Konten dari Pengguna

Visi-Visi Kekaisaran: Memahami Sifat, Etika, dan Pembenaran Imperium

Farras Adyatma
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
12 Juni 2024 13:05 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farras Adyatma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image source : Canva
zoom-in-whitePerbesar
Image source : Canva
ADVERTISEMENT
Kisah Numantia: Simbol Perlawanan dan Warisan Romawi di Spanyol
Pada abad ke-2 SM, sebuah kota kecil di pegunungan Iberia bernama Numantia menjadi pusat perlawanan terhadap Kekaisaran Romawi. Meski tidak memiliki kekuatan militer yang sebanding, penduduk Numantia menunjukkan semangat perlawanan yang luar biasa terhadap penjajahan Romawi. Namun, setelah lebih dari satu tahun pengepungan oleh pasukan Romawi yang dipimpin oleh Scipio Aemilianus, kota itu akhirnya menyerah karena kelaparan. Penduduk Numantia memilih untuk membakar kota mereka dan melakukan bunuh diri daripada menjadi budak Romawi.
ADVERTISEMENT
Kisah tragis Numantia menjadi simbol keberanian dan patriotisme di Spanyol. Meskipun kota itu jatuh, perlawanan mereka diabadikan melalui karya sastra, seni visual, dan budaya populer Spanyol. Kisah ini mengilhami rasa nasionalisme dan kepahlawanan di kalangan rakyat Spanyol. Namun, ironi dari penghormatan ini adalah bahwa penghormatan terhadap Numantia dan semangat perlawanan mereka sebagian besar dilakukan dalam bahasa dan budaya Romawi, bukan budaya Celtic asli mereka.
Meskipun Numantia menjadi legenda dalam sejarah Spanyol, warisan budaya dan politik mereka telah dipengaruhi secara signifikan oleh penjajah Romawi. Bahasa, hukum, politik, dan budaya Spanyol modern memiliki akar yang dalam dalam kebudayaan Romawi, sementara warisan budaya Celtic hampir sepenuhnya hilang. Kisah perlawanan Numantia menggambarkan bagaimana pemenang seringkali mengontrol narasi sejarah, mengaburkan atau menghapuskan identitas budaya yang kalah. Perlawanan Numantia bukan hanya tentang keberanian, tetapi juga tentang bagaimana sejarah dan identitas budaya dibentuk oleh kekuatan dominan.
ADVERTISEMENT
Memahami Kekaisaran: Entitas Politik yang Kompleks dan Beragam
Sebuah kekaisaran adalah entitas politik dengan dua karakteristik utama yang membedakannya. Pertama, untuk dianggap sebagai kekaisaran, entitas tersebut harus memerintah sejumlah besar orang yang berbeda, masing-masing dengan budaya dan wilayah yang terpisah. Kedua, kekaisaran memiliki perbatasan yang fleksibel dan dapat diperluas tanpa mengubah identitas dasarnya. Hal ini memungkinkan kekaisaran untuk menyatukan berbagai kelompok etnis dan zona ekologi di bawah satu pemerintahan, menciptakan entitas politik yang luas dan beragam.
Tidak ada kriteria khusus yang harus dipenuhi untuk menjadi kekaisaran selain keragaman budaya dan fleksibilitas perbatasannya. Sebuah kekaisaran tidak harus muncul dari penaklukan militer atau diperintah oleh seorang kaisar otokratis. Kekaisaran juga tidak harus besar dalam ukuran dan populasi; yang penting adalah kemampuannya untuk menyatukan wilayah yang beragam di bawah satu pemerintahan. Kekaisaran dapat berbentuk berbagai macam konfigurasi politik dan sosial, selama mereka memenuhi dua karakteristik utama tersebut.
ADVERTISEMENT
Kekaisaran telah memainkan peran sentral dalam sejarah manusia dengan menyatukan berbagai kelompok etnis dan budaya di bawah satu payung politik. Namun, kekaisaran juga telah berkontribusi pada berkurangnya keanekaragaman manusia dengan meratakan karakteristik unik dari banyak bangsa dan membentuk kelompok-kelompok yang lebih besar dan lebih homogen. Dalam prosesnya, kekaisaran sering menghapus identitas budaya yang unik dan menciptakan identitas yang lebih seragam, mengurangi keberagaman budaya yang sebelumnya ada.
Menggali Warisan Kekaisaran: Antara Penghancuran dan Pencapaian
Pengkritik kontemporer terhadap imperialisme sering kali menyuarakan dua argumen utama: pertama, bahwa imperialisme pada akhirnya gagal, dan kedua, bahwa imperialisme adalah mesin penghancur dan eksploitasi. Namun, secara historis, kekaisaran telah menjadi bentuk organisasi politik yang paling dominan selama dua setengah milenium terakhir, menunjukkan stabilitas yang luar biasa. Meskipun sering kali dianggap sebagai simbol penindasan dan penaklukan, kekaisaran juga memberikan landasan bagi banyak pencapaian budaya dan kemakmuran.
ADVERTISEMENT
Para penguasa kekaisaran sering menggunakan keuntungan dari penaklukan untuk mendukung seni, filsafat, dan keadilan. Mereka membangun infrastruktur, seperti jalan dan saluran air, yang memperkuat perdagangan dan komunikasi, serta mendirikan lembaga pendidikan dan seni yang menghasilkan warisan budaya yang kaya. Keberadaan kekaisaran memungkinkan pertukaran ide dan teknologi antarwilayah yang luas, mempercepat perkembangan peradaban.
Namun, warisan kekaisaran tidak terbatas pada budaya elit; banyak aspek budaya modern, termasuk bahasa, identitas nasional, dan citra diri, telah dipengaruhi oleh kekaisaran. Bahasa Latin yang digunakan oleh Kekaisaran Romawi, misalnya, telah berkembang menjadi bahasa-bahasa Roman seperti Spanyol, Prancis, dan Italia yang digunakan oleh jutaan orang saat ini. Identitas nasional banyak negara juga dibentuk melalui proses sejarah yang panjang, di mana kekaisaran memainkan peran penting.
ADVERTISEMENT
Meskipun kekaisaran sering kali dianggap sebagai entitas yang merugikan, warisan dan pengaruhnya dalam membentuk dunia modern tidak dapat diremehkan. Kekaisaran, dengan segala kontradiksinya, telah menciptakan fondasi bagi perkembangan budaya dan masyarakat yang kompleks. Dengan demikian, penting untuk memahami kekaisaran bukan hanya sebagai simbol penindasan, tetapi juga sebagai kekuatan yang memiliki peran signifikan dalam membentuk sejarah dan budaya dunia.
Kekaisaran Akkadia dan Warisan Kekaisaran Dalam Sejarah Dunia
Kekaisaran pertama yang tercatat dengan pasti adalah Kekaisaran Akkadia di bawah pemerintahan Sargon Agung sekitar tahun 2250 SM. Sargon, yang awalnya adalah seorang raja di Kish, berhasil menaklukkan wilayah luas dari Teluk Persia hingga Mediterania, membentuk kekaisaran yang mencakup sebagian besar wilayah Mesopotamia modern. Meskipun Kekaisaran Akkadia tidak bertahan lama setelah kematian Sargon, warisannya menjadi inspirasi bagi kekaisaran-kekaisaran berikutnya, seperti Asyur, Babilonia, dan Het, yang mengklaim penaklukan atas "seluruh dunia".
ADVERTISEMENT
Pada tahun 550 SM, Cyrus Agung dari Persia muncul dengan klaim yang lebih besar dan pendekatan yang lebih inklusif. Cyrus berusaha memerintah demi keuntungan dan kebahagiaan semua yang ditaklukkannya. Contoh terkenal dari kebijakan ini adalah izinnya kepada orang-orang Yahudi untuk kembali ke tanah air mereka dan membangun kembali Bait Suci mereka di Yudea. Kebijakan Cyrus menandai awal dari ideologi kekaisaran yang inklusif, yang menegaskan kesatuan dasar dari seluruh umat manusia.
Ideologi kekaisaran yang inklusif ini diteruskan oleh berbagai penguasa sepanjang sejarah, seperti Alexander Agung, kaisar Romawi, khalifah Muslim, dan lainnya. Mereka melihat kekaisaran mereka bukan hanya sebagai alat dominasi, tetapi juga sebagai cara untuk menyatukan berbagai kelompok etnis dan budaya di bawah satu pemerintahan yang adil dan harmonis.
ADVERTISEMENT
Di belahan dunia lain, ideologi serupa juga muncul. Di Tiongkok, konsep Mandat Surga menegaskan tanggung jawab penguasa untuk menyebarkan keadilan dan keharmonisan ke seluruh dunia, menciptakan citra negara sebagai pemimpin moral dan politik universal. Menurut teori politik tradisional Tiongkok, Surga memilih orang atau keluarga yang paling layak dan memberi mereka Mandat Surga untuk memerintah atas Semua Di Bawah Langit (Tianxia).
Persepsi ini sangat mempengaruhi pandangan sejarah Tiongkok. Periode kekaisaran dianggap sebagai masa keemasan ketertiban dan keadilan, sementara periode fragmentasi politik dipandang sebagai masa kegelapan kekacauan dan ketidakadilan. Hal ini mendorong negara-negara yang berkuasa untuk tidak puas dengan independensi negara-negara kecil, tetapi untuk mencoba reunifikasi, yang sering kali berhasil.
Dalam sejarah dunia, warisan kekaisaran mencerminkan peran penting yang dimainkan oleh kekaisaran dalam membentuk peradaban. Meskipun sering dianggap sebagai entitas yang merugikan karena penaklukan dan eksploitasi, kekaisaran juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan budaya, hukum, dan pemerintahan yang masih dirasakan hingga hari ini. Dengan demikian, memahami kekaisaran dalam seluruh kompleksitasnya membantu kita menghargai dampak mendalam yang mereka miliki dalam sejarah manusia.
ADVERTISEMENT
Referensi
Harari, Y.N. (2015). Sapiens : A Brief History of Humankind. New York :Harper.