Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Dampak Negatif Media Sosial Terhadap Kelangsungan Hidup
28 Desember 2021 15:58 WIB
Tulisan dari farhat faqih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Media sosial merupakan sebuah jejaring yang dirancang untuk menyalurkan silaturahmi dan informasi lebih cepat secara online. Di dalam dunia modern seperti saat ini, media sosial memegang kendali yang sangat besar untuk kelangsungan ruang sosial manusia. Dikutip dari riset Wearesosial Hootsuite pada bulan Januari 2021, tercatat 61,8% atau 170 juta populasi manusia di Indonesia memiliki akun media sosial, dan jumlah itu akan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Hal ini menandakan bahwa media sosial telah digemari oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Berselancar di media sosial memang seperti bermain di dalam dunia fantasi. Semua konten yang ada di dalamnya bisa dijadikan referensi.
Namun demikian media sosial pun tidak bisa lepas dari sisi negatif. Seperti tercatat dalam jurnal JAMA Psychiatry yang mengungkapkan bahwa pada usia remaja yang selalu aktif bermain media sosial melebihi tiga jam per hari dapat beresiko sangat tinggi terkena masalah mental, hal ini dapat terjadi karena secara tidak sadar media sosial bisa menjadi ajang untuk mempamerkan kelebihan diri sehingga hal itu akan berdampak kepada penyandingan diri sendiri dengan orang lain.
Tidak hanya kesehatan mental, dampak yang bisa ditimbulkan dari keseringan bermain media sosial adalah kekacauan dalam berpikir. Seperti dikutip dari riset Case Western Reserve School of Medicine yang mengungkapkan penelitiannya bahwa remaja yang terlalu sering bermain media sosial akan berdampak buruk terhadap pola pikir, seperti tidak mau pikir panjang, mengambil tindakan yang sembrono, dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat menjadi masalah besar untuk kelangsungan hidup.
Saya adalah salah satu contoh kasus yang pernah merasakan bagaimana kesehatan mental dan pikiran saya diombang-ambingkan oleh media sosial. Popularitas menjadi tolak ukur kepribadian, kehilangan jati diri yang sesungguhnya, dan menjadi malas berpikir. Saya sadar kesehatan mental dan pikiran saya mulai menurun akibat terlalu sering bermain media sosial. Saya mencoba untuk memberi batas bermain media sosial dengan cara menonaktifkan notifikasi dan memberi batasan waktu.
Kesadaran untuk bisa mengontrol diri terhadap penggunaan media sosial sangat penting untuk dilakukan, karena hal ini dapat menunjang kesehatan mental dan pikiran dalam menjalani hidup yang lebih baik dan lebih nyata.
Mengatur waktu bermain media sosial dapat dijadikan solusi untuk membatasi diri agar tidak kecanduan. Seperti dikutip dari riset seorang psikolog asal California, Philips Chusman mengemukakan bahwa sebaiknya bermain media sosial tidak dilakukan selama berjam-jam, ia menganjurkan untuk membatasi dengan setengah jam sampai satu jam perharinya.
Keberhasilan saya mengontrol media sosial dipengaruhi oleh kesadaran terhadap kesehatan mental dan pikiran. Saat ini kesehatan mental dan pikiran saya telah berangsur-angsur membaik. Saya sudah bisa menerima diri saya dengan apa adanya, tidak lagi membanding-bandingkan dengan orang lain, dan saya dapat menikmati hidup dengan lebih harmonis bersama orang-orang di sekitar saya.
Dengan menggunakan media sosial secara bijak kita akan bisa terhindar dari gangguan mental dan pikiran yang dapat mengganggu kelangsungan hidup. Orang yang bisa mengontrol diri dalam bermain media sosial dipastikan hidupnya lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang terlalu sering bermain media sosial.
Media sosial dapat berdampak positif bila kita bisa mengendalikannya dengan baik atau sebaliknya akan berdampak negatif bila kita sudah keseringan memainkannya.
Media sosial merupakan sebuah jejaring yang dirancang untuk menyalurkan silaturahmi dan informasi lebih cepat secara online. Di dalam dunia modern seperti saat ini, media sosial memegang kendali yang sangat besar untuk kelangsungan ruang sosial manusia. Dikutip dari riset Wearesosial Hootsuite pada bulan Januari 2021, tercatat 61,8% atau 170 juta populasi manusia di Indonesia memiliki akun media sosial, dan jumlah itu akan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Hal ini menandakan bahwa media sosial telah digemari oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Berselancar di media sosial memang seperti bermain di dalam dunia fantasi. Semua konten yang ada di dalamnya bisa dijadikan referensi.
Namun demikian media sosial pun tidak bisa lepas dari sisi negatif. Seperti tercatat dalam jurnal JAMA Psychiatry yang mengungkapkan bahwa pada usia remaja yang selalu aktif bermain media sosial melebihi tiga jam per hari dapat beresiko sangat tinggi terkena masalah mental, hal ini dapat terjadi karena secara tidak sadar media sosial bisa menjadi ajang untuk mempamerkan kelebihan diri sehingga hal itu akan berdampak kepada penyandingan diri sendiri dengan orang lain.
Tidak hanya kesehatan mental, dampak yang bisa ditimbulkan dari keseringan bermain media sosial adalah kekacauan dalam berpikir. Seperti dikutip dari riset Case Western Reserve School of Medicine yang mengungkapkan penelitiannya bahwa remaja yang terlalu sering bermain media sosial akan berdampak buruk terhadap pola pikir, seperti tidak mau pikir panjang, mengambil tindakan yang sembrono, dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat menjadi masalah besar untuk kelangsungan hidup.
Saya adalah salah satu contoh kasus yang pernah merasakan bagaimana kesehatan mental dan pikiran saya diombang-ambingkan oleh media sosial. Popularitas menjadi tolak ukur kepribadian, kehilangan jati diri yang sesungguhnya, dan menjadi malas berpikir. Saya sadar kesehatan mental dan pikiran saya mulai menurun akibat terlalu sering bermain media sosial. Saya mencoba untuk memberi batas bermain media sosial dengan cara menonaktifkan notifikasi dan memberi batasan waktu.
Kesadaran untuk bisa mengontrol diri terhadap penggunaan media sosial sangat penting untuk dilakukan, karena hal ini dapat menunjang kesehatan mental dan pikiran dalam menjalani hidup yang lebih baik dan lebih nyata.
Mengatur waktu bermain media sosial dapat dijadikan solusi untuk membatasi diri agar tidak kecanduan. Seperti dikutip dari riset seorang psikolog asal California, Philips Chusman mengemukakan bahwa sebaiknya bermain media sosial tidak dilakukan selama berjam-jam, ia menganjurkan untuk membatasi dengan setengah jam sampai satu jam perharinya.
Keberhasilan saya mengontrol media sosial dipengaruhi oleh kesadaran terhadap kesehatan mental dan pikiran. Saat ini kesehatan mental dan pikiran saya telah berangsur-angsur membaik. Saya sudah bisa menerima diri saya dengan apa adanya, tidak lagi membanding-bandingkan dengan orang lain, dan saya dapat menikmati hidup dengan lebih harmonis bersama orang-orang di sekitar saya.
Dengan menggunakan media sosial secara bijak kita akan bisa terhindar dari gangguan mental dan pikiran yang dapat mengganggu kelangsungan hidup. Orang yang bisa mengontrol diri dalam bermain media sosial dipastikan hidupnya lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang terlalu sering bermain media sosial.
Media sosial dapat berdampak positif bila kita bisa mengendalikannya dengan baik atau sebaliknya akan berdampak negatif bila kita sudah keseringan memainkannya.