Konten dari Pengguna

Mencegah Rumah Sakit Lockdown Akibat Tenaga Kesehatan Kelelahan

Nur Farida Rahmawati
Praktisi dan pegiat literasi kesehatan. ASN pada sebuah institusi kesehatan. Alumni S1-Profesi Gizi Kesehatan dan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.
6 Juni 2021 20:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Farida Rahmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini Indonesia digegerkan dengan adanya varian baru Covid-19 yang mulai masuk ke tanah air tercinta. Virus COVID-19 varian B 16172 dari India telah masuk ke Cilacap. Sebanyak 42 tenaga kesehatan yang menangani pasien tersebut, terpapar virus COVID-19. Padahal, petugas tersebut menggunakan APD saat berinteraksi dengan pasien terkonfirmasi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Hal yang mengkhawatirkan adalah penularan virus varian B 16172 tersebut 3,35 kali lipat dibandingkan dengan virus COVID-19 varian awal. Meskipun pada akhirnya dinyatakan tenaga kesehatan tersebut terpapar virus COVID-19 biasa, namun kenyataan bahwa tenaga kesehatan rentan terhadap penularan virus tak dapat dipungkiri.
Berita tidak kalah mencengangkan datang dari Bangkalan, sebuah rumah sakit pelat merah menyatakan lockdown, menutup IGD selama tiga hari sebagai imbas dari terpaparnya 18 tenaga kesehatan di sana, pun dikarenakan meningkatnya keterisian tempat tidur RS, bahkan hampir mencapai 100%.
Ilustrasi : Tenaga Kesehatan yang Kelelahan. Sumber : www.pixabay.com
Pengalaman saya yang bekerja di rumah sakit pun tidak jauh dari hal tersebut. Pada bulan Mei lalu, kepedihan mendalam dialami oleh civitas hospitalia tempat penulis berkarier. Salah satu rekan yang berprofesi sebagai perawat gigi harus berpulang dikarenakan terjangkit COVID-19. Rekan-rekan yang kontak erat dengan beliau, harus menjalani tracing, testing, dan treatment.
ADVERTISEMENT
Di rumah sakit saya bekerja, jika ada kejadian pegawai yang terkonfirmasi positif virus COVID-19, maka Komite PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) dan Komite K3 RS segera melakukan tracing. Jika diketahui bahwa satu ruangan kontak erat dengan penderita, maka akan menimbulkan kekacauan sistem pelayanan RS. Manajemen RS harus mencari tenaga pengganti bagi pegawai yang menjalani perawatan ataupun isolasi mandiri.
Petugas kesehatan merupakan kelompok yang berisiko tinggi terpapar COVID-19. Selain karena tugasnya yang menuntut bersinggungan langsung dengan masyarakat, juga dikarenakan RS tempat bekerjanya merupakan tempat berkumpulnya banyak. Paparan bisa terjadi karena pasien, pengunjung, rekan kerja, ataupun dari luar lingkungan rumah sakit.
Angka kematian tenaga kesehatan di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia. Berdasarkan data laporcovid19.org, per tanggal 2 Juni 2021 tercatat bahwa sebanyak 926 tenaga kesehatan di Indonesia meninggal akibat COVID-19. Sedangkan pada tanggal 6 Juni 2021 tercatat 942 tenaga kesehatan gugur melawan COVID-19. Hal ini menunjukkan bahwa dalam 4 hari ada 16 orang tenaga kesehatan yang kalah bertarung melawan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Setelah lebih dari satu tahun menangani COVID-19, petugas kesehatan rawan mengalami burnout atau kelelahan, baik secara fisik maupun psikologis. Penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti dari Program Studi Magister Kedokteran Kerja FK UI menemukan bahwa sebanyak 83% tenaga kesehatan di Indonesia mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hanggoro, dkk (2020) di Kota Pontianak, lebih dari 50% tenaga kesehatan mengalami gangguan kecemasan dan depresi. Tenaga kesehatan yang bekerja menangani pasien COVID-19 cenderung lebih tinggi mengalami kecemasan, depresi, dan insomnia dibandingkan yang tidak.
Meskipun berbagai upaya pencegahan, pengendalian penyebaran, dan pengobatan dilakukan, nampaknya hingga kini grafik kasus terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia belum juga melandai. Di saat Amerika Serikat, Bhutan, Hungaria, New Zealand, Australia, dan China mulai berpesta mengiringi kebijakan melepas masker, kita masih harus berjibaku untuk mengatasi musuh yang tak bisa dilihat dengan mata langsung ini.
ADVERTISEMENT
Penyebaran COVID-19 di Indonesia yang tidak terkontrol, ditambah masuknya varian baru COVID-19, yaitu B 117 dari Inggris, B 1351 dari Afrika Selatan, dan B1617 dari India menambah daftar beban petugas kesehatan kita yang memang sudah kelelahan menangani COVID-19.
Menyikapi hal tersebut, guna memproteksi tenaga kesehatan dari kelelahan fisik dan mental selama bertugas, maka langkah yang sebaiknya diperhatikan adalah penggunaan proteksi keselamatan dan kesehatan fisik yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan, memperketat pelaksanaan skrining pasien maupun pengunjung, serta pengaturan jam dan beban kerja petugas.
Pemerintah dan manajemen RS juga perlu memprioritaskan aspek intervensi kesehatan mental, seperti pendampingan dan konseling psikologis bagi tenaga kesehatan yang bertugas. Kondisi fisik dan mental tenaga kesehatan haruslah dipantau secara berkala, sehingga dapat mendeteksi sesegera mungkin adanya gangguan tubuh.
ADVERTISEMENT
Melarang tenaga kesehatan berkumpul di tempat kerja juga merupakan salah satu tindakan pencegahan penyebaran COVID-19. Beberapa contohnya adalah dengan tidak melakukan makan bersama, menggunakan peralatan pribadi, serta tidak berbicara saat membuka APD.
Menurut penulis, idealnya tenaga kesehatan adalah garda terakhir dalam penanganan COVID-19, masyarakatlah garda terdepannya. Seluruh sektor harus bergerak bersama guna memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Jangan sampai rumah sakit lockdown dan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia jatuh dikarenakan jumlah kasus yang semakin tidak terkontrol.
Tidaklah tepat jika kita hanya membebankan penanganan COVID-19 kepada tenaga kesehatan saja. Masyarakat harus lebih mensupport kegiatan penanganan COVID-19 dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) 5M.
Pemahaman terhadap penerapan prokes harus menyeluruh, seperti ketepatan menggunakan masker dan membuang masker bekas, mengikuti 6 langkah mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer, etiket bersin dan batuk, serta memperhatikan VDJ (ventilasi-durasi-jarak).
ADVERTISEMENT
Kita harus memperhatikan jendela-jendela masuknya virus. Berbagai kegiatan yang melepas masker, seperti kumpul bersama keluarga, teman, makan, berkendara, serta berfoto bersama wajib kita waspadai.
Menyukseskan program vaksinasi juga merupakan salah satu wujud dukungan kita untuk mengatasi permasalahan COVID-19. Dengan 70% populasi yang sudah tervaksinasi, diharapkan terbentuk herd immunity di negara kita. Meskipun efektivitas dari vaksin terhadap varian baru yang masih membutuhkan penelitian lebih lanjut, namun niatkan saja vaksin menjadi bentuk ikhtiar kita dalam penanganan COVID-19. Setidaknya dengan vaksinasi, timbul rasa lebih percaya diri dan mengurangi kecemasan akan COVID-19.
Pemerintah pun sejatinya harus menjadi contoh dan teladan dalam menangani COVID-19. Kebijakan yang dikeluarkan idealnya sesuai dengan pelaksanaan protokol kesehatan tersebut, seperti larangan mudik saat Lebaran, sebaiknya diikuti dengan penegakan disiplin dan aturan yang sudah ada, misalnya penegakan aturan saat melakukan hajatan, seperti acara pernikahan, jam buka maupun kapasitas tempat wisata, cafe, mal, maupun fasilitas publik lainnya.
ADVERTISEMENT
Upaya pemerintah untuk membantu tenaga kesehatan, dengan meningkatkan supply dan ketersediaan APD, menambah sarana dan prasarana penanganan COVID-19, menambah relawan kesehatan, maupun memberikan insentif dan santunan kepada tenaga kesehatan diharapkan dapat mengurangi beban dari tenaga kesehatan.
Selain itu, memperketat kedatangan WNI (Warga Negara Indonesia) maupun WNA (Warga Negara Asing) yang datang dari luar negeri dengan penerapan screening dan karantina yang sesuai dengan protokol kesehatan dari WHO diharapkan dapat menyaring virus sehingga tidak ada virus COVID-19 yang lolos ke populasi.