Konten dari Pengguna

Jemput Jodoh dengan Pacaran

FARHAN SHADIK
Mahasiswa UIN syarif Hidayatullah Jakarta
25 Oktober 2021 11:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FARHAN SHADIK tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pacaran. https://images.app.goo.gl/VGgFsPdbZ1yJS5te7
zoom-in-whitePerbesar
pacaran. https://images.app.goo.gl/VGgFsPdbZ1yJS5te7
ADVERTISEMENT
Orang yang mau nikah punya cara dalam menjemput jodohnya, cara yang paling mainstream yang ada di tengah masyarakat adalah pacaran. Cara yang satu ini dianggap cukup membuat seseorang mengenali calonnya dengan baik. Dengan pacaran mereka bisa lebih dekat, bahkan saking dekatnya sampai hamil. Apakah benar pacaran yang tepat untuk menjemput jodoh?
ADVERTISEMENT
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; atau berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; atau menjadikan dia sebagai pacar. Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut (hal. 542) adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.
Dari pengertian pacaran tersebut jelas bahwa pacaran merupakan hubungan percintaan sepasang insan yang tidak didasari oleh yang namanya pernikahan, inilah yang dilarang oleh Allah SWT. Allah pencipta dan pengatur kita semua yang paling paham mengenai pelarangan itu. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-isra 32 :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا 32.
ADVERTISEMENT
"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk."
Aktivitas mendekati zina itu, salah satunya adalah pacaran. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia dibekali Allah dengan naluri, salah satunya naluri nau’, yang membuat seseorang tertarik dengan lawan jenisnya. Naluri ini berfungsi untuk melanjutkan keturunan, sengaja Allah berikan agar manusia tak punah. Karena fungsi tersebut, wajar apabila laki-laki dan perempuan yang saling tertarik, kemudian di beri ruang untuk sering berdua, akan terjerumus kepada kemaksiatan. Ketertarikan kepada lawan jenis dalam Islam tidak mengenal pacaran, yang ada ta’aruf dan pacaran bukanlah ta’aruf. Islam mengajarkan ta’aruf, khitbah dan menikah. Bagi yang sudah siap maka segeralah menikah, namun bagi yang belum siap maka berpuasalah.
ADVERTISEMENT
Penelitian menujukan bahwa laki-laki yang telah pacaran 3 tahun, tak mungkin mencukupkan diri dengan berpegangan tangan, rasa penasaran akan membuatnya melakukan hal yang lebih jauh lagi. Wanita apabila telah suka, akan melakukan apa pun demi yang disukainya. Pacaran tidak selalu berujung kepada zina, tapi perzinaan bermula dari pacaran.
Dikutip dari KOMPAS.COM bahwa 62,7% remaja SMP di Indonesia tidak perawan, karena aktivitas pacaran ini. Apakah pacaran berujung kepada pernikahan? Faktanya tidak, banyak yang berakhir putus bahkan setelah terenggut kehormatannya. Dari sini, bisa timbul kemaksiatan lain, seperti aborsi, pembuangan bayi, dan pembunuhan pacar oleh pacarnya sendiri. Setan memang paling bisa menggoda manusia, dari yang awalnya meremehkan laranagn pacaran yang sampai berakhir pada kemaksiatan. Apabila pacaran berhasil sampai pernikahan, apakah rumah tangga itu akan barokah ?
ADVERTISEMENT
Barokah itu ziadatul khoir (bertambahnya kebaikan). Barokah itu berasal dari Allah, segala sesuatu yang diawali dengan melanggar aturan Allah akan jauh dari barokah, kecuali mereka bertaubat. Jadi, mereka yang sudah biasa meremehkan aturan Allah sebelum nikah, pasti akan begitu juga setelah nikah, jadi wajar apabila ada kasus cek cok karena hal sepele, seperti tidak mau mengalah, tidak memenuhi kewajiban sebagai suami istri, bahkan perselingkuhan tentu kita tidak ingin mengalami hal demikian.
Sayangnya kita saat ini hidup dalam sistem sekuler, yang mana agama dipisahkan dari kehidupan, contohnya dalam hal bergaul antar lawan jenis yang sudah tidak peduli dengan halal dan haram. Sejak lahir remaja terbiasa diatur oleh sistem sekuler, sehingga untuk memutuskan pilihan-pilihan yang sebenarnya bisa dibuat sendiri remaja juga sekuler, tanpa ada rasa bersalah, remaja jauh dari pemahaman Islam yang benar. Karena pemahaman yang kurang, ketakwaan pun kurang, gampang terjerumus kepada kemaksiatan, apalagi masyarakat sekuler tidak kondusif buat keimanan mereka. Otput generasi yang dihasilkan ya seperti ini, yang bangga dengan kemaksiatan termasuk pacaran. Paradigma yang berkembang dalam masyarakat bahwa boleh pacaran asalkan tidak melakukan hal-hal yang dilarang. Pacaran itu keren menandakan kita laku. Hidup tanpa pacaran itu kering, kalau tidak punya pacar malah dibilang ngenes. Generasi yang tak paham Islam akan terdorong buat pacaran. Ini semua, tak terlepas dari Negara sekuler yang melepaskan tanggung jawabnya untuk mencerdaskan warga negaranya. Pendidikan yang diberikan berbasis sekuler, semakin tinggi ilmu dunianya tidak menjamin baik juga agamanya, kadang malah mengagung-agungkan akalnya sendiri untuk mengambil hukum.
ADVERTISEMENT
Bahkan atas nama keuntungan, Negara membiarkan media menyajikan tayangan yang menyajikan naluri nau’. Rangsangan ini berasal dari faktor luar, bisa berupa pemikiran atau fakta yang didapat dari tontonan percintaan yang sekarang gencar ditayangkan di media-media masa. Bagaimana generasi tidak terangsang untuk memenuhi naluri Nau’nya, apabila tidak siap nikah maka mereka berpacaran dulu, mau nikah ya pacaran dulu, yang secara tak langsung di ajarkan oleh media.
Apabila kita tidak mau terarus aliran sekuler yang jelas merusak itu, kita harus memahami Islam secara sempurna. Pemahaman ini bisa kita dapat dilakukan bersama guru dan kelompok dakwah yang membuat kita menjadi individu yang berkepribadian Islam. Sembari mengaji, kita juga harus memperbaiki Islam dengan berdakwah, jadilah duta Islam yang menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, seperti Rasulullah dan para sahabat.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, pacaran dengan arti meminang atau melamar dalam upaya mencari jodoh untuk mencapai jenjang pernikahan dalam Islam diperbolehkan. Karena kesempatan seorang muslim untuk melihat wajah dan telapak tangan wanita lain yang bukan muhrim hanya pada saat khitbah, tidak pada waktu lainnya. Demikianlah dalil dalam AtTahdzib fi Adillati Matnil Ghayah wat Taqrib. Oleh karena itu, segala bentuk pacaran tidak boleh dibolehkan kecuali pacaran dalam arti khitbah yang membolehkan laki-laki hanya memandang wajah dan telapak tangan perempuan.