Konten dari Pengguna

Pembatalan Sepihak Saat Transaksi Jual Beli (Perspektif Hukum Fiqih Muamalah)

Farhan Musyaffa
Saya adalah mahasiswa Universitas Pamulang fakultas Agama Islam jurusan ekonomi syariah, sekaligus alumni dari MA.Syekh Mubarok. lahir di Tangerang, 29 Desember 2005.
13 November 2024 14:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farhan Musyaffa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fikih Muamalah merupakan cabang ilmu dalam hukum Islam yang mengatur interaksi sosial dan transaksi ekonomi. Salah satu aspek penting dalam Fikih Muamalah adalah pengaturan hak dan kewajiban antara pembeli dan penjual, terutama dalam konteks pembatalan transaksi. Artikel ini akan membahas bagaimana Fikih Muamalah mengatur hak-hak pembeli dan penjual dalam kasus pembatalan transaksi.
Ilustrasi pembatalan transaksi,sumber: https://www.istockphoto.com/id/vektor/ilustrasi-vektor-konsep-abstrak-status-pesanan-gm1314752901-402899375
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembatalan transaksi,sumber: https://www.istockphoto.com/id/vektor/ilustrasi-vektor-konsep-abstrak-status-pesanan-gm1314752901-402899375
Pengertian Pembatalan Transaksi dalam Fikih Muamalah
ADVERTISEMENT
Pembatalan sepihak merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap ketentuan undang-undang atau suatu perbuatan yang melanggar kepatutan dan kehati-hatian yang harus diperhatikan dalam hubungan antar sesama manusia. Dalam Pasal 1266 KUHPerdata yang berbunyi “syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya”. Sehingga dalam suatu kesepakatan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada pengadilan.Pertimbangan lain yang menjadi alasan pembatalan perjanjian, jika pembatalan perjanjian terdapat kesewenang-wenangan untuk memanfaatkan posisi lemah (keadaan merugikan) pada pihak lain, maka termasuk perbuatan pembatalan sepihak.
Pembatalan transaksi, atau yang dikenal dengan istilah fasakh, dapat terjadi karena berbagai alasan, baik dari pihak penjual maupun pembeli. Dalam konteks ini, pembatalan dapat dilakukan secara sepihak atau berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Fikih Muamalah memberikan pedoman yang jelas mengenai situasi-situasi yang memungkinkan pembatalan dan konsekuensi hukum yang menyertainya. Pembatalan sepihak biasanya dilakukan oleh salah satu pihak tanpa persetujuan dari pihak lainnya. Dalam Fikih Muamalah, hal ini diperbolehkan jika penjual memberikan keridhaan atas pembatalan tersebut. Misalnya, jika seorang pembeli ingin membatalkan pesanan, ia harus mendapatkan persetujuan dari penjual agar tidak dianggap sebagai wanprestasi.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus di mana barang yang dipesan tidak sesuai atau mengalami kerusakan, pembeli berhak untuk membatalkan transaksi dan meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa transaksi harus didasarkan pada kerelaan kedua belah pihak, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an (Q.S. An-Nisa: 29) yang menekankan pentingnya kerelaan dalam setiap transaksi.
Pembatalan Berdasarkan Kesepakatan
Pembatalan juga dapat dilakukan melalui kesepakatan kedua belah pihak, dikenal sebagai al-Iqalah. Proses ini melibatkan pengakuan dari kedua belah pihak untuk membatalkan kontrak karena alasan tertentu, seperti penyesalan atau ketidakpuasan terhadap barang yang diterima.
Dalam hal ini, syarat-syarat tertentu harus dipenuhi:
1. Kesepakatan: Kedua belah pihak harus setuju untuk membatalkan transaksi.
2. Kondisi Barang: Barang yang menjadi objek transaksi harus masih utuh dan berada di tangan salah satu pihak.
ADVERTISEMENT
3. Tanpa Penambahan Harga: Tidak ada biaya tambahan yang dikenakan di luar harga pokok.
Hak Pembeli dan Penjual dalam Pembatalan
Hak Pembeli
• Membatalkan Transaksi: Pembeli berhak untuk membatalkan transaksi jika barang tidak sesuai dengan deskripsi atau mengalami kerusakan.
• Mendapatkan Ganti Rugi: Jika terjadi kesalahan dari pihak penjual, pembeli berhak atas ganti rugi atau penggantian barang.
Hak Penjual
• Menerima Pembayaran: Penjual berhak untuk menerima pembayaran penuh jika pembatalan dilakukan tanpa persetujuan.
• Mengembalikan Uang Muka: Dalam kasus pembatalan yang disetujui, penjual wajib mengembalikan uang muka jika ada kesepakatan untuk melakukannya.
Fikih Muamalah memberikan kerangka hukum yang jelas bagi interaksi antara pembeli dan penjual, terutama dalam hal pembatalan transaksi. Dengan adanya aturan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, diharapkan dapat menciptakan suasana perdagangan yang adil dan transparan. Penting bagi kedua belah pihak untuk memahami ketentuan-ketentuan ini agar dapat menghindari perselisihan dan memastikan bahwa setiap transaksi dilakukan dengan penuh kerelaan dan keadilan.
ADVERTISEMENT