Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Analisis Subaltern Dalam Novel Gadis Kretek Karya Ratih Kumala
20 Desember 2022 15:29 WIB
Tulisan dari faridha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Karya sastra merupakan refleksi atau bayangan dari realitas kehidupan masyarakat. Melalui karya sastra, penulis mencoba menangkap dan menghadirkan refleksi kehidupan masyarakat itu sendiri. Ini karena pengarang sendiri adalah karya sastra, bagian yang tidak terpisahkan antara pengarang dan masyarakat. Seorang penulis dan penulis lainnya memiliki konsep yang berbeda dalam membuat karya sastra. Setiap tokoh fiksi yang diciptakan oleh pengarang biasanya bergumul dengan realitas kehidupan sosial. Bahkan, penulis tidak segan-segan mengusulkan peran tokoh utama dalam tatanan kehidupan yang menjadi syarat dan ketentuan yang berlaku bagi masyarakat. Misalnya adat istiadat, budaya dan latar belakang, dalam pandangannya tidak sejalan dengan prinsip idealisme dan nilai filosofis. Bagaimana seorang penulis mempertahankan kebenaran yang diyakini melalui karakter imajinernya.
ADVERTISEMENT
Disini penulis memfokuskan kajiannya terhadap poskolonialisme, analisis subaltern dalam novel “Gadis Kretek” karya Ratih Kumala. Novel tersebut mengisahkan tentang seorang pengusaha rokok kretek nomor 1 di Indonesia yang sedang sekarat dan menanti ajal menjemputnya. Sambil menunggu ajal, ia menyebut nama wanita yang bukan istrinya. Jeng Yah. Ahli waris ketiga anaknya, Djagad Raja Kretek, kecewa sedangkan istrinya cemburu lantaran permintaan terakhir suaminya adalah untuk bertemu Jeng Yah. Namun pada akhirnya mereka pergi ke pelosok Jawa bersama malaikat maut, yakni Lebas, Karim, dan Tegar untuk mencari Jeng Yah sebelum ajal menjemput ayahnya. Perjalanan mereka seperti perjalanan melalui rahasia bisnis dan keluarga. Lebas, Karim dan Tegar bertemu dengan seorang perawan tua, menemukan asal-usul Djagad Raja Kretek yang menjadi Kretek nomor satu di Indonesia. Selain itu, ketiganya mengetahui kisah cinta ayah mereka kepada Jeng Yah yang ternyata adalah pemilik Kretek Kota M setempat, Gadis Kretek.
ADVERTISEMENT
Mungkin itu saja penjelasan singkat mengenai novel “Gadis Kretek” karya Ratih Kumala yang bisa penulis paparkan. Disini penulis akan membahas mengenai pengaruh barat disebut juga subaltern. Bagian kalian yang mungkin belum pernah mendengar kata subaltern, simak baik-baik ya. Jadi, subaltern adalah salah satu wilayah pascakolonial yang diusulkan oleh Spivak. Menurut Spivak (dalam Martono, 2014:113), subaltern adalah pihak atau kelompok yang mengalami penindasan dari kelompok lain yang berkuasa. Sebuah novel yang banyak memuat cerita tentang masa penjajahan, salah satunya tentang peniruan, perlawanan rakyat terjajah terhadap penjajah, adalah “Gadis Kretek” karya Ratih Kumala. Wacana pascakolonial pertama kali diperkenalkan ke dunia sastra pada tahun 1989 (dalam Leela Gandhi:2007) oleh Bill Ashcroft dkk. Mereka mengemukakan bahwa dalam teori pascakolonial, perbedaan antara penjajah dan terjajah terdapat hubungan hegemonik antara penjajah sebagai golongan atas dan yang terjajah sebagai golongan bawah atau subaltern. Dari hubungan ini muncul apa yang disebut dominasi dan subordinasi, dalam hal ini model hubungan ini akan memiliki citra yang tidak menyenangkan dari yang terjajah.
ADVERTISEMENT
Penulis menggunakan teori poskolonialisme Gayatri C. Spivak yang mengkaji tentang subaltern. Spivak dikenal karena kontribusinya yang signifikan terhadap kelanjutan penelitian pascakolonial. Bawahan Gayatri Spivak tidak bisa berkata-kata, yang berarti bahwa perempuan di berbagai lingkungan kolonial tidak memiliki bahasa konseptual sama sekali, karena baik laki-laki kolonial maupun laki-laki pribumi tidak memiliki telinga untuk mendengarkan.
Langsung pada pembahasan, penulis menemukan adanya bentuk subaltern yang tercermin dalam novel “Gadis Kretek”, Pertama penulis menemukan adanya bentuk subaltern antara bawahan dan majikan yang tergambar dalam kutipan berikut.
“Rukayah yang mulai menginjak remaja pun kini mendapat izin dari ayahnya untuk ikut Dasiyah ke acara pasar malam. Meski tubuhnya mungil, tapi dia cukup untuk menjadi penarik pembeli Kretek Gadis.” (GK/2012:153)
ADVERTISEMENT
“Meski Pelintingan lebih banyak dilakukan kaum perempuan, tetapi Tegar merasa nyaman melinting bersama mereka. Tegar sampai pada kesimpulan bahwa dia percaya tangan-tangan para pelinting itu punya otak sendiri.” (GK/2012:38)
Dapat disimpulkan bahwa subaltern digambarkan ketika tokoh Rukayah ingin membantu ibu bekerja untuk menambah penghasilan dan orang tua ketika menerima Rukayah sebagai penarik pembeli rokok kretek. Hal ini terjadi karena mereka harus membantu ibu mereka setiap hari, yang dijajah oleh Belanda.
Kedua penulis menemukan adanya bentuk subaltern berupa penindasan yang direpresentasikan oleh tokoh Romaisa ketika mendengar dan melihat apa yang terjadi pada gadis-gadis yang menjadi syahwat orang Jepang. Menyaksikan kejadian tersebut, Romaisa ingin mencari dan menyelamatkan suaminya yang belum ditemukan, sehingga Romaisa sedikit demi sedikit menjadi depresi. Mendengar bahwa suaminya ditangkap oleh Jepang membuatnya ingin melepaskan suaminya, tetapi dia selalu dilarang, menyebabkan dia pingsan hingga keguguran, mengembalikannya bahkan lebih menyedihkan. Dan subaltern kepada penguasa dan pekerja kolonial membuktikan bahwa bangsa terjajah harus menunjukkan bahwa rakyat terjajah mampu menyamai rakyat kolonial. Khusus untuk jejak penjajahan yang terdapat dalam novel “Gadis Kretek” karya Ratih Kumala, yang menjajah bangsa jajahan melawan bangsa jajahan. Sebagaimana yang tergambar dalam kutipan berikut.
ADVERTISEMENT
“Romaisa benar-benar tertekan. Ia ingin pergi untuk mencari Idroes Moeria tapi juru tulis dan istrinya menyuruh Roemaisa untuk sembunyi, setelah mendengar kabar orang-orang Jepang juga membawa paksa perempuan untuk dijadikan pemuas hawa nafsu. Perempuan itu depresi.” (GK/2012:79)
“Warna yang identik dengan PKI, serta darah jenderal-jenderal yang menjadi korban G 30 S. Idroes Moeria tak pernah menyangka, mimpi buruk yang dikuburnya dalam sebuah kotak bernama penjajahan Jepang, kini terulang lagi di usianya yang senja. Ia disiksa dengan cara yang menjadi kunci atas kotak ingatan bernama penjajahan Jepang dua puluhan tahun yang lalu.”(GK/2012:227)
Dari analisis ini penulis menyimpulkan bahwasannya penggambaran unsur subaltern dalam novel “Gadis Kretek” karya Ratih Kumala disajikan dalam dua jenis. Secara khusus, subaltern muncul dalam interaksi majikan dan bawahan. Subaltern dalam bidang interaksi antara bawahan dan majikan diungkapkan oleh kesedihan kelompok yang didominasi ketika mereka tidak bisa pergi ke sekolah. Subaltern dalam ranah majikan-bawahan antara lain ditunjukkan ketika sosok yang mewakili kelompok kolonial tidak berdaya ketika dicurigai melakukan penindasan.
ADVERTISEMENT
Daftar pustaka
Ali, Moh, R. 2005. “Ilmu Sejarah Indonesia”. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Hartono, 2005 “Mimikri Pribumi terhadap Kolonialisme Belanda dalam Novel Siti Nurbaya Karya Marah Rusli: Kajian Postkolonialisme”.Jurnal Diksi. Vol. 12. No. 2. Hal 248-266. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Kartodirdjo. 1990. “Pengantar sejarah Indonesia baru sejarah pergerakan nasional”. Pustaka Gramedia.
Kumala, Ratih, 2019, “Novel Gadis Kretek”.Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama.
Ratna, Kutha, Nyoman. 2008 “Postkolonialisme Indonesia Relevansi Sastra”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.