Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Urgensi Perjanjian Pranikah
20 November 2022 11:39 WIB
Tulisan dari Farid Al Qausar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernikahan adalah proses pengikatan janji suci antara kaum laki-laki dan perempuan. Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan.
ADVERTISEMENT
Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, setelah berumah tangga banyak permasalahan-permasalan yang muncul, seperti ketidak cukupan nafkah, kekerasan dalam rumah tangga(KDRT), perselingkuhan, dan lainnya. Karena sejatinya menikah itu adalah menyatukan 2 pribadi yang berlainan sifat, jenis, dan pandangan. Dari pernyataan tersebut muncul sebuah pertanyaan, bagaimana caranya menyelesaikan permasalahan perbedaan tersebut dengan baik, sehingga keutuhan rumah tangga tetap terjaga?
Salah satu solusi untuk masalah tersebut adalah dengan melakukan perjanjian pranikah. Perjanjian pranikah atau dikenal juga dengan perjanjian perkawinan merupakan suatu perjanjian yang dibuat atas kesepakatan pasangan yang akan menikah terkait dengan harta benda yang akan dibawa ke dalam perkawinan dan harta benda yang diperoleh dalam perkawinan, namun perjanjian ini juga dapat berisi tentang komitmen dalam menjalankan rumah tangga. Dalam hukum Islam, perjanjian pra nikah diperbolehkan selama tidak merugikan salah satu pihak dan sesuai dengan syariat agama.
ADVERTISEMENT
Dikalangan masyarakat Indonesia perjanjian pranikah merupakan permasalahan yang agak sensitif bahkan tabu untuk di bicarakan. Selain itu, secara psikologis sangat tidak etis karena perjanjian pranikah ini tujuannya mengantisipasi apabila terjadi perceraian dikemudian hari. Pernikahan saja belum dilangsungkan, namun sudah menyinggung masalah perceraian.
Sebenarnya, apa saja sih isi dari perjanjian pranikah itu? Isi dari perjanjian pranikah dapat berupa banyak hal seperti pemisahan harta, pemisahan utang, hak asuh anak jika terjadi perceraian, hak dan kewajiban selama pernikahan, dan kesepakatan bersama yang perlu dituliskan. Terkait pembuatan isi perjanjian pranikah ada 4 hal yang harus diperhatikan:
1.Keterbukaan
Keterbukaan sangat diperlukan dalam kelancaran berumah tangga, keterbukaan yang dimaksud di sini adalah terbuka dalam mengungkapkan semua kondisi keuangan, baik sebelum maupun sesudah menikah. Seperti memberi keterangan pada jumlah harta bawaan dan potensi penambahannya, tak lupa pula soal utang bawaan masing- masing. Terkait utang sangat perlu untuk dibahas, siapa kelak yang akan bertanggung jawab atas utang-utang tersebut. Maka dari itu sangat dibutuhkan keterbukaan antara ke dua pihak agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
ADVERTISEMENT
2.Kerelaan
Dalam penulisan isi perjanjian, kedua pihak haruslah saling rela menyetujui isinya dan mau menandatanganinya tanpa paksaan. Apabila dibuat dengan paksaan, perjanjian ini dapat terancam batal.
3.Bantuan Pihak Obyektif
Mintalah bantuan pada pihak yang berwenang dengan reputasi yang baik dan dapat menjaga objektivitas perjanjian yang dibuat sehingga isinya dibuat adil oleh kedua belah pihak.
4.Dibuat Oleh Notaris
Perjanjian pranikah tidak dibuat tangan semata, namun diusahakan di notaris. Setelah jadi, perjanjian harus dicatatkan atau disahkan pula oleh pegawai KUA dan catatan Sipil.
Meski demikian, ada pula isi perjanjian pranikah yang dilarang oleh hukum, meskipun tidak dijelaskan secara spesifik, KUH Perdata mengatur sejumlah hal yamg dilarang dalam sebuah perjanjian pernikahan. Adapun hal-hal dan ketentuan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
1.Tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum
2.Tidak boleh mengurangi hak suami
3.Tidak boleh mengatur warisan
4.Tidak boleh berat sebelah pihak dalam hal utang
5.Tidak boleh menggunakan hukum ‘asing’ sebagai dasar hukum perkawinan
Sebagaimana diterangkan pada pasal 143 KUH Perdata bahwa calon suami istri tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas, dan ikatan perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang, kitab undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa adat kebiasaan yang pernah berlaku di Indonesia.
Dengan begitu, tidak selamanya perjanjian pranikah itu tidak baik, meski masih dianggap tabu dalam masyarakat, namun ini dapat menjadi asuransi atau jaminan jikalau suatu saat nanti terjadi suatu hal yang tidak diinginkan, seperti perceraian, KDRT, poligami, dan lainnya. Maka diharapkan dengan adanya perjanjian pranikah ini, dapat melindungi segala hak-hak kita dan tidak merugikan sebelah pihak.
ADVERTISEMENT