Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Konten dari Pengguna
Kunjungan dan Observasi di Rumah Sakit Hewan UNAIR
10 Desember 2024 16:07 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Farisya Adriana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Implementasi komunikasi efektif dan layanan kesehatan terapeutik di Rumah Sakit Hewan Universitas Airlangga Indonesia
ADVERTISEMENT
Komunikasi adalah komponen penting dalam penyampaian layanan kesehatan. Di rumah sakit hewan, komunikasi sangat penting untuk memastikan bahwa baik hewan maupun pemiliknya menerima perawatan terbaik. Selama kunjungan saya ke Rumah Sakit Hewan UNAIR, saya mengamati berbagai interaksi yang terjadi di area publik seperti resepsionis, ruang tunggu, dan ruang konsultasi yang terlihat dari luar. Interaksi-interaksi ini menyoroti pentingnya komunikasi verbal dan non-verbal dalam menjembatani profesi, pemilik hewan peliharaan, dan hewan itu sendiri.
Komunikasi Verbal
Saat menunggu di area umum rumah sakit hewan, saya dapat mengamati beberapa interaksi antara staf dan pemilik hewan peliharaan. Komunikasi verbal sering kali langsung, terutama ketika staf menjelaskan prosedur, menjadwalkan janji, atau memberikan petunjuk umum. Sebagai contoh, seorang resepsionis membimbing pemilik hewan peliharaan tentang cara mempersiapkan anjing mereka untuk vaksinasi, menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Instruksi yang diberikan mencakup langkah-langkah praktis, seperti memastikan hewan peliharaan tetap tenang, sehingga memudahkan pemilik untuk mengikuti.
ADVERTISEMENT
Dari pengamatan saya di luar area grooming, komunikasi verbal juga sangat penting. Staf grooming menggunakan instruksi yang jelas dan sopan saat bertanya kepada pemilik hewan mengenai layanan spesifik, seperti pemotongan bulu atau pemotongan kuku. Salah satu percakapan yang mencolok adalah ketika seorang staf dengan sabar menjelaskan bagaimana mereka akan menangani anjing yang cemas selama proses grooming, memastikan pemiliknya merasa yakin untuk meninggalkan hewan peliharaan mereka di tangan profesional.
Di ruang ICU (ruang rawat intensif), tempat hewan yang sangat sakit dirawat, komunikasi verbal sangat penting untuk menyampaikan pembaruan kepada pemilik hewan. Meskipun saya tidak bisa masuk ke area tersebut, saya mengamati dokter hewan yang keluar untuk berbicara dengan pemilik hewan yang sedang menunggu. Dalam satu kejadian, seorang dokter hewan memberikan pembaruan mendetail tentang kondisi seekor kucing yang sedang pulih setelah operasi. Pembicaraan tersebut melibatkan penjelasan yang jelas mengenai kondisi kucing, langkah-langkah perawatan selanjutnya, dan tindakan pencegahan yang perlu diambil oleh pemilik setelah kucing tersebut dipulangkan. Nada suara dokter hewan yang tenang dan pilihan kata yang sederhana serta menenangkan secara efektif menyampaikan keseriusan situasi dan komitmen mereka terhadap perawatan.
ADVERTISEMENT
Interaksi antara staf juga mengandalkan komunikasi verbal yang ringkas, terutama selama periode sibuk. Meskipun saya tidak bisa mengamati diskusi secara mendetail, saya mendengar anggota tim yang mengoordinasikan tugas dan meminta bantuan ketika diperlukan, yang menunjukkan pentingnya pertukaran verbal yang jelas untuk menjaga efisiensi alur kerja.
Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi non-verbal mungkin bahkan lebih menonjol di area publik rumah sakit. Banyak staf medis hewan menggunakan isyarat non-verbal, seperti senyuman hangat, anggukan, dan gerakan terbuka, untuk menenangkan pemilik hewan yang cemas. Misalnya, seorang dokter hewan yang keluar dari ruang konsultasi meluangkan waktu sejenak untuk melakukan kontak mata dan memberikan anggukan yang menenangkan kepada pemilik yang memegang kucing yang tampak terganggu di area tunggu. Isyarat-isyarat halus ini menyampaikan pengertian dan empati tanpa perlu kata-kata.
ADVERTISEMENT
Bahasa tubuh juga memainkan peran penting dalam interaksi. Staf medis hewan mendekati hewan peliharaan dengan hati-hati, sering kali membungkuk atau mengulurkan tangan dengan lembut sebelum melakukan kontak langsung. Situasi yang terjadi di dalam ruang konsultasi dapat dilihat melalui jendela kecil di pintu, saya melihat bagaimana tindakan non-verbal ini di luar ruang membantu menenangkan baik hewan peliharaan maupun pemiliknya. Pemilik sering kali merespons secara positif terhadap isyarat ini, merasa lebih rileks dan terlibat.
Pemilik juga sangat bergantung pada isyarat non-verbal untuk menyampaikan kekhawatiran mereka. Banyak yang memeluk hewan peliharaan mereka dengan erat saat menunggu giliran. Menyadari dan menangani perilaku ini, staf medis sering mendekati pemilik dengan tenang, memberikan jaminan verbal disertai dengan isyarat non-verbal empatik, seperti meletakkan tangan di meja atau mempertahankan kontak mata.
ADVERTISEMENT
Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik melibatkan penciptaan rasa percaya dan pemahaman antara profesional dan klien. Meskipun pengamatan saya terbatas pada area publik, saya mencatat beberapa contoh di mana komunikasi terapeutik diterapkan dengan efektif. Sebagai contoh, seorang dokter hewan yang keluar dari ruang konsultasi berhenti sejenak untuk berbicara dengan pemilik yang anjingnya baru saja menjalani prosedur. Dokter hewan tersebut menggunakan nada suara yang tenang, meyakinkan pemilik bahwa anjing tersebut sedang pulih dengan baik, dan memberikan instruksi perawatan setelah prosedur. Interaksi ini tidak hanya menyampaikan informasi penting tetapi juga mengurangi kecemasan pemilik, yang menunjukkan dampak terapeutik dari komunikasi yang efektif.
Refleksi Kritis
Dari pengamatan saya, menjadi jelas bahwa baik komunikasi verbal maupun non-verbal sangat penting dalam menjaga efisiensi dan empati yang dibutuhkan di lingkungan layanan kesehatan hewan. Komunikasi verbal memastikan bahwa instruksi dan informasi disampaikan dengan jelas, sementara isyarat non-verbal meningkatkan pemahaman untuk menciptakan rasa percaya dan jaminan.
ADVERTISEMENT
Namun, tantangan yang saya saksikan, seperti sinyal non-verbal yang tidak konsisten, situasi bertekanan tinggi, dan hambatan bahasa, menunjukkan pentingnya pengembangan keterampilan komunikasi lebih lanjut. Program pelatihan yang fokus pada kesadaran non-verbal, kompetensi budaya, dan manajemen stres dapat sangat meningkatkan kualitas interaksi di peran yang berhubungan langsung dengan publik.
Selain itu, menciptakan alur kerja yang lebih terstruktur selama jam-jam sibuk dapat membantu mengurangi stres bagi staf, memastikan bahwa komunikasi mereka tetap konsisten dan efektif.
Kesimpulan
Kunjungan saya ke Rumah Sakit Hewan UNAIR adalah kesempatan unik untuk mengamati dinamika komunikasi di rumah sakit hewan. Meskipun terbatas pada area publik, saya dapat mengidentifikasi peran penting baik komunikasi verbal maupun non-verbal dalam menciptakan lingkungan yang terapeutik dan empatik. Dengan memiliki keterampilan ini dan menangani tantangan yang ada, para profesional veteriner dapat lebih meningkatkan kualitas perawatan yang diberikan kepada hewan peliharaan dan pemiliknya. Pada akhirnya, komunikasi yang efektif bukan hanya keterampilan teknis, tetapi juga fondasi untuk membangun kepercayaan, empati, dan perawatan kesehatan berkualitas tinggi.
ADVERTISEMENT