Peran Dietisien Rumah Sakit dalam Penurunan Prevalensi Stunting dan Wasting

Nur Farida Rahmawati
Praktisi dan pegiat literasi kesehatan. ASN pada sebuah institusi kesehatan. Alumni S1-Profesi Gizi Kesehatan dan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Konten dari Pengguna
6 September 2022 15:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Farida Rahmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia bebas stunting pada 2030 merupakan suatu cita-cita bangsa yang harus didukung oleh semua pihak. Pasalnya, stunting yang merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang dengan ditandai panjang atau tinggi badan berada di bawah standar, dapat berdampak pada kesehatan fisik serta perkembangan anak.
ADVERTISEMENT
Jika tidak segera diatasi, stunting berpotensi menyebabkan anak memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan mempengaruhi produktivitas serta kualitas sumber daya manusia di masa mendatang.
Oleh karena itu, percepatan penurunan stunting menjadi salah satu hal yang harus dilakukan guna meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden RI Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4%. Walaupun angka tersebut menurun jika dibandingkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sebesar 30,8% dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019 sebesar 27,67%, namun angka tersebut masih dinilai tinggi dibandingkan dengan batas minimal standar WHO sebesar 20%.
ADVERTISEMENT
Dalam Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah Indonesia menargetkan angka stunting menjadi 14% pada tahun 2024, yang berarti hal tersebut menjadi PR yang besar bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya pemerintah saja.
Meskipun kejadian stunting pada umumnya ditemukan terjadi di masyarakat melalui program kesehatan Posyandu maupun Puskesmas, namun Rumah Sakit tetap memiliki peranan dalam menyukseskan program penurunan stunting.
Peran rumah sakit dalam penurunan stunting ini salah satunya tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/1128/2022 tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit. Dalam peraturan tersebut, salah satu standar akreditasi yang dinilai adalah Program Nasional penurunan prevalensi stunting dan wasting.
Dengan dikeluarkannya standar tersebut, maka dietisien dan nutrisionis maupun penanggung jawab kesehatan anak di rumah sakit harus menyusun dan melaksanakan program gizi sesuai dengan kondisi yang ada. Terlebih lagi, sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif, kasus stunting dan wasting yang dirujuk ke rumah sakit pada umumnya bersifat kompleks.
ADVERTISEMENT
Diharapkan rumah sakit dapat melakukan edukasi, pendampingan intervensi dan pengelolaan gizi serta penguatan jejaring rujukan kepada rumah sakit kelas di bawahnya dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di wilayahnya serta rujukan masalah gizi.
Melihat perlunya peningkatan kompetensi dietisien dan nutrisionis dalam pemenuhan standar tersebut, maka Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI) PD Sumatera Selatan sebagai salah satu organisasi profesi gizi, menggelar seminar dan workshop yang bertajuk “Implementasi Akreditasi : Program Nasional Penurunan Prevalensi Stunting dan Wasting di Rumah Sakit” pada hari Sabtu, 20 Agustus 2022 yang bertempat di Gedung Serbaguna RS Ernadi Bahar Provinsi Sumatera Selatan.
Kegiatan Seminar dan Workshop AsDI PD Sumatera Selatan (dok. pribadi)
Kegiatan ini dilakukan secara offline dengan sasaran utama adalah dietisien, nutrisionis, dokter anak, maupun penanggung jawab program gizi di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan Ketua Panitia, peminat atas seminar dan workshop ini cukup tinggi. Hingga pendaftaran ditutup, peserta yang mendaftar telah melebihi target, bahkan 15%-nya berasal dari luar Provinsi Sumatera Selatan.
Ada 4 (empat) pembicara yang memberikan materi pada seminar dan workshop kali ini, yaitu Yenita, DCN, MPH, RD, Eni Nuraini, S.Gz, MKM, Devi Eryanti, S.Gz, Dietisien, MKM, dan Jumiyati, S.Gz, Dietisien. Seluruh pembicara merupakan ahli gizi yang bekerja di rumah sakit di Sumatera Selatan.
Dari seminar dan workshop dipaparkan peranan dietisien dalam akreditasi rumah sakit, seperti pengkajian pasien, pelayanan dan asuhan pasien, pendokumentasian asuhan gizi, serta komunikasi dan edukasi gizi.
Dalam pelaksanaan program nasional penurunan prevalensi stunting dan wasting, rumah sakit memiliki peranan sebagai pusat rujukan kasus stunting untuk memastikan kasus, penyebab, dan tata laksana lanjut oleh dokter spesialis anak.
ADVERTISEMENT
Adapun pelaksanaan program stunting yang dapat dilaksanakan di rumah sakit antara lain inisiasi menyusu dini (IMD), konseling ASI eksklusif, serta komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada ibu atau pengasuh anak.
Sedangkan bagi anak yang mengalami masalah asupan makan, sehingga anak kurus dan berisiko mengalami malnutrisi, maka harus dirujuk kepada nutrisionis atau dietisien untuk dilakukan asesmen lebih lanjut dan diberikan asuhan gizi.
Sementara itu, intervensi gizi atau pemberian diet yang dilakukan pada pasien anak yang dirawat inap di rumah sakit disesuaikan dengan kondisi medis pasien, antara lain pemberian makanan dan MP-ASI untuk anak lebih dari 6 bulan serta edukasi dan konseling gizi.
Setelah pulang dari rawat inap, maka diperlukan monitoring pasien pasca rawat dengan stunting, sehingga tumbuh kembang dan kecerdasan optimal dengan pemeriksaan di Puskesmas maupun Posyandu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, rumah sakit sebagai pusat rujukan balita gizi buruk dengan komplikasi medis. Rumah sakit juga dapat melaksanakan pendampingan klinis dan manajemen serta penguatan jejaring rujukan kepada rumah sakit dengan kelas di bawahnya dan FKTP di wilayahnya dalam tata laksana stunting dan gizi buruk.
Dengan adanya kerja sama antar profesi dan lintas instansi maupun lintas sektor, maka diharapkan penurunan prevalensi stunting dan wasting sesuai target dapat segera terealisasi.* (NFR)