news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sindiran dari Kodok Zuma

Farikha Fitria Shabrilia
Mahasiswi Ilmu Sejarah Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
2 Agustus 2022 21:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farikha Fitria Shabrilia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi permainan Zuma. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi permainan Zuma. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Belakangan ini, warganet dihebohkan dengan sikap Kominfo yang memblokir sejumlah platform digital yang tidak melakukan pendaftaran sebagai PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) lingkup privat, seperti Paypal, Steam, Origin, hingga Epic Games.
ADVERTISEMENT
Sontak, pemblokiran tersebut menuai banyak kritikan dari warganet hingga memunculkan tagar #BlokirKominfo yang hingga saat ini (2/8/2022) masih masuk ke dalam jajaran trending topic di Twitter.
Amarah warganet atas pemblokiran tersebut cukup beralasan. Misalnya, pemblokiran Paypal dapat merugikan para freelancer dan mereka yang sering melakukan transaksi elektronik menggunakan platform tersebut.
Selain itu, pemblokiran Steam dan Epic Games juga menunjukkan inkonsistensi pemerintah yang katanya ingin mendukung dan meningkatkan industri gim online di Indonesia. Jika alasan pemerintah adalah untuk membantu para pengembang gim lokal masuk ke dalam pasar, lantas bagaimana para pengembang gim lokal tersebut bisa memasarkan gimnya jika platform distribusinya diblokir oleh pemerintah?
Proses pengembangan platform digital pun bukanlah “pekerjaan Bandung Bondowoso” yang bisa digarap dalam waktu yang singkat. Sebelum memblokir dan menunggu “aplikasi buatan anak bangsa” siap digunakan, apakah pemerintah sudah menyiapkan alternatif pengganti platform-platform yang diblokir tersebut?
ADVERTISEMENT
Padahal melalui platform, seperti Steam dan Epic Games, para gamers bisa mendapatkan gim kesukaannya secara legal. Memblokir platform tersebut bisa saja membuat eksistensi industri gim bajakan yang ilegal kembali diminati oleh masyarakat.
Lucunya, pemerintah malah membiarkan situs judi online yang sudah jelas ilegal tidak terblokir. Malahan, situs judi online yang terus dibiarkan dapat menjadi sarang perbuatan kriminal. Banyak orang yang sudah dibuat gelap mata tega melancarkan aksi pencurian hingga pembunuhan karena perkara terlilit utang judi online.
Apakah pemerintah masih kurang bukti dan alasan untuk tidak memblokir situs-situs yang diduga kuat sebagai judi online? Mirisnya, situs judi online yang memang berbasis permainan kartu domino oleh pemerintah malah diklaim sebagai permainan kartu biasa, dan bersama dengan beberapa situs yang dicurigai lainnya malah terdaftar resmi sebagai PSE.
ADVERTISEMENT
Berkaitan dengan hal itu, permainan Zuma seringkali diidentikkan dengan ketidakbecusan para PNS dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. Gim jadul yang telah rilis sejak tahun 2003 tersebut sampai-sampai disebut sebagai gimnya para PNS. Cara memainkannya yang mudah dan tidak memerlukan spesifikasi komputer tertentu membuat gim tersebut makin “ramah usia” alias bisa dimainkan oleh para baby boomers sekalipun yang acapkali dilabeli sebagai generasi yang gaptek (gagap teknologi).
Menanggapi pemblokiran sejumlah platform oleh pemerintah, banyak warganet yang bertanya-tanya dengan kemampuan IT sebenarnya dari para jajaran PNS di Kominfo yang terlihat serampangan dalam membuat kebijakan.
Mereka pahamnya kodok zuma, dok. Gak paham apa itu Paypal, apa itu Steam,” ungkap seorang warganet dalam cuitannya di Twitter.
ADVERTISEMENT
Maklum, mainnya kodok zuma doang di kantor,” tulis salah seorang warganet menanggapi pemblokiran tersebut.
Cuitan warganet mengenai “kodok Zuma” untuk merespons pemblokiran oleh pemerintah sebenarnya mempunyai makna yang dalam. Tak hanya sekadar permainan biasa, permainan Zuma telah menjelma sebagai sebuah sindiran pada pemerintah, khususnya Kominfo yang seharusnya lebih melek teknologi, tetapi malah menunjukkan sisi “gagapnya” lewat pembuatan kebijakan yang serampangan dan tebang pilih.
Bukankah para PNS yang duduk di jajaran Kominfo adalah orang-orang yang "paham" betul soal IT? Tentu saja pemahaman IT lebih dari sekadar cara menembakkan bola warna-warni layaknya bermain Zuma di komputer kantor.
Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan matang-matang tiap kebijakan yang akan dibuat karena kebijakan tersebut tidak hanya berdampak pada satu orang saja, melainkan semua hajat hidup masyarakat. Tidak lucu bukan, jika masyarakat hanya dijadikan sebagai ajang coba-coba kebijakan blunder yang baru akan ditarik ketika sudah menuai atensi dan amarah publik?
ADVERTISEMENT