Rupiah yang 'Sial', Depresiasi Dipukul Sentimen Eksternal

Farhan Nugraha
Netfid Indonesia, PB PMII
Konten dari Pengguna
20 April 2024 23:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farhan Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Berdasar pantauan Jisdor, mata uang rupiah terdepresiasi ke level Rp 16.280/USD dalam penutupan perdagangan Jumat (19/4/2024). Sumber: Bank Indonesia.
zoom-in-whitePerbesar
Berdasar pantauan Jisdor, mata uang rupiah terdepresiasi ke level Rp 16.280/USD dalam penutupan perdagangan Jumat (19/4/2024). Sumber: Bank Indonesia.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wacana publik diramaikan dengan anjloknya mata uang rupiah yang menembus angka Rp 16.000/USD. Bahkan terdapat sejumlah pemberitaan yang mengaitkan situasi saat ini mirip dengan krisis moneter pada tahun 1998 lalu. Lantas sebenarnya, apa yang terjadi dengan rupiah?
ADVERTISEMENT
Rupiah seperti mengalami kesialan dalam beberapa waktu ke belakang. Usai berhasil keluar dari tekanan sentimen domestik seperti pemilu, mata uang rupiah justru terus mengalami tren depresiasi.
Dalam satu pekan terakhir, rupiah dipukul sejumlah sentimen eksternal yang membuat nilai tukar (kurs) mata uang Garuda tersebut semakin anjlok di hadapan indeks dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasar pantauan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), mata uang rupiah terdepresiasi ke level Rp 16.280/USD dalam penutupan perdagangan Jumat (19/4/2024).
Rupiah Tembus Rp 16.000 per dolar AS
Pasar keuangan domestik sempat libur panjang pada tanggal 6 - 15 April 2024 dalam rangka cuti bersama menyambut Hari Raya Idulfitri 2024. Dan dalam rentang waktu tersebut, publik diramaikan dengan pergerakan nilai tukar rupiah yang merosot menembus Rp 16.000/USD.
ADVERTISEMENT
Untuk diketahui saat pasar keuangan domestik mengalami libur, nilai tukar yang mengalami pergerakan adalah non-deliverable forward (NDF). NDF sendiri merupakan instrumen keuangan derivatif yang digunakan untuk hedging terhadap pergerakan nilai tukar antara dolar AS dan rupiah.
Sementara itu NDF 1 bulan untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini berada pada posisi Rp 16.148. Meski demikian NDF sebenarnya tidak mencerminkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam perdagangan spot.
Namun kekhawatiran pasar memaksa rupiah anjlok dalam hari pertama pembukaan perdagangan spot, Selasa (16/04/2024). Dilansir dari Yahoo Finance, usai libur lebaran rupiah dibuka anjlok 2,27% ke level Rp 16.199/USD. Reaksi pasar memaksa rupiah mengikuti pergerakan NDF nilai tukar terhadap dolar AS.
ADVERTISEMENT
Perlu dicatat ialah setidaknya dalam satu dekade terakhir, rupiah selalu mengalami tren depresiasi usai libur panjang cuti bersama Hari Raya Idulfitri. Dilansir dari analisis PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dalam 7 kali hari perdagangan usai libur lebaran rata-rata rupiah melemah 0,44% apabila dibandingkan nilai tukar sebelum hari raya.
Konflik Iran-Israel, Meningkatkan Eskalasi Geopolitik Timur Tengah
Di saat indeks dolar AS terus menguat, rupiah kembali mengalami kesialan akibat dampak dari serangan tak terduga Iran kepada Israel yang praktis meningkatkan eskalasi ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Iran melancarkan serangan pesawat nirawak (drone) dan rudal ke pangkalan militer Israel pada Minggu (14/4/2024) malam waktu setempat atau Senin (15/4/2024) pagi WIB. Teheran mengkonfirmasi hal tersebut dilancarkan sebagai balasan atas serangan rudal Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, Suriah pada 1 April 2024.
ADVERTISEMENT
Serangan tidak terduga tersebut dipandang sejumlah investor meningkatkan permintaan terhadap safe haven dolar AS. Hal tersebut tentu semakin menggerus nilai tukar rupiah dalam perdagangan spot.
Usai meningkatnya eskalasi geopolitik di Timur Tengah, rupiah terus mengalami depresiasi. Berdasar pantauan Jisdor, rupiah menyentuh angka Rp 16.176/USD pada Selasa (16/4/2024). Kemudian rupiah anjlok 64 poin ke level Rp 16.240/USD dalam penutupan perdagangan Rabu (17/4/2024).
Saat Amerika Serikat (AS) menekan Israel agar tidak membalas serangan Iran tersebut, mata uang rupiah sempat mengalami rebound dalam penutupan perdagangan Kamis (18/4/2024). Dalam pantauan Jisdor, rupiah menguat 63 poin ke level Rp 16.177/USD.
Pasar sempat optimistis rupiah akan bergerak menguat untuk keluar dari angka Rp 16.000/USD. Didukung fundamental ekonomi domestik yang solid, rupiah diprakirakan tidak akan menembus Rp 16.000/USD apabila tidak mengalami masa libur panjang cuti bersama Hari Raya Idulfitri.
ADVERTISEMENT
Namun kesialan kembali datang usai Israel disinyalir melancarkan serangan balasan ke wilayah Iran. Pada pagi hari (19/4) WIB atau malam (18/4) waktu setempat terjadi ledakan di Iran, Suriah dan Irak.
Dilansir dari CBS dan ABC News, ledakan tersebut berasal dari hantaman rudal sebagai balasan Israel atas aksi Iran akhir pekan lalu. Ketegangan tersebut membuat hampir seluruh mata uang global mengalami depresiasi, termasuk rupiah.
Dalam penutupan perdagangan akhir pekan, Jumat (19/4/2024) rupiah anjlok ke level Rp 16.280/USD berdasar pantauan Jisdor.
Fed Fund Rate Higher-for-Longer
Selain meningkatnya eskalasi geopolitik di kawasan Timur Tengah akibat konflik Iran-Israel, rupiah telah terlebih dahulu ditekan oleh semakin tingginya indeks dolar yang didorong rezim kebijakan suku bunga tinggi Federal Reserve.
ADVERTISEMENT
Rupiah dan mata uang Asia lainnya anjlok usai komentar Presiden Fed Minneapollis, Neel Kashkari, yang menyebutkan pemangkasan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate tidak akan terjadi setidaknya hingga tahun 2025. Kemudian komentar dari Presiden Fed New York John Williams yang mengatakan tidak ada kebutuhan mendesak untuk memangkas Fed Fund Rate saat ini.
Dilansir dari analisis PT Bank Permata Tbk (BNLI), sepanjang minggu ini nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 2,52% week-to-week. Melemahnya rupiah didorong oleh sentimen rilis beberapa data indikator yang menunjukkan fundamental ekonomi AS tercermin solid. Sementara pada bulan ini, rupiah terdepresiasi sebesar 2,46% month-to-date, dan jika dibandingkan dengan penutupan akhir tahun lalu rupiah sudah melemah sebesar 5,28% year-to-date.
ADVERTISEMENT
Dalam Federal Open Market Committee (FOMC) akhir Maret lalu, The Fed kembali mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 5,25%-5,50% pada Rabu (20/3) waktu AS.
Untuk mencegah depresiasi semakin anjlok sehingga menyebabkan krisis rupiah, pemerintah dituntut untuk menerapkan kebijakan moneter dan fiskal yang pruden demi menjaga kepercayaan pasar terhadap mata uang Garuda.
Pada sektor moneter, suku bunga acuan atau BI Rate dapat dipertahankan agar menarik minat pasar. Selain itu BI dapat melakukan intervensi terhadap pasar valas lebih cepat.
Sedangkan pada sektor fiskal, pemerintah dituntut untuk mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri (ULN). Rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) harus ditekan di bawah angka 30%. Dan tentunya, efisiensi alokasi pemanfaatan APBN agar lebih berdampak terhadap pertumbuhan perekonomian nasional.
ADVERTISEMENT