Konten dari Pengguna

Upacara Adat “Nyanggar dan Babarasih Banua” di Kumai, Kalimantan Tengah

Farijal Adi Nugroho
Mahasiswa Program Studi Sejarah Peradaban Islam IAIN Palangka Raya semester 13.
5 Desember 2023 14:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farijal Adi Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh :
Farijal Adi Nugroho
NIM. 1703150042
Mahasiswa Program Studi Sejarah Peradaban Islam IAIN Palangka Raya
ADVERTISEMENT
I. Pendahuluan
Hubungan antara agama dan kebudayaan sering menghadirkan sebuah ritual yang menjadi tradisi yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat. Seperti halnya yang ada pada masyarakat Kumai (Bubuhan Kumai) yang berada di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, yang terdapat salah satu ritual, yaitu ritual Babarasih Banua yang berarti membersihkan banua atau kota. Pelaksanaan ritual Babarasih Banua yaitu sebagai upaya menolak bala dan penangkal bencana, bahaya, wabah penyakit, dan musibah yang terjadi di masyarakat Kumai. Penelitian ini berfokus pada mengkaji bagaimana ritual babarasih banua sebagai upacara tolak bala yang dilakukan masyarakat Kumai, oleh karena itu metode penelitian yang tepat digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian diperoleh berupa prosesi persiapan pelaksanaan ritual Babarasih Banua dan proses puncak pelaksanaan ritual babarasih Banua. Adapun pembahasan yaitu ritual Babarasih Banua tercipta ketika masyarakat ingin memberikan penghormatan kepada para roh leluhur yang mereka percayai. Roh leluhur tersebut dianggap dapat memberikan penjagaan terhadap masyarakat Kumai dari berbagai bencana dan musibah. Ritual yang tumbuh didalam masyarakat beragama biasanya muncul akibat ketidakmampuan dalam menghadapi persoalan yang diluar batas kemampuan berpikir manusia.
ADVERTISEMENT
Ritual atau ritus merupakan berkaitan dengan hal-hal mistis, padahal wujud konkret dari kehidupan beragama. pada fungsinya ritual merupakan Melalui ritual manusia sesuatu yang melambangkan komunikasi Kepercayaan masyarakat Kumai akan kehadiran makhluk halus membuat ritual ini hadir didalam masyarakat dan menjadi sebuah tradisi. Ritual Babarasih Banua dalam kepercayaan masyarakat Kumai memiliki peran dan fungsi didalam masyarakat. Tujuan utama dari pelaksanaan ritual Babarasih Banua yaitu media upaya menolak bala sebagai penangkal bencana, bahaya, wabah penyakit, dan musibah yang terjadi di masyarakat Kumai. Ritual babarasih banua dilaksanakan dengan tujuan meminta keselamatan dan perlindungan bagi masyarakat Kumai pada sang kuasa yaitu roh leluhur yang dipercayai oleh masyarakat Kumai. Maka dari itu ritual Babarasih Banua menjadi ritual tahunan yang rutin dilaksanakan masyarakat Kumai setiap 5 tahun sekali. Babarasih Banua dilaksanakan terus turun-temurun dengan berbagai prosesi adat yang memiliki makna dan arti tersendiri. Maka peneliti tertarik untuk menggali lebih jauh tentang bagaimana prosesi ritual Babarasih Banua dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
II. Ritual Adat “Nyanggar” dan “Babarasih Banua”
Ritual Babarasih Banua tercipta ketika masyarakat ingin memberikan penghormatan kepada para roh leluhur yang mereka percayai. Roh leluhur tersebut dianggap dapat memberikan penjagaan terhadap masyarakat Kumai dari berbagai bencana dan musibah. Ritual yang tumbuh didalam masyarakat beragama biasanya muncul akibat ketidakmampuan dalam menghadapi persoalan yang diluar batas kemampuan berpikir manusia Pada dasarnya manusia menghadapi berbagai persoalan dan tantangan, seperti gagal panen, bencana alam, penyakit, dan sebagainya. Manusia tidak lepas dari berbagai persoalan tersebut. Oleh karena itu, menghadapi dan mencari solusi atau penyelesaian untuk mengatasi persoalan itu harus dilakukan. Ada banyak cara yang dilakukan oleh manusia, salah satunya berdamai dengan alam melalui pelaksanaan serangkaian ritual atau upacara (Hasbullah, 2017). Hal ini berarti bahwa ritual atau ritus dilakukan dengan motif meringankan krisis kehidupan (life crisis) seperti memasuki periode dewasa, perkawinan, mati, sakit, dan lain sebagainya. Seperti halnya ritual Babarasih Banua, ritual ini dilaksanakan berdasarkan ketidakmampuan manusia dalam menjaga dan melindungi tempat tinggalnya dari ancaman musibah dan kekacauan (Ashsubli, 2018). Selain itu, pemahaman masyarakat yang mempercayai adanya makhluk-makhluk halus yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan manusia menjadi alasan mengapa ritual Babarasih Banua masih tetap dilaksanakan sampai sekarang. Mereka percaya bahwa ritual Babarasih Banua adalah norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan sosial.
ADVERTISEMENT
Upacara ritual dalam Antropologi dikenal dengan kelakukan keagamaan (religious behaviour) yang merupakan perwujudan bentuk aktivitas atau kegiatan yang berusaha mencari hubungan dengan dunia gaib (Herrmans, 2021). Secara umum, dunia gaib bisa dihadapi manusia dengan berbagai macam perasaan, seperti cinta, bakti, tetapi juga takut atau ngeri bahkan campuran dari berbagai macam perasaan. Ritual merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan yang gaib.
Ritual bukan hanya sarana yang memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dan yang menyebabkan krisis seperti upacara tolak bala. Rangkaian ritual yang paling penting dalam banyak religi di dunia adalah upacara ritual tolak bala. Dalam ritual seperti itu tema pokoknya sering kali melambangkan proses pemisahan antara yang hidup dan yang meninggal (Maslikatin et al., 2015). Kegiatan upacara selain mengandung nilai budaya, berfungsi bahwa dalam hidup manusia harus senantiasa diikat dengan adat dan budaya yang dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku juga menghubungkan manusia dengan sesama manusia, dapat mengelompokkan pemikiran dan kebersamaan, begitu juga halnya upacara dapat menghubungkan manusia dengan alam.
ADVERTISEMENT
Persiapan Ritual Babarsih Banua
Pelaksanaan ritual ini dimulai dengan beberapa persiapan, yaitu:
1. Pembuatan sanggar, yang nantinya digunakan sebagai sanggar tempat membuat perangkat-perangkat sesaji seperti rumah tiang tunggal, rumah pamedangan, dll. Sanggar ini juga sebagai tempat bagi kaum ibu-ibu memasak makanan dan kue-kue untuk perlengkapan sesaji.
2. Pembuatan rumah tiang tunggal. Rumah tiang tunggal adalah rumah yang dibangun dengan satu tiang. rumah tiang tunggal merupakan rumah adat yang akan menjadi pusat kegiatan, sekaligus tempat tinggal pelaksanaan yang akan memimpin upacara adat.
3. Pembuatan pentas tradisional. Pentas inilah yang akan digunakan sebagai pentas kebudayaan tradisional dalam menyajikan budaya daerah selama prosesi adat ini berlangsung. Pentas tradisional ini dibuat karena dalam prosesi adat babarasih banua pembuatan lencana dan perlengkapan sesaji dilakukan kurang lebih satu minggu, sehingga selama waktu itu akan diisi dengan pentas tradisional. Biasanya dalam pentas ini akan menampilkan beberapa kesenian tari dan pencak silat, diantaranya adalah Tirik, Japin, Rudad, Pencak Silat.
Sanggar tempat para pekerja membuat dan menyiapkan sesaji
Bekas sanggar masyarakat adat membuat dan menyiapkan persiapan ritual adat
Adapun perangkat/peralatan yang akan dibuat sebagai perlengkapan sesaji adalah :
ADVERTISEMENT
1. Rumah Tiang Tunggal
2. Rumah Pemedangan
3. Balai Tujuh
4. Lancang
5. Beraneka macam wadai (kue) sebanyak 41 jenis (7 biji per 1 jenis kue)
6. Seekor kambing
7. Tujuh ekor ayam (untuk 7 tempat)
Lancang berupa miniatur, tempat sesaji berupa 41 jenis wadai (kue)
Puncak pelaksanaan upacara adat “Nyanggar”
Setelah pembuatan perangkat-perangkat dan isi sesaji selesai dibuat, maka pelaksana akan memerintahkan kepada pekerja untuk menyiapkan sesaji agar diserahkan ke tempat-tempat yang sudah ditentukan. Dalam rangkaian upacara adat ini acara penyerahan sesaji dilakukan dengan mengunakan iring-iringan perahu-perahu pengantar sesaji ke tempat yang telah ditentukan, yaitu :
1. Sungai Nyirih (Rumah Tiang Tunggal)
2. Sungai Tendang (Lancang)
3. Sungai Panggung (Lancang dan dilanjutkan dengan pemotongan kambing)
4. Sungai Kapitan (Lancang)
ADVERTISEMENT
5. Sungai Sekonyer (Rumah Pamedangan)
6. Sungai Pasir Panjang (Rumah Balai Tujuh)
7. Melepas atau melabuhkan miniatur perahu (Antara sungai Pasir Panjang ke Muara) Melaburkan miniatur perahu ke sungai
Dan disepanjang perjalanan iring-iringan perahu pengantar sesaji ini, dimeriahkan dengan adanya adegan perang-perangan sambil lempar-melempar dengan menggunakan ketupat yang berisi ampas kelapa, antara iring-iringan perahu dengan para penonton yang berada disepanjang alur sungai yang dilewati.
Melabuhkan sesaji di muara sungai
iring-iringan perahu membawa sesaji
antusias masyarakat ikut menyaksikan kegiatan puncak ritual adat Babarasih Banua
Penulis setelah puncak acara selesai
Setelah semua rangkaian kegiatan ritual adat tersebut selesai, kegiatan akan di-akhiri dengan kegiatan makan-makan ber-sama. Kegiatan makan-makan bersama ini diikuti oleh pelaksana ritual adat dan juga semua bentuk penghormatan kepada makhluk-makhluk halus yang masih ada hubungan kekerabatan dengan mereka (Untara & Gunawijaya, 2020). Meskipun sekarang merupakan zaman modern yang serba maju dan canggih. Namun mereka tetap beranggapan dengan adanya ritual penghormatan tersebut mereka beranggapan bahwa makhluk-makhluk tersebut akan melindungi dan memperlancar kegiatan mereka. Sehingga memberikan kehidupan yang aman, tenteram, dan sejahtera bagi masyarakat Kumai atau Bubuhan Kumai.
Doa bersama setelah upacara adat selesai
Penulis berfoto setelah puncak acara ritual adat Babarasih Banua selesai
III. Penutup
ADVERTISEMENT
Ritual adat “Nyaggar” dan “Babarasih Banua” rutin dilaksanakan masyarakat di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar).Tradisi ini merupakan wujud sikap berserah diri pada Tuhan, karena apapun yang terjadi di dunia ini sepenuhnya atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
Ritual dipimpin oleh Demang dan tokoh adat yang diawali dengan menyusuri Sungai Kumai dengan membawa 7 buah balai (miniatur istana) ancak. Ancak yaitu tempat meletakkan 40 macam kue tradisional serta miniatur kapal yang diletakkan ayam hitam. Nantinya miniatur kapal ini akan dilepaskan ke muara sungai. Selain membawa membawa balai dan ancak, dalam prosesi ini juga dibawa seekor kambing warna hitam untuk dikorbankan.
Dalam perjalanan menuju lokasi tempat meletakkan balai dan ancak, beberapa pemusik dan penari di atas kapal melantunkan pantun diiringi musik dan menari tradisional yang biasanya disebut Tirik.
ADVERTISEMENT
Baberasih benua nama dari upacara adat merupakan tradisi di kumai atau Kalimantan tengah yang dilaksanakan masyarakat kumai secara turun-temurun, babarasih banua merupakan ritual sakral yang bertujuan untuk memohon kepada Allah SWT atas keselamatan dan berkah. Dalam acara ini masyarakat kumai bergotong royong bersama dalam kegiatan ini. Babarasih benua ini diharapakan terus menjaga tradisi dalam kerangka menjaga persatuan masyarakat sesuai pesan para leluhur.
REFERENSI
REFERENSI
Adilia, W. F., & Said, I. M. (2019). Ritual Posuo Pingitan Pada Masyarakat Suku Buton. Ilmu Budaya, 7(2), 273–281.
Agus, B. (2007). Pengantar Antropologi Agama. PT Raja Grafindo Persada.
Ashsubli, M. (2018). RITUAL BUDAYA MANDI SAFAR DI DESA TANJUNG PUNAK PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU. JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality, 3(1).
ADVERTISEMENT
Bauto, L. (2014). PERSPEKTIF AGAMA DAN KEBUDAYAAN DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA (Suatu Tinjauan Sosiologi Agama). JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 23(2).
Chotimah, H. (2007). Ritual Tradisi Nyadar dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial warga Desa Pinggir papas Di Madura.
Haedar, M. A. (2016). Pergeseran Pemaknaan Ritual Merti Dusun Studi atas Ritual Warga
Dusun Celengan, Tuntang, Semarang. Al-A’raf : Jurnal Pemikiran Islam Dan Filsafat, 13(1), 1. https://doi.org/10.22515/ajpif.v13i1.41
Hasbullah. (2017). RITUAL TOLAK BALA PADA MASYARAKAT MELAYU (KAJIAN PADA MASYARAKAT PETALANGAN KECAMATAN PANGKALAN KURAS KABUPATEN
Husin, Amir. Ritual Babarasih Banua sebagai Upacara Tolak Bala bagi Masyarakat Kumai. Artikel http//www.artikel babarsih banua kumai (diakses pada 30 November 2023, Pkl. 13:00 WIB)
PELALAWAN). Jurnal Ushuluddin, 25(1).
ADVERTISEMENT
Widaty, Cucu. (2021). Ritual Babarasih Banua sebagai Upacara Tolak Bala bagi Masyarakat Kumai. Sosietas : Jurnal Pendidikan Sosiologi. Vol.11, Hal. 113-122 https://doi.org/10.17509/sosietas.v11i2.41608 (diakses pada 30 November 2023, Pkl. 14:00 WIB)
https://dispar.kotawaringinbaratkab.go.id/upacara-adat-nyanggar-babarasih-banua/ (diakses pada 30 November 2023, Pkl. 12:20 WIB)