Konten dari Pengguna

Marketing Politik Puan Maharani sang Kepak Sayap Kebhinekaan

Farhan Qudratulloh Ginanjar
Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang dan Ketua Umum PW Hima Persis Jawa Tengah. Seorang Pembelajar sepajang hayat yang tertarik terhadap isu hukum, politik, ekonomi, peradaban dan pendidikan.
22 Agustus 2021 8:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farhan Qudratulloh Ginanjar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Freepik
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini di berbagai daerah sedang ramai pemasangan baliho yang menampilkan figur politik Puan Maharani dengan menyertakan "Kepak Sayap Kebhinekaan" pada bagian baliho atau dalam versi lain menampilkan sebuah kalimat bijak berupaBarangsiapa yang ingin mutiara, harus berani terjun ke lautan terdalam”. Dengan adanya pemasangan baliho tersebut masyarakat menduga bahkan yakin bahwa Puan Maharani sedang mengenalkan dirinya ke hadapan publik untuk bertarung pada perhelatan politik Pemilihan Presiden pada tahun 2024.
ADVERTISEMENT
Baliho-baliho tersebut menjadi bukti konkret keseriusan PDIP untuk mengusung Puan Maharani menuju kontestasi Pilpres 2024. Sebelum adanya alat peraga kampanye tersebut, pemasaran sosok Puan Maharani sudah di mulai sejak adanya kisruh elite PDIP terhadap Ganjar Pranowo dengan tidak diundangnya Ganjar pada pertemuan yang diselenggarakan oleh PDIP. Posisi Puan Maharani semakin kuat menjadi kandidat Capres dengan hadirnya baliho-baliho yang berlatar Puan Maharani dengan branding yang dia pakai.
Dalam politik, untuk bertarung dalam kontestasi pemilu baik Pileg maupun Pilpres perlu membaca pasar politik ataupun pasar pemilih yang akan dijadikan objek kampanye. Istilah untuk menganalisis potensi tersebut adalah Marketing Politik. Walaupun bisnis dan politik menggunakan istilah tersebut namun aksiologisnya berbeda, menurut Firmanzah dalam bukunya Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, pada marketing bisnis ada empat konsep yang digunakan yang berfungsi untuk meraih pangsa pasar dengan melihat kepada product, price, promotion dan place atau disingkat 4P.
ADVERTISEMENT
Konsep 4P ini digunakan untuk produk komersial dengan pangsa pasar terbatas sementara marketing politik menerapkan konsep 4P untuk produk politik yang mempunyai karakteristik berbeda dengan produk komersial serta melihat pada pangsa pasar yang luas, pangsa pasar yang dimaksudkan di sini adalah perolehan suara terbanyak partai politik atau kandidat pemimpin melalui pilihan massa.
Baliho Puan Maharani 'Kepak Sayap Kebhinekaan' di sejumlah titik di DIY, Jumat (6/8). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Dalam memasarkan sosok Puan Maharani, sedikit dan banyaknya pemilih tergantung dengan citra tokoh yang akan dibangun. Salah satu cara untuk meningkatkan citra tokoh dengan membuat branding yang dapat disematkan kepada tokoh tersebut, dalam hal ini yaitu Puan Maharani. Branding yang digunakan Puan untuk memasarkan dirinya adalah "Kepak Sayap Kebhinekaan". Branding tersebut merupakan komunikasi politik yang sedang dibangun oleh Puan untuk memberikan pesan kepada publik bahwa dia adalah sosok yang akan menjaga keutuhan kebhinekaan di NKRI, komunikasi tersebut adalah pesan yang akan mengikat persepsi publik dalam memandang sosok Puan Maharani dan mendukung segala tujuan yang akan dicapainya dalam menghadapi kontestasi Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
Nampaknya, branding "Kepak Sayap Kebhinekaan" merupakan antitesa terhadap julukan Puan sebelumnya yang sempat viral yaitu "The Queen of Ghosting". Dengan adanya baliho bergambar Puan, diharapkan mampu mengikis persepsi negatif publik terhadap sosok Puan Maharani yang selama ini dikenal sebagai ketua DPR-RI yang meloloskan produk legislasi yang tidak mencerminkan keinginan rakyat. Kesuksesan branding yang digunakan oleh Puan Maharani akan tergantung kepada komunikatornya, yaitu dirinya sendiri dan pendukungnya untuk membangun citra Puan yang baik di mata publik.
Walaupun sosok Puan Maharani adalah sosok kontroversial dalam persepsi masyarakat, karena dipandang tidak memiliki prestasi mencolok sebagai figur politik yang pernah menjabat sebagai Menteri kabinet dan sedang mejalani peran sebagai Ketua DPR-RI. Namun, hal tersebut bukan halangan baginya untuk maju dalam persaingan perebutan kursi RI-1 pada tahun 2024. Kepercayaan diri Puan terbangun dengan adanya basis pemilih konstituen yang dimiliki oleh PDIP selaku partai penguasa. Perlu diketahui, pendukung atau masyarakat pemilih dalam marketing politik, disandarkan kepada dua orientasi yaitu police problem solving yang menekankan aspek kognitif dan ideology yang menekankan aspek afektif dan emosi. Berdasarkan pada kedua orientasi di atas maka tipe pemilih dibagi menjadi empat kategori, yaitu pemilih rasional, pemilih kritis, pemilih tradisional, dan pemilih skeptis.
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, saat ini PDIP adalah partai dengan basis pemilih tradisional ataupun konstituen yang besar. Hal ini dapat kita lihat, walaupun partai PDIP banyak dipandang negatif dengan kasus korupsinya tetapi hal tersebut tidak menjadi penghalangan kemenangan PDIP dalam dua pemilu terakhir. Salah satu faktor kemenangan tersebut adalah adanya pendukung konstituen partai yang besar. Sehingga Puan akan mencoba untuk memanfaatkan privilege sebagai ketua umum partai guna mengumpulkan kekuatan politik menuju Pilpres 2024.
Jika kita lihat strategi Puan menuju Pilpres 2024 terdapat beberapa strategi pemasaran yaitu strategi pengalaman dari jenjang karier, strategi komunikator politik, strategi membangun jaringan konstituen, strategi saluran komunikasi dan strategi pengemasan pesan. Tetapi walaupun strategi-strategi tersebut sudah dilakukan oleh Puan tetap saja tidak mendongkrak elektabilitasnya dalam berbagai survei.
ADVERTISEMENT
Pada survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dalam www.tempo.com pada bulan april mencatat elektabilitas Puan hanya 1,7 persen sangat tertinggal jauh dari kompetitor lainnya yaitu Prabowo Subianto dengan 13,1 persen, Anies Baswedan 13,1 persen dan Ganjar dengan 12 Persen. Bahkan, tidak hanya kalah dalam pemilih yang sifatnya acak (konstituen dan partisan), pada pemilih konstituen saja seperti yang dicatat oleh Charta Politika dalam www.merdeka.com posisi Puan yang pada dasarnya adalah pimpinan dari PDIP kalah oleh sosok Ganjar Pranowo dan Tri Rismaharini dengan hanya memperoleh 0,9 persen suara konstituen tersebut.
Elektabilitas yang rendah menandakan bahwa strategi pemasaran yang selama ini dilakukan oleh Puan dan simpatisannya belum sukses untuk mendapatkan perhatian dalam pasar politik menuju 2024. Padahal, marketing yang sepatutnya dilakukan guna mendongkrak elektabilitasnya menuju 2024 sebaiknya sebagai pimpinan DPR-RI dan pimpinan partai penguasa parlemen, mampu menghadirkan produk legislasi yang menjawab kebutuhan rakyat serta meningkatkan fungsi kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Apalagi pada masa pandemi Covid-19 yang terjadi sekarang, DPR-RI yang dipimpin oleh Puan Maharani diharapkan untuk menghasilkan produk legislasi yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat di era pandemi dan meningkatkan pengawasannya terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi. Dengan menghasilkan produk legislasi yang baik serta peran aktifnya dalam mengontrol pemerintah setidaknya stigma negatif terhadapnya mampu secara perlahan memudar dalam diri Puan.
ADVERTISEMENT
Oleh Farhan Qudratuloh Ginanjar, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.