dengan organisasinya, mereka mungkin merasa kurang termotivasi dan bahkan cenderung mengalami kelelahan emosional. Ini dapat berdampak negatif pada kualitas kerja dan produktivitas mereka.
ADVERTISEMENT
Sedangkan bagi perusahaan salah satu dampak utama yang terbentuk adalah tingkat turnover (perputaran karyawan) yang lebih tinggi. Tingkat turnover yang tinggi dapat menyebabkan biaya tambahan bagi perusahaan, seperti biaya perekrutan dan pelatihan karyawan baru. Ini dapat mengganggu produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, perlu perlu mengembangkan strategi retensi baru untuk menarik dan mempertahankan generasi Z di tempat kerja.
illustrasi coaching Generasi Z (sumber: Pixels.com/fauxels)
coaching merupakan salah satu strategi yang efektif untuk meningkatkan loyalitas kerja generasi Z (ezra, 2021). Melalui coaching, para pemimpin dapat memberikan bimbingan dan dukungan kepada anggota tim mereka. Tips lain di antaranya menyediakan peluang pengembangan karir serta menciptakan lingkungan kerja yang positif dan inklusif, menghargai fleksibilitas waktu dan tempat bekerja, memberikan keterlibatan dalam pengambilan keputusan perusahaan dapat meningkatkan rasa keterikatan generasi Z terhadap organisasi. Lalu memberikan kebijakan yang mendukung work-life balance, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang seimbang.
ADVERTISEMENT
Generasi Z sering dianggap minim loyalitas karena karakteristik dan faktor penyebab tertentu. Minimnya loyalitas ini dapat memiliki dampak negatif bagi perusahaan atau organisasi. Oleh karena itu, strategi manajemen yang tepat harus dikembangkan untuk menghadapi tantangan ini. Dengan memahami karakteristik dan kebutuhan generasi Z, perusahaan dapat meningkatkan loyalitas mereka dan mencapai kesuksesan jangka panjang.