Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Sinergi Otoritas Pajak Pusat & Daerah, Kunci Penguatan Kemandirian Fiskal Daerah
6 Februari 2025 13:35 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Faren Septyan Wirawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tak bisa dipungkiri bahwa pajak memiliki peran penting dalam menopang kehidupan bernegara. Bukan sekadar untuk kepentingan nasional, pajak juga menjadi sumber utama pendapatan daerah. Pemerintah daerah mengandalkan pajak untuk membangun fasilitas publik, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Namun, meskipun pajak menjadi sumber utama penerimaan daerah, data statistik menunjukkan bahwa pendapatan pajak/retribusi daerah masih sangat jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah.
ADVERTISEMENT
Melalui desentralisasi fiskal yang dimulai sejak tahun 2004 yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, hingga Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah kini memiliki kekuasaan yang lebih luas untuk mengelola daerah otonom. Desentralisasi fiskal ini bertujuan agar daerah otonom mencapai kemandirian fiskal, terutama untuk mendukung pembangunan dan pertumbuhan daerah serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Seberapa besar pajak daerah berkontribusi terhadap belanja daerah?
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) selama tiga tahun terakhir, persentase pendapatan pajak dan retribusi daerah dibanding dengan belanja daerah menunjukkan angka yang masih belum dapat mencerminkan kemandirian fiskal daerah. Pemenuhan kebutuhan belanja daerah masih banyak bergantung pada transfer dari pusat:
ADVERTISEMENT
Jenis transaksi tahun 2021 2022 2023 (dalam rupiah)
A. Pajak Daerah + Retribusi Daerah
2021: 60.453.018.466.205+7.121.500.757.813= 67.574.519.224.018
2022: 74.339.237.461.000+7.176.765.592.000= 81.516.003.053.000
2023: 85.643.007.036.000+10.913.584.708.000= 96.556.591.744,000
B. Total Belanja Daerah
2021: 792.351.739.843.020
2022: 838.808.683.881.000
2023: 907.182.136.969.000
C. Persentase Pajak & Retribusi Daerah/ Total Belanja Daerah
2021: 8,52%
2022: 9,71%
2023: 10,64%
Selain itu, Indeks Kemandirian Daerah yang termuat dalam Laporan Hasil Reviu atas Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah pada tahun 2020 menunjukkan bahwa sebagian besar pemda masuk dalam kategori "Belum Mandiri".
Bagaimana basis perpajakan lokal bisa diperkuat?
Penguatan basis perpajakan lokal dapat dicapai melalui penguatan Local Taxing Power, yaitu kemampuan pemerintah daerah untuk memungut pajak dan retribusi daerah. Salah satu strategi utama dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah adalah keterbukaan data dan akses informasi perpajakan antara otoritas pajak pusat dan daerah.
ADVERTISEMENT
Keterbukaan data perpajakan ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang. Kemudian, teknis pelaksanaannya diatur juga pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.
Keterbukaan informasi ini akan mempermudah petugas pajak mengawasi aktivitas usaha wajib pajak yang berkaitan dengan perpajakan. Dengan akses informasi yang luas, petugas pajak dapat melaksanakan pengawasan yang lebih optimal dan membentuk basis data perpajakan secara lebih kuat dan akurat.
Tantangan Keterbukaan Data dan Informasi Perpajakan
Beberapa tantangan utama yang menghambat keterbukaan data dan informasi perpajakan meliputi:
ADVERTISEMENT
1. Infrastruktur Teknologi dan Informasi yang Kurang Memadai: Meskipun telah diatur dalam PMK 228/PMK.03/2017 terkait rincian jenis data dan informasi yang perlu disampaikan beserta jadwal waktu penyampaiannya, pengumpulan data dan informasi masih dilakukan secara manual melalui surat dinas. Seharusnya, pemerintah pusat menyediakan sistem aplikasi berbasis daring yang terstruktur untuk memenuhi standardisasi pengumpulan data dan informasi tersebut. Keamanan data aplikasi ini juga perlu diperhatikan untuk melindungi privasi data wajib pajak.
2. Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas: kemampuan SDM di daerah dalam mengelola data yang terkait perpajakan masih perlu ditingkatkan secara merata. Pelatihan dan pendampingan diperlukan untuk meningkatkan kompetensi otoritas pajak daerah dalam mengumpulkan dan menyediakan data yang andal.
Bagaimana Sinergi Otoritas Pajak Pusat dan Daerah dapat menjadi solusi?
ADVERTISEMENT
Reformasi perpajakan yang telah
dilakukan secara berkesinambungan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berupaya mengembangkan kapasitas SDM melalui fungsionalisasi. Dengan adanya jabatan fungsional yang terfokus pada tugas pokok tertentu, petugas pajak dapat memiliki keunggulan terspesialisasi dalam menghimpun penerimaan pajak.
Beberapa jabatan fungsional DJP yang berkaitan erat dengan tupoksi bidang perpajakan diantaranya:
• Fungsional Penyuluh Pajak: yang memiliki tupoksi untuk memberikan penyuluhan dan edukasi kepada wajib pajak,
• Fungsional Penilai Pajak: yang memiliki tupoksi untuk melakukan penilaian dan/atau pemetaan terhadap objek pajak seperti Pajak Bumi dan Bangunan, dan
• Fungsional Pemeriksa Pajak: yang memiliki tupoksi untuk melakukan pengujian kepatuhan perpajakan dan/atau penegakan hukum.
Otoritas pajak pusat dan daerah dapat berkoordinasi untuk mengadakan forum yang membahas tantangan terkait pengumpulan data di lapangan. Dengan hal ini, tidak hanya pemerintah daerah saja yang mendapat pengetahuan tacit dan explisit terkait perpajakan secara terspesialisasi, namun otoritas pajak pusat juga lebih mudah memahami karakteristik tantangan terkait pemungutan pajak di daerah. Hal ini tentunya menguntungkan kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
Banyak hal yang masih dapat dioptimalkan terkait dengan upaya penghimpunan pajak daerah secara operasional. Contoh hal yang dapat ditingkatkan dari pemberian layanan penyuluhan seperti: penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pemberian informasi terkait perpajakan yang cepat, akurat, dan terstandardisasi; dan perencanaan target penyuluhan yang menyasar forum-forum pengusaha sesuai dengan potensi penerimaan pajak daerah (misalnya: pengumpulan wajib pajak di bidang perhotelan dan restoran). Kemudian sisi penilaian, beberapa hal yang dapat ditingkatkan seperti: sharing knowledge terkait metode penilaian untuk mengoptimalkan potensi penerimaan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan potensi produksi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Terakhir, contoh hal yang dapat ditingkatkan dari sisi pemeriksaan yaitu dengan menyusun prioritas pemeriksaan berbasis risiko.
ADVERTISEMENT
Selain itu, keterbukaan data perpajakan yang lebih baik akan mengoptimalkan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak melalui sistem self-assessment. Dengan basis perpajakan yang telah dibangun secara kuat dan transparan, wajib pajak akan lebih mudah memahami kewajibannya dan menghindari kesalahan dalam pelaporan pajak. Selain itu, peningkatan keterbukaan dan transparansi juga akan berkontribusi terhadap kepatuhan pajak sukarela, di mana wajib pajak akan lebih terdorong untuk memenuhi kewajibannya tanpa perlu adanya intervensi yang ketat dari pihak otoritas pajak.
Sistem yang lebih baik juga akan memberikan rasa keadilan bagi wajib pajak karena dengan keterbukaan informasi, setiap wajib pajak akan mendapatkan perlakuan yang setara dalam sistem perpajakan. Akhirnya, hal ini akan berujung pada peningkatan penerimaan pajak daerah dan penguatan kemandirian fiskal yang lebih berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Sinergi antara otoritas pajak pusat dan daerah sangat diperlukan untuk meningkatkan transparansi dan keterbukaan data perpajakan. Dengan keterbukaan informasi yang lebih baik, pengawasan perpajakan akan semakin efektif, sehingga potensi penerimaan pajak daerah dapat dioptimalkan. Sinergi ini tidak hanya memperkuat otoritas pajak pusat tetapi juga mendorong peningkatan kemandirian fiskal daerah. Dengan demikian, daerah dapat lebih mandiri dalam membiayai belanja pembangunan dan memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat.