Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Memaknai Asas Preferensi Hukum Dalam UUPA Terhadap Konflik Norma Hukum
29 Juli 2022 15:32 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Farhan Al Ghalib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Provinsi Aceh dalam sistem pemerintahan nya melalui undang-undang mendapatkan keistimewaan dalam bingkai disentralisasi asimetris terhadap pelaksanaan otonomi khusus dan istimewa dalam bidang politik, agama, adat, pertanahan, pendidikan, serta pemerintahan. Konsep otonomi yang di dasarkan pada Pasal 18, Pasal 18 A dan Pasal 18 B UUD RI 1945 memberikan gambaran secara formil terhadap pelaksaan otonomi yang sesuai dengan legalitas dan kapasitas Provinsi Aceh.
ADVERTISEMENT
Kehadiran kekhususan dan keistimewaan Pemerintah Aceh tidak lepas dari faktor sejarah masa lampau yang menjadi pertimbangan terhadap hadirnya MoU Helsinki sebagai katalisator yang memberikan efek dominan terhadap pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh pada hakikatnya merupakan norma peraturan perundang-undangan yang berada pada garis nasional, dalam artian merupakan produk hukum yang setara dengan undang-undang lainnya.
Namun pada posisi pemberlakuan terhadap Undang-Undang Pemerintah Aceh atau disingkat dengan UUPA memiliki asas lex spesialis derogate lex generalis dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kekhususan terhadap UUPA ini memberikan pertimbangan lebih terhadap Pemerintah Pusat melalui proses legislasi yang berkaitan dengan Pemerintah Aceh khususnya.
ADVERTISEMENT
UUPA dalam proses pemberlakuannya kerap dibenturkan dengan berbagai persoalan yang berkaitan dengan Undang-Undang lainnya, dalam UUPA terdapat berbagai ketentuan dasar terhadap pemberlakuan dan pembentukan proses legislasi Qanun di Pemerintahan Aceh.
Sehingga dalam aspek pelaksaan proses legislasi Qanun terdapat benturan landasan hukum yang tanpa di sadari memunculkan dualisme interpretasi hukum, qanun sendiri dalam ketentuannya setara dengan Peraturan Daerah, yang dalam proses pembentukannya sama melibatkan DPRA serta Pemerintah Aceh , namun dengan kekhususan dinul islam dan pertimbangan syariat Islam di dalamnya.
Pertentangan terhadap interpretasi UUPA bersama undang-undang lainnya kerap menimbulkan kesalahpahaman yang mendalam, seperti pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Permasalahan yang terjadi mengisyaratkan bahwa hadirnya dualisme terhadap landasan pelaksanaan pemilu di provinsi Aceh memberikan dilema terhadap pelaksanaan pemilu di Provinsi Aceh.
ADVERTISEMENT
Sehingga di laksanakannya legislatif review oleh DPRA, hingga judicial review oleh Mahkamah Agung. Secara pelaksanaan di Provinsi Aceh terhadap pemilu memiliki nomenklatur kelembagaan yang berbeda (KIP Aceh), hingga proses pemilihan komposisi komisioner yang memiliki ketentuan tersendiri yang terdapat dalam Qanun Aceh nomor 6 Tahun 2018 tentang Pemilihan Umum dan Pemilihan di Aceh.
UUPA secara generalisasi memuat semua ketentuan yang terdapat dalam unsur-unsur Pemerintahan Aceh, sehingga jika hadirnya sebuah ketentuan baru yang sama derajatnya dalam Undang-Undang yang mengatur terhadap kekhususan di Provinsi Aceh maka perlu hadirnya asas preferensi di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Asas preferensi hukum dikenal sebagai asas penyelesaian konflik hukum yang terdapat dalam tiga ketentuan asas, yaitu;
Melalui ketiga ketentuan asas preferensi tersebut dapat di pahami bahwa UUPA berada pada garis ketentuan Lex Specialis dimana berdasarkan pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut mengisyaratkan pentingnya ketentuan khusus terhadap Pemerintahan Aceh.
Namun disisi lain suatu aturan terbaru melalui undang-undang seperti undang-undang pemilu melalui garis ketentuan Lex posterior memberikan gambaran untuk mengeyampingkan peraturan yang lebih lama pembuatannya. Asumsi dasar terhadap dua garis ketentuannya ini acap kali membuat garis ketentuan terhadap UUPA dan Undang-Undang lainnya menjadi tidak jelas arah pemberlakuannya.
ADVERTISEMENT
Pencarian alasan suatu validitas terhadap norma bukanlah suatu regressus ad infinitum (proses tanpa akhir). Norma yang validatasnya tidak dapat diperoleh dari norma lain yang lebih tinggi disebut sebegai norma dasar (grundnorm). Meninjau lebih jauh terhadap prinsip tersebut maka dapat di pahami pertentangan terhadap norma peraturan perundang-undangan yang sering terjadi memberikan gambaran bahwa potensi terjadinya konflik terhadap UUPA bersama dengan norma peraturan perundang-undangan lainnya dapat saja terjadi.
Dalam UU Pemilu seharusnya Pemerintah Aceh tidak perlu mengikuti ketentuan pemilu serentak tersebut, namun kembali kepada asas yang berlaku bahwa ketentuan terhadap norma Undang-Undang Pemilu memiliki kebaharuan dan juga lebih khusus mengatur pelaksanaan pemilu dari pada UUPA yang mengatur secara general terhadap ketentuan Pemerintahan Aceh salah satunya penyelenggaraan pemilu.
ADVERTISEMENT
Penyelarasan terhadap ketentuan UUPA dalam asas preferensi terhadap satu sisi dapat melemahkan kekhususan ataupun lex specialis yang terkandung dalam UUPA secara norma dan prinsip hukum. Namun di sisi lainnya, pembaharuan terhadap suatu ultilitas hukum melalui Undang-Undang atau norma hukum yang baru dapat memberikan daya guna, hal ini selaras terhadap kepentingan dan ketentuan yang berkembang dalam masa tertentu.
Sehingga aspek legalitas dalam suatu ketetapan yang dihadapkan melalui suatu norma tidak hanya mampu menjadi pertimbangan yang mendasar tanpa adanya ketentuan lebih mendalam sehingga dapat menjadi arah terhadap pertimbangan pelaksanaan norma hukum.
Disisi lain UUPA dapat menjadi lebih di perkuat eksistensinya melalui legislatif preview dalam pembahasan antara DPR RI dan DPRA terhadap suatu proses legislasi Peraturan Perundang-undangan yang berkenaan dan bersentuhan dengan UUPA. Sehingga pembahasan dan pengundangan yang terjadi tidak menimbulkan konflik norma yang berkepanjangan.
ADVERTISEMENT
Sehingga hal yang menjadi dasar terhadap suatu konflik, dapat dilakukan nya sebuah pendekatan yang sistematis dan logis dimana asas lex superior harus dijadikan sebagai dasar pertimbangan yang paling utama dalam menentukan keabsahan suatu norma.
Dengan mengutamakan asas tersebut makan antara lex specialis dan lex posterior dapat memiliki kedudukan yang seimbang dan mengantarkan kepada konklusi yang berisi argumentasi hukum yang benar dan dapat diterima dengan memastikan setiap aturan hukum dan asas hukum yang mengikat didalamnya adalah penrnyataan yang benar dan sesuai dengan legalitas yang ada.