Konten dari Pengguna

Guru Honorer Tak Dibayar, Siapa yang Menikmati Anggaran?

Fariszal Amri
Mahasiswa Unpam Jurusan Sistem Informasi Semester 1
3 Mei 2025 17:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fariszal Amri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Ribuan guru honorer menghadapi nasib serupa. Mereka menjadi tulang punggung pendidikan di daerah, namun dibayar jauh di bawah upah minimum, bahkan seringkali tak dibayar sama sekali. Padahal, anggaran pendidikan negara terus meningkat tiap tahun.

potret guru paruh baya yang masih aktif mengajar, source : pixabay
zoom-in-whitePerbesar
potret guru paruh baya yang masih aktif mengajar, source : pixabay
ADVERTISEMENT
Anggaran Triliunan, Tapi Guru Lupa Diurus
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia melalui APBN 2024 telah mengalokasikan Rp660,8 triliun untuk sektor pendidikan. Jumlah ini setara dengan 20% dari total anggaran negara, sesuai amanat UUD 1945 Pasal 31. Anggaran ini dialokasikan ke berbagai lembaga, seperti Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, hingga pemerintah daerah.
Namun, pertanyaannya: dengan angka sebesar itu, mengapa masih banyak guru yang hidup di bawah garis sejahtera?
Salah satu penyebabnya adalah distribusi dan pengelolaan dana pendidikan yang bermasalah, terutama di tingkat daerah. Banyak guru honorer dibayar menggunakan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) atau DAK (Dana Alokasi Khusus) yang penyalurannya tidak merata dan rawan diselewengkan.
Pendidikan: Ladang Basah Korupsi?
Pengusaha memberikan uang suap dalam amplop untuk bermitra dalam penipuan korupsi dengan nada hitam dan putih, source : pixabay
Salah satu temuan ICW bahkan mengungkap adanya kasus di mana sekolah mencantumkan nama guru atau siswa fiktif untuk mendapat alokasi dana BOS lebih besar. Uang yang seharusnya digunakan untuk operasional sekolah dan gaji guru honorer malah masuk ke kantong pribadi oknum tertentu.
ADVERTISEMENT
Dampaknya Tak Main-main
Pegawai pemerintah Indonesia yang tidak bahagia berdiri sambil memegang dan membaca dokumen atau kertas, source : pixabay
Ketika guru tidak digaji dengan layak, efeknya tidak hanya dirasakan oleh mereka secara pribadi. Anak-anak bangsa pun ikut menjadi korban. Motivasi guru menurun, kualitas pengajaran terganggu, dan pendidikan menjadi formalitas belaka.
Di daerah terpencil, guru honorer sering kali menjadi satu-satunya sumber ilmu bagi puluhan siswa. Ketika mereka tak lagi mampu bertahan, anak-anak kehilangan kesempatan untuk belajar dengan baik. Dalam jangka panjang, hal ini memperparah kesenjangan kualitas pendidikan antara kota dan desa.
Solusi: Bukan Tambah Anggaran, Tapi Perbaiki Sistem
Solusi dari masalah ini bukan semata-mata dengan menambah anggaran, tapi memperbaiki sistem distribusi dan pengawasan. Beberapa langkah yang bisa didorong:
1. Transparansi Anggaran Sekolah:
Pemerintah perlu mendorong sekolah untuk membuka laporan keuangan secara publik, misalnya melalui sistem BOS Online atau dashboard transparansi daerah.
ADVERTISEMENT
2. Pemerintah Pusat Ambil Alih Gaji Guru Honorer:
Tidak semua pemda mampu mengelola anggaran pendidikan dengan baik. Pemerintah pusat bisa menetapkan sistem standar penggajian langsung seperti untuk ASN.
3. Peran Aktif KPK dan BPK:
Pengawasan terhadap aliran dana pendidikan harus diperkuat. Audit rutin dan investigasi pada proyek-proyek pendidikan sangat diperlukan.
4. Pengangkatan Guru Honorer Menjadi ASN atau PPPK:
Pemerintah sudah mulai melakukan ini, tapi kuotanya masih sangat terbatas. Akselerasi rekrutmen bisa jadi solusi jangka panjang.
Penutup: Menghargai yang Mendidik
Guru bukan sekadar profesi. Mereka adalah fondasi dari semua profesi lain: dokter, insinyur, pemimpin, bahkan presiden. Ketika guru—terutama yang berada di ujung negeri—diperlakukan dengan semena-mena, kita bukan hanya melecehkan mereka, tapi juga masa depan bangsa.
ADVERTISEMENT