Konten dari Pengguna

Budaya Ngopi di Kalangan Milenial, Pemborosan atau Tidak?

Farhan Kalyara Attar
Lulusan Jurusan Public Relations Universitas Brawijaya
25 Januari 2022 19:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farhan Kalyara Attar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kedai Kopi oleh Gopes (Instagram: isengan.cr) (Sudah izin ke pemilik gambar)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kedai Kopi oleh Gopes (Instagram: isengan.cr) (Sudah izin ke pemilik gambar)
ADVERTISEMENT
Mungkin sudah 10 tahun kebelakang ini coffee shop mulai bermunculan dan semakin ramai dinikmati oleh masyarakat. Baik itu untuk sekedar ngopi melepas penat, berkumpul bersama kerabat, maupun untuk keperluan bisnis.
ADVERTISEMENT
Pada masa pandemi ini, bahkan muncul tren baru yaitu "Work From Cafe" sebagai pengganti Work From Home. Para pegawai kantoran yang sudah mulai bosan untuk bekerja sendiri di rumah, melakukan pekerjaannya di coffee shop demi mendapatkan suasana baru.
Tidak hanya pekerja, kalangan mahasiswa beserta pelajar pun tidak jarang ditemukan di kedai kopi hanya untuk sebatas mengerjakan tugas online mereka. Tentunya diselingi dengan kegiatan nongkrong dan bercengkrama bersama kawan-kawannya.
Banyaknya penikmat kopi ini membuat usaha coffee shop semakin meluas dan merebak dimana-mana. Harga dan suasana yang ditawarkan pun beragam. Contohnya seperti di Jakarta. Harga rata-rata untuk segelas kopi susu berada dikisaran 25 sampai 40 ribu rupiah. Namun tidak jarang juga kita dapat menemuka kedai kopi yang menawarkan harga dibawah itu dengan rasa yang cukup enak.
ADVERTISEMENT
Biasanya, semakin mahal harga kopinya maka ada hal lain yang dijual oleh tempat kopinya. Baik itu suasana yang lebih nyaman, pembuatan kopi yang lebih profesional, maupun tempat kopi yang instagramable. Tidak dapat dipungkiri, coffee shop yang menawarkan banyak spot bagus untuk foto-foto cukup menarik minat masyarakat.
Ilustrasi Panacea Coffee & Eatery oleh Gopes (Instagram: isengan.cr)
Bisa dibilang, untuk kalangan milenial nongkrong di kedai kopi sudah menjadi budaya. Banyak kalangan milenial yang setiap harinya mendatangi tempat kopi hanya untuk bercengkrama bersama kerabatnya atau alasan lain.
Namun apakah kebiasaan untuk ngopi ini menjadi pemborosan? Menurut saya pribadi, jika nongkrong hanya untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup jelas itu merupakan pemborosan. Apalagi jika terlalu sering.
Untuk para pekerja yang terbiasa melakukan kegiatan work from cafe, mungkin setiap orang sudah memiliki jatah untuk jajan kopi tersebut. Tetapi jangan sampai kelewatan batas, harus dipikirkan lagi apakah work from cafe ini sepadan dengan gaji yang dihasilkan. Jangan sampai melebihi pengeluaran untuk kebutuhan primer.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu, bukan berarti kegiatan ngopi ini merupakan pemborosan yang hanya dapat dilihat dari sisi negatifnya. Bila kegiatan ngopi ini diselingi dengan obrolan bermanfaat, seperti contohnya merencanakan bisnis, maka bisa dibilang pengeluaran untuk berkumpul di kedai kopi sepadan dengan obrolan positif yang dihasilkan. Bisa pula dengan sering mendatangi berbagai kedai kopi, kita mendapatkan banyak relasi baru dari setiap kedai kopi tersebut. Baik itu relasi yang berasal dari internal kedai kopi tersebut maupun dari pengunjung lainnya. Karena tidak dapat dipungkiri, kedai kopi merupakan salah satu tempat yang sangat cocok untuk mencari relasi-relasi baru.
Pemborosan atau tidak kembali lagi kepada pribadi masing-masing. Jika memang dirasa tidak perlu untuk melakukan kegiatan di kedai kopi maka untuk apa memaksakan untuk ngopi. Apalagi jika tujuan anda hanya untuk memenuhi kebutuhan lifestyle atau untuk mengisi sosial media saja.
ADVERTISEMENT