Kemurnian di Amerika, Penggolongan Hierarki Gender Laki-laki dan Perempuan

faridho muktar
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
10 Juni 2024 18:05 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari faridho muktar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi Perbudakan dan kolonialisme (Sumber: Canva.com)
Apakah kalian mengetahui bagaimana kemurnian dari penduduk amerika? Apakah benar bahwa penduduk amerika sekarang merupakan keturunan asli? Lalu bagaimanakah penggolongan hierarki gender laki-laki dan perempuan yang terjadi pada zaman dahulu dan apa perbedaannya dengan zaman sekarang? Berikut penjelasan mengenai kemurnian di Amerika dan penggolongan hierarki gender pada laki-laki dan perempuan!
ADVERTISEMENT
Sejarah Amerika
Sebelum era penjelajahan dan kolonialisme, benua Amerika dihuni oleh berbagai kelompok etnis dengan budaya yang kaya dan beragam, seperti suku Maya, Inca, dan Anasazi (Kamza & Kusnafizal, 2021). Namun, hal tersebut digeser dengan kedatangan bangsa eropa pada abad ke-15 yang menjadi pemicu perubahan yang sangat besar di benua amerika. Motivasi utama di balik eksplorasi Eropa pada awalnya adalah mencari rute perdagangan baru dan sumber daya alam yang berharga(Burhanuddin, 2018). Hal tersebut dipelopori oleh tokoh besar seperti Christoper Colombus dan tokoh-tokoh lainnya. Namun, hal ini pula yang membuka jalan bagi bangsa eropa untuk melakukan kolonialisme yang agresif di benua ini.
Menurut buku “Sapiens: A Brief Story of Humankind“ pada abad ke-16 sampai ke-18 para penakluk dari eropa mulai mengimpor jutaan budak dari afrika, lalu muncul pertanyaan “kenapa tidak dari asia timur atau dari eropa itu sendiri?”, hal ini dikarenakan tiga faktor. Pertama, Afrika dirasa lebih dekat dibanding harus mengimpor budak dari asia.
ADVERTISEMENT
Kedua, di Afrika perdagangan budak sudah sangat terkenal dan hal tersebut memang menjadi hal yang biasa pada zaman itu, sedangkan perbudakan yang terjadi di eropa sangat jarang. Tentunya menurut mereka lebih baik mengimpor budak dari Afrika dari pada mencari pasar yang pada dasarnya tidak berkembang.
Ketiga, beberapa perkebunan Amerika di beberapa daerah seperti Virginia, Haiti, dan Brasil dilanda penyakit malaria, penyakit kuning, campak dan cacar yang berasal dari Afrika. Orang-orang Afrika pada umumnya sudah memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut, maka dari itu tentunya memilih budak dari Afrika menjadi pilihan yang paling bijak untuk dilakukan oleh para pemilik perkebunan tersebut. Karena hal tersebutlah masyarakat di Amerika berkembang menjadi dua kasta yaitu kasta penguasan dan kasta budak, kasta penguasa terdiri dari orang-orang kulit putih eropa dan kasta budak terdiri dari budak orang Afrika yang berkulit hitam.
ADVERTISEMENT
Mitos dan kebohongan
Orang-orang kulit putih di eropa yang ada di Amerika ingin dipandang menjadi seorang yang sukses, adil dan objektif. Hingga orang-orang berpengaruh pada saat itu ikut berpendapat untuk memperkuat mitos-mitos yang ada, seperti para teolog pada zaman itu berpendapat bahwa orang Afrika merupakan keturunan Ham, putra Nuh, yang dipelanai ayahnya dengan kutukan akan terus menjadi seorang budak, hal ini tentunya menjadi stigma baru di masyarakat, pasalnya seorang teolog merupakan seseorang yang berpengaruh dan gagasan mereka sangat dipercayai. Kemudian, selain teolog ada pula para ahli biologi yang berpendapat bahwa orang berkulit hitam tidak secerdas orang berkulit putih, bahkan para dokter juga berpendapat bahwa orang kulit hitam adalah sumber polusi dan sumber penyakit. Hal seperti ini menjadi stigma di masyarakat dan mendarah daging selama bertahun-tahun.
ADVERTISEMENT
Hingga pada awal abad ke-19 Kerajaan Inggris melarang perbudakan dan menghentikan perdagangan manusia dan dalam beberapa tahun kedepannya perbudakan berangsur-angsur berkurang. Namun, sekalipun perbudakan ini sudah ditiadakan, mitos dan kebohongan yang sudah mendarah daging selama bertahun-tahun terkait tatanan rasial dan perbudakan masih tetap ada. Teman-teman yang membaca pasti berasumsi bahwa mitos-mitos dan kebohongan ini tentunya akan berkurang dengan tidak adanya lagi perbudakan ini. Namun, fakta yang terjadi malah sebaliknya. Prasangka yang tidak benar ini malah semakin buruk dari waktu ke waktu dikarenakan semua pekerjaan terbaik dipegang oleh orang berkulit putih dan hal ini semakin memperlihatkan bahwa orang berkulit hitam Afrika kedudukannya di bawah orang berkulit putih eropa di Amerika dan hal ini terjadi terus menerus dan menjadi lingkaran setan bagi orang berkulit hitam.
ADVERTISEMENT
Dengan pertumbuhan stigma tersebut di masyarakat, hal tersebut menjadi hukum dan norma yang disebut “Jim Crow” yang dimaksudkan untuk melindungi tatanan rasial orang berkulit putih dari orang berkulit hitam. Norma dan aturan tersebut menjadikan orang berkulit hitam dilarang untuk bercampur langsung dengan orang berkulit putih seperti, orang berkulit hitam tidak boleh tidur di hotel yang sama dengan orang berkulit putih, tidak boleh melakukan pemilihan umum, tidak boleh menyekolahkan anaknya di sekolah orang kulit putih dan lain sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, rasisme yang terjadi pada orang kulit hitam ini menyebar ke ranah kultural. Seperti, kultur Amerika di bangun berdasarkan standar orang kulit putih, dimana orang kulit putih memiliki standar kulit yang cerah, rambut pirang, hidung mancung dan hal tersebut dipandang sebagai sesuatu yang indah. Namun, berbeda dengan standar yang ditetapkan untuk orang kulit hitam yaitu berkulit gelap, rambut keriting, hidung pesek, dipandang sebagai sesuatu yang buruk dan tidak enak untuk dipandang. Hal-hal inilah yang terus menerus berkembang di kalangan masyarakat Amerika, walaupun pandangan seperti ini sudah sangat berkurang di zaman yang serba modern ini, namun sifat rasisme yang telah menjadi stigma bertahun-tahun bahkan berabad-abad ini masih terus ada hingga sekarang.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan yang dapat diambil dari topik kemurnian Amerika ini adalah pada saat ini orang-orang yang tinggal di Amerika bukanlah keturunan asli namun sebagian besarnya adalah orang eropa dan Afrika yang berasal dari hasil campur tangan sejarah dengan segala ceritanya. Perbudakan dan kolonialisme sangat memberikan dampak kepada bangsa ini hingga terjadinya rasisme, sistem kasta yang sebenarnya tidak harus dilakukan. Menurut penulis semua orang memiliki hak untuk bisa memiliki kehidupan yang layak dimanapun mereka berada, hak untuk mendapatkan pendidikan, bekerja, memiliki pasangan dan lain sebagainya. Suatu perbedaan yang terjadi kepada orang kulit putih dan hitam yang ada di Amerika seharusnya bukan menjadi suatu pembeda namun seharusnya menjadi sebuah warna tersendiri dalam kehidupan. Dengan zaman yang semakin berkembang ini kita dapat melihat bahwa apa yang terjadi kepada orang kulit putih dan hitam yang ada di Amerika pada zaman dahulu sudah berkurang sedikit demi sedikit, walaupun masing ada beberapa oknum yang masih terikat dengan sifat rasisme yang diturunkan oleh para leluhur mereka. Namun, harapannya semua manusia bisa mendapatkan kehidupan yang layak dan bisa merasakan kebahagiaan sebagaimana tuhan menciptakan manusia dalam keadaan bahagia.
ADVERTISEMENT
Laki-laki dan perempuan
Masyarakat yang multikultural tentunya memiliki hierarki yang berbeda pula per masing-masingnya. Dari banyaknya perbedaan tersebut ada satu hierarki yang menjadi fokus pada masyarakat umumnya, yaitu hierarki gender dengan menggolongkan dirinya sebagai laki-laki dan perempuan. Menurut buku “Sapiens: A Brief Story of Humankind“ setidaknya sejak Revolusi Agrikultur, hampir dimana semua laki-laki memiliki kedudukan yang lebih baik dari pada perempuan.
Pemikiran zaman dahulu
Sebagian dari naskah-naskah china pada zaman terdahulu pada tarikh 1200 SM, digunakan untuk meramal masa depan dan hal ini juga menjadi landasan dari orang-orang China dalam menetapkan keberuntungan. Dimana salah satu kepercayaannya adalah jika memiliki anak perempuan menjadi suatu hal ketidakberuntungan dalam hidup. Hal ini juga di lanjutkan 3.000 tahun kemudian, dimana China komunis memberlakukan peraturan “satu anak”, oleh karena itu para keluarga berharap untuk mendapatkan seorang anak laki-laki dan akan membuang bahkan membunuh jika melahirkan anak perempuan karena dianggap sebagai sesuatu kesialan dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Pada zaman dahulu perempuan hanya dianggap sebagai properti dari laki-laki dan seorang laki-laki memiliki hak penuh atas perempuan. Bahkan memperkosa perempuan yang bukan milik pria manapun bukan suatu hal kejahatan, karena dalam buku “Sapiens: A Brief Story of Humankind“ hal ini dianggap seperti memungut koin yang terjatuh di jalan.
Pemikiran zaman sekarang
Zaman dahulu Athena demokrasi pada abad ke 5 SM, seorang individu yang memiliki rahim (perempuan) tidak memiliki status legal independen dan dilarang untuk berpartisipasi dalam majelis umum, dengan pengecualian jika mereka memiliki pendidikan yang bagus dan tidak terlibat dalam bisnis dan percaturan filsafat. Hal ini dikarenakan tidak ada orang-orang hebat pada zaman dahulu di Athena yang berasal dari kaum perempuan.
ADVERTISEMENT
Namun, pada Athena zaman sekarang perempuan dapat memiliki hak dalam bersuara, bisa menjadi seseorang yang besar, bisa memimpin forum, menyampaikan pidato dan lain sebagainya. Karena menurut penulis pada dasarnya rahim bukanlah menjadi penghalang bagi perempuan untuk bisa melakukan hal besar sebagaimana yang dilakukan laki-laki. Setiap manusia memiliki hak penuh untuk melakukan apa yang dia mau baik perempuan maupun laki laki. Bahkan pada zaman sekarang dengan adanya isu terkait Kesetaraan Gender merupakan gebrakan bagi umat manusia untuk bisa setara antara satu dengan yang lain.
Namun, pada buku “Sapiens: A Brief Story of Humankind“ penulis menemukan rumus yang ajaib yaitu “Jika Biologi membolehkan, Kultur melarang” seperti contohnya seorang wanita secara biologi diciptakan untuk dapat melahirkan, dan ada beberapa kultur yang mewajibkan hal tersebut. Begitu juga seorang laki-laki secara biologi memungkinkan untuk menikmati seks dengan sesama jenis namun ada kultur yang melarang hal tersebut untuk dilakukan. Dapat dilihat disini bahwa bukan biologi yang berkuasa atas semuanya namun kultur.
ADVERTISEMENT
Penulis juga kembali menemukan di buku “Sapiens: A Brief Story of Humankind“ yang benar dari kita adalah konsep “natural” dan “tidak natural” hal ini tentunya bukan diambil berdasarkan biologi melainkan dari sebuah kepercayaan, salah satunya teologi kristen. Makna dari “natural” yang dimaksud adalah sesuai dengan niat tuhan menciptakan alam, apabila kita menggunakan organ tubuh sesuai kodrat yang telah ditetapkan tuhan maka itu suatu hal yang “natural” namun jika kita menggunakan dengan cara yang berbeda berarti itu “tidak natural”. Namun patut di garis bawahi setiap manusia itu berevolusi dari masa ke masa, bukan berarti suatu hal yang “tidak natural” pada zaman sekarang tetap menjadi “tidak natural” pada masa yang akan datang, contohnya normalnya manusia menggunakan mulut untuk makan, tapi mulut juga digunakan untuk mencium, menjilat, menggigit, menarik pelatuk bom, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Jadi kesimpulan yang dapat diambil dari topik hierarki laki-laki dan perempuan ini adalah sejarah menunjukan bahwa hierarki gender ini terjadi ketidakadilan yang terlihat jelas kepada perempuan bahkan hal tersebut juga sedikit banyak diciptakan oleh budaya yang masih sangat merekat. Namun, semakin berkembangnya zaman pemikiran manusia semakin modern dimana semua manusia terlepas dari gender memiliki kesempatan yang sama dalam bidang apapun, dan dengan munculnya gebrakan inovasi ideal manusia terkait isu kesetaraan gender ini membuka jalan bagi para perempuan untuk bisa lebih aksesibel dalam hal yang mereka inginkan dan begitupun dengan laki-laki.
Daftar Pustaka
Harari, Y. N., & Sapiens, A. (2014). A brief history of humankind. Publish in agreement with The Deborah Harris Agency and the Grayhawk Agency.
ADVERTISEMENT
Harahap, A. S., Pulungan, D. F., Gultom, F. R. S. P., Pasaribu, S. S., Gurusinga, S., & Saragih, Y. D. A. (2024). Eksplorasi dan Kolonialisasi: Pengaruh Eropa Terhadap Geografi Amerika. Buana Jurnal Geografi, Ekologi dan Kebencanaan, 1(2), 67-72.
Sipayung, M. E., Damanik, N. E., Manalu, V., Sembiring, M. A. B., Chandra, M. D., Hutagaol, E. B., & Sitorus, R. M. (2024). Geografi Amerika Pra-Kolombus: Peta dan Pengetahuan Penduduk Asli. Buana Jurnal Geografi, Ekologi dan Kebencanaan, 1(2), 49-54.