Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kenapa Moderasi Beragama?
9 Juni 2024 10:11 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Farhan Herdian Al Zacky tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masih terdapat kesalahpahaman di tengah masyarakat mengenai konsep moderasi beragama. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwasanya moderasi beragama merupakan suatu bentuk ajaran agama baru atau aliran agama baru, hal tersebut tentu merupakan hal yang sangat keliru, karena sejatinya moderasi beragama merupakan bentuk cara pandang, pola pikir dan sikap kita dalam hal melakukan praktek beragama.
ADVERTISEMENT
Di dunia yang luas ini terdapat beragam keyakinan yang dipercaya oleh seluruh umat manusia, tentu tidak dipungkiri setiap manusia tersebut memiliki cara pandang dan sikap yang berbeda-beda dalam praktek beragama.
Contoh saja misalnya ada orang yang memilih untuk menggunakan cara pandang yang ekstrem, dengan bersikap bahwa semua orang yang berbeda pemahaman dengannya adalah orang yang sesat atau semua orang di dunia ini tidak ada yang benar kecuali dirinya sendiri, terkadang mereka dengan pola pikir seperti ini terus-terusan hanya menuntut suatu kebenaran yang mereka yakini kebenarannya namun menyalahkan kebenaran lainnya. Kemudian terdapat contoh lain ketika seseorang memilih untuk bersikap "terlalu menghargai" terhadap perbedaan sampai bertoleransi di ambang batas wajar, hingga menyinggung akidah atau kepercayaan dirinya dan kepercayaan orang lain.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang menjadikan moderasi beragama menjadi suatu konsep yang sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, karena moderasi beragama dapat menjadi penengah diantara dua hal ekstrem, baik ekstrem yang bersifat positif maupun ekstrem yang bersifat negatif. Karena sesungguhnya segala sesuatu yang berlebihan itu sangat tidak baik untuk kehidupan kita.
Moderasi beragama merupakan sebuah cara pandang masyarakat dalam beragama yang harus dipandang secara tengah-tengah, tidak ekstrem ke kiri maupun ekstrem ke kanan. Penguatan moderasi beragama diatur oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui berbagai macam bentuk peraturan, melalui tulisan ini akan disampaikan dua sumber utama yang menjadi rujukan dalam proses penguatan praktik moderasi beragama di Indonesia yang diambil dari berbagai peraturan, diantaranya yang pertama adalah Peraturan Presiden RI Nomor 58 Tahun 2023 yang mengatur tentang penguatan moderasi beragama dengan menetapkan batasan dan istilah yang digunakan dalam pengaturannya, kemudian yang kedua terdapat pada Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2024 yang diharapkan dapat menjadi landasan yang kuat dalam melanjutkan penguatan moderasi beragama di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 sudah dijelaskan mengenai penerapan serta poin yang menjadi menjadi tolak ukur keberhasilan penguatan moderasi beragama, maka dibentuklah empat indikator moderasi beragama yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan akomodatif terhadap budaya lokal. Masih di dalam peraturan yang sama, Perpes No. 58 Th. 2023 juga menjelaskan pokok dari proses penguatan moderasi beragama adalah untuk menjaga kesehatan jiwa, menjunjung tinggi keadaban mulia, menghormati harkat martabat kemanusiaan, memperkuat nilai moderasi, mewujudkan perdamaian dan menghargai kemajemukan dengan menjaga kebebasan akal, kebebasan berekspresi, serta kebebasan beragama.
Terdapat berbagai bentuk definisi yang dapat menjelaskan makna sebenarnya dari moderasi beragama, definisi tersebut ada yang disampaikan oleh ahli, ulama dan juga secara langsung tercantum dalam peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Moderasi beragama juga menjadi suatu hal yang sangat penting karena mengingat kemajemukan masyarakat saat ini, menjadi sangat rawan apabila tidak adanya rasa saling menghormati, toleransi dan tidak berlebihan dalam segala sesuatu yang dapat memecah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderatio yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata tersebut juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni:
1. pengurangan kekerasan
2. penghindaran keekstreman
Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.
Dalam bahasa Inggris, kata moderation sering digunakan dalam pengertian average (rata-rata), core (inti), standard (baku) atau non-aligned (tidak berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika menghadapi orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan suatu instansi.
Sementara itu dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), i’tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai “pilihan terbaik”. Apa pun kata yang dipakai, semuanya mengartikan satu makna yang sama yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem. Menurut para pakar bahasa Arab, kata wasath itu juga memiliki arti “segala yang baik sesuai dengan objeknya”. Misalnya, kata “dermawan”, yang berarti sikap di antara kikir dan boros, atau kata “pemberani”, yang berarti sikap di antara penakut dan nekad serta masih banyak lagi contoh lainnya dalam bahasa Arab.
ADVERTISEMENT
Konsep moderasi beragama menjadi garis pemisah dua hal yang berseberangan. Penengah ini diklaim tidak membenarkan adanya pemikiran radikal dalam agama, serta sebaliknya tidak membenarkan juga upaya mengabaikan kandungan kitab suci sebagai pegangan utama. Oleh karena itu, konsep moderasi beragama ini lebih cenderung toleran serta tidak juga renggang dalam memaknai ajaran agama.
Kemudian selanjutnya yang menjadi pertanyaan, apakah menghargai perbedaan menjadi suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan? Tentu saja tidak.
Sebagai bangsa yang besar dan terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, enam agama resmi dan puluhan lainnya merupakan aliran kepercayaan tentu sudah menjadi kewajiban kita sebagai warga negara untuk terus menjaga persatuan dan kesatuan sebagai sesama warga negara. Menjaga persatuan dan bersikap menghargai perbedaan sejatinya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja melainkan sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai masyarakat terutama generasi muda untuk terus membiasakan kehidupan yang saling menghargai, bertoleransi dan tidak terus menerus memaksakan kehendak pribadi.
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya perbedaan itu merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa. Dengan adanya perbedaan diantara umat manusia kita telah disadarkan akan kehadiran Allah di kehidupan kita. Allah yang menciptakan perbedaan diantara setiap umat manusia, lantas kenapa manusia seakan menolak apa yang telah diciptakan-Nya?
Manusia terkadang terlalu semena-mena ketika hidup di dunia hingga sering menyalahkan orang lain hanya karena berbeda pemahaman padahal masih di dalam keyakinan yang sama. Selalu merasa benar hingga menyebut orang lain yang berbeda pemahaman dengannya merupakan orang yang sesat, merupakan bentuk dari cara pandang beragama yang ekstrem dan tidak dapat diterima. Sebagai manusia yang lemah di hadapan Tuhan, janganlah kita bersikap seolah-olah seperti Tuhan dengan terus menerus menghakimi orang lain yang berbeda pemahaman dengan kita sebagai orang yang sesat dan berdosa.
ADVERTISEMENT
Kita patut melakukan introspeksi diri serta berpikir dengan apa yang telah kita lakukan selama hidup di dunia ini, apakah cara kita berkomunikasi dengan orang lain sudah baik atau belum. Atau bahkan dengan kita berkomunikasi tersebut dapat mendatangkan dosa besar kepada diri kita sendiri karena tidak memikirkan perasaan orang lain apabila berbicara dengan mereka. Kita juga perlu memikirkan apakah selama kita ada di dunia ini, kita telah melakukan banyak kebaikan atau keburukan. Dari instrospeksi diri tersebut kedepannya kita diharapkan dapat menjadi manusia yang baik di hadapan sesama manusia serta di hadapan Tuhan ketika tiba masa penghakiman kelak.
REFERENSI
ADVERTISEMENT