Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Disintegrasi Toleransi: Ketika Pembangunan Tempat Ibadah Ditolak
15 April 2022 14:24 WIB
Tulisan dari Salman Sultan Ghiffari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan yang mewakili perbedaan masyarakat Indonesia yang berarti berbeda tetapi tetap satu. Semboyan tersebut terus disebutkan, bukan karena hal tersebut sudah tercipta sejak lama, melainkan memiliki makna yang sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat.
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara yang beragam, terdiri dari 1340 suku bangsa, enam agama, dan banyak bahasa. Hal ini menjadi dasar bahwa masyarakat Indonesia harus memiliki jiwa toleransi yang tinggi. Sikap toleransi seperti menghargai umat agama lain dalam beribadah, tidak mendiskriminasi suatu ras, suku, dan menghargai perbedaan pendapat, harus dimiliki oleh semua orang tanpa terkecuali.
Namun, belakangan ini sikap intoleransi masyarakat Indonesia kembali bermasalah. Kasus-kasus pelanggaran terhadap sikap toleransi banyak terjadi. Salah satunya pelanggaran terhadap kebebasan dalam beribadah dan membangun tempat ibadah.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri, Islam merupakan agama mayoritas, dimana hampir 86,93% penduduk Indonesia memeluk agama ini. Menjadi mayoritas bukan berarti kita dapat berlaku seenaknya terhadap agama lain. Saling menghormati, menyayangi, dan menghargai adalah hal yang harus dilakukan.
Jika hal ini tidak dilakukan akan semakin banyak sikap intoleransi terhadap kebebasan beragama yang sudah dijunjung tinggi sejak lama. Salah satu kejadian yang baru saja terjadi yaitu penolakan pembangungan Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Kelurahan Lakarsantri, Kota Surabaya.
Mirisnya, penolakan ini dilakukan oleh warga sekitar kelurahan tersebut dengan alasan gereja tersebut terlalu dekat dengan permukiman warga. Selain itu, penolakan ini juga dilakukan saat mendekati hari besar Umat Kristen yaitu Hari Natal.
Salah satu dari banyaknya contoh sikap intoleransi yang dilakukan oleh oknum tertentu inilah yang menyebabkan banyak golongan tidak bisa bebas dalam beragama. Padahal jika kita lihat lebih dalam terhadap akar permasalahan kasus ini, banyak jalan keluar yang dapat diambil agar terhindar dari arogansi dan penolakan terhadap pembangunan gereja tersebut.
ADVERTISEMENT
Jika memang alasan penolakan pembangunan tersebut diakibatkan karena lokasi yang terlalu dekat, apakah pelaksanaan ibadah di gereja tersebut sampai mengganggu kehidupan warga di sekitar lokasi?
Padahal jika kita tau, ibadah Umat Kristen selama ini tidak mengganggu dan menimbulkan keributan. Lalu, apa yang salah dalam sikap toleransi masyarakat Indonesia?
Menurut Dr. TB. H. Ace Hasan Syadzily, M.Si. yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), munculnya intoleransi disebabkan oleh empat faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu pandangan keagamaan, populisme agama, politisi yang memanfaatkan agama, dan pendirian rumah ibadah. Beliau juga menyebutkan bahwa sikap intoleransi sangat berkaitan dengan moderasi beragama dalam pendidikan.
Pendidikan mengenai perbedaan, agama, dan saling menghargai harus diajarkan sejak kecil oleh lingkungan terdekat. Jika dari kecil sudah diajarkan untuk saling menghargai, menerima perbedaan, dan saling menghormati, sikap intoleransi seperti contoh diatas tidak akan terjadi. Jika terjadi suatu gesekan antar umat agama, orang yang memiliki tingkat pendidikan dan adab yang baik akan mengambil solusi yang bijak, damai, dan tidak merusak toleransi dalam perbedaan. Sebaliknya, orang yang intoleran akan mengambil sikap yang terkesan arogan, merugikan orang lain, dan tidak berpikir untuk jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Sebagai masyarakat Indonesia, memang sudah seharusnya kita peka terhadap kejadian di sekitar kita. Tindakan intoleran dan bermusuhan harus dihindari. Jika negara ini masih ingin dicap sebagai negara yang toleran, harus kita mulai dari diri sendiri bukan?