Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Berkenalan dengan Mas Marco Kartodikromo, Pendiri Indlandische Jurnalisten Bond
30 April 2020 7:56 WIB
Tulisan dari Farhan Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Awal abad 20, praktik pendidikan gaya barat adalah tanda dari dilaksanakannya politik etis. Di masa politik etis, merupakan sebuah kesempatan bagi para priyai kelas bawah untuk mengenyam pendidikan gaya barat. Mas Marco Kartodikromo atau yang dikenal dengan nama Mas Marco merupakan seorang anak priyai rendahan yang hanya bisa menamatkan pendidikan sampai Ongko Loro (Sekolah terendah pada zaman itu).
ADVERTISEMENT
Ketiadaan biaya untuk mengenyam pendidikan lanjut membuat Marco legowo dengan nasibnya. Namun hal itu justru membuat Marco lebih bersemangat mencari pengetahuan. Hingga dikemudian hari mempengaruhi kepribadian Marco yang secara tegas menolak sistem kasta di tengah masyarakat Hindia Belanda.
Marco kemudian tumbuh dewasa. Menarik, meskipun tegas menolak sistem kasta di Hindia Belanda, khususnya wilayah Jawa, dalam kesehariannya Marco justru berpakaian seperti seorang bangsawan Belanda. Mengenakan setelan jas, ia berpakaian cukup necis.
Berpenampilan seperti seorang Belanda merupakan upaya Marco dalam meyuarakan pemikirannya dan menarik simpati massa. Bagi Marco, siapa pun berhak mengenakan apa pun. Sebuah resistensi atas peraturan pemerintah Hindia Belanda dimana pakaian ala bangsawan Eropa hanya diperuntukkan untuk masyarakat Eropa saja.
ADVERTISEMENT
Seseorang dapat didengar jika memiliki pengaruh, sementara pengaruh besar dimiliki orang-orang di kalangan bangsawan. Sederhana nya, berpenampilan seperti bangsawan agar Marco dapat didengar suara dan diterima pemikirannya. Selain itu, juga merupakan kritik nya terhadap pembagian kelas.
Pada tahun 1914 ia mendirikan Inlandische Jurnalisten Bond (IJB), dengan surat kabar Doenia Bergerak sebagai motor penggeraknya. Marco menuangkan pemikirannya ke dalam surat kabar tersebut, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai lingua franca. Penggunaan bahasa melayu juga sebagai antitesis dari penggunaan bahasa Belanda yang cenderung elitis.
Perjuangannya dalam bidang pers adalah untuk membela rakyat kecil yang tertindas. Marco juga menuntut persamaan hak terhadap masyarakat pribumi. Tulisan dan pemikiran Marco yang tertuang dalam surat kabar itu ditunjukkan langsung kepada priyai atas dan pemerintahan Hindia Belanda. Marco mengkritik dengan lantang pemerintahan Hindia Belanda atas sistem pembagian kasta yang sangat lekat.
ADVERTISEMENT
Dikarenakan sangatlah sedikit pribumi yang sudah melek huruf, tulisan-tulisan Marco biasanya dibacakan langsung oleh seorang relawan ditengah-tengah masyarakat kecil yang sedang berkumpul. Tulisan-tulisan Marco jelas ditunjukkan langsung kepada priyai atas agar terbuka pemikiran mereka membantu rakyat kecil.
Suka atau tidak, Marco adalah seorang sosialis. Ciri khas yang membedakan Marco dengan tokoh-tokoh sosialis lain adalah pemikiran nya yang kental akan pertentangan kebudayaan. Sepak terjangnya dari organisasi ke organisasi tidak membuat sikap dan prinsip nya yang non-kooperatif terhadap pemerintahan Hindia Belanda goyah. Bagi Marco, tidak ada yang lebih penting selain upaya membangkitkan semangat nasionalisme masyarakat pribumi Hindia Belanda.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Referensi :
ADVERTISEMENT
Agung Dwi Hartanto. DOENIA BERGERAK: Keterlibatan Mas Marco Kartodikromo di Zaman Pergerakan (1890-1932).