Perang TikTok Antar Capres Merebut Hati Gen-Z

Farras Fadhilsyah
Komunikasi Politik BIP Firm
Konten dari Pengguna
1 Januari 2024 22:36 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farras Fadhilsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: AP/Kiichiro Sato
zoom-in-whitePerbesar
Foto: AP/Kiichiro Sato
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilu & Pilpres 2024 kali ini memiliki keseruan tersendiri dari pemilu maupun pilpres di periode-periode sebelumnya. Keseruan itu salah satunya adalah medan tempur baru di dalam dunia politik yaitu platform TikTok. Pada dasarnya medan perang di sosial media bukanlah hal yang baru, tetapi platform TikTok ini menjadi salah satu platform baru yang saat ini digandrungi oleh gen-z dan milenial. Menurut data KPU Sebanyak 66.822.389 atau 33,60% pemilih dari generasi milenial Sedangkan pemilih dari generasi Z adalah sebanyak 46.800.161 pemilih atau sebanyak 22,85% dari total DPT Pemilu 2024.’’ Angka tersebut tentunya menjadi ceruk yang sangat besar karena pemilih Pemilu 2024 ini didominasi oleh gen-z & milenial.
ADVERTISEMENT
Selain itu perubahan perilaku gen-z ini menarik dilihat, yang dimana sebelumnya dominasi platform untuk mencari sebuah informasi yaitu melalui google, kini tren pencarian informasi meningkat pesat melalui TikTok menurut data riset dari Morning Consult menunjukkan bahwa tercatat hingga Februari 2023, terdapat sebanyak 14%. TikTok memang menjadi salah satu platform yang mudah dan instan untuk mendapatkan informasi. Bayangkan saja hanya dengan durasi video beberapa detik kita sudah bisa mendapatkan informasi dengan menarik, bahkan terkadang melalui musik-musik didalam sebuah konten tertentu kita juga bisa menyukai konten informasi tersebut.
Hal ini yang membuat para capres memilih TikTok menjadi target utama untuk membuat kampanye yang menyasar kepada generasi gen-z dan milenial. Menurut Silih Agung Wasesa dalam (Anshari, 2013). kehadiran media baru berbasis digital membuat informasi politik tidak hanya semakin masif, tetapi juga terdistribusi dengan cepat dan bersifat interaktif.
ADVERTISEMENT
Filipina Menjadi Contoh Sukses
Kisah sukes Bongbong Marcos memenangkan kontestasi pilpres di Filipina salah satunya dengan cara berkampanye melalui platform TikTok. Hal ini yang mungkin dilirik oleh para tim kampanye para capres untuk meniru langkah Bongbong Marcos agar diterapkan ke Indonesia. Bagaimana tidak negara tetangga dekat Indonesia itu notabene memiliki kesamaan demogarafi dalam sektor pendidikan dan juga ekonomi.
Istilah “Gemoy” Untuk Prabowo
Kata “Gemoy” saat ini seakan-akan di afiliasikan terhadap sosok Prabowo yaitu capres nomor 2. Padahal awal mula kata gemoy ini adalah plesetan dari kata lucu yang sebelumnya di lekatkan kepada bayi-bayi yang lucu. Tren gemoy ini bermula ada sebuah konten yang menyamakan sosok Prabowo dengan Cipung yaitu anak dari salah satu artis ternama di Indonesia. Isitlah campaign ini sukses mencuri hati gen-z dan akhirnya isitilah ini benar-benar dipakai oleh team Prabowo untuk mejadi bahan kampanye. Terlepas apakah istilah ini organik atau memang settingan oleh team Prabowo, issue ini cukup bisa dikatakan sukses besar untuk mengambil hati gen-z.
ADVERTISEMENT
Anies Bubble
Fenomena ini juga mirip dengan terbentuknya kata gemoy milik Prabowo. Bermula Anies sang Capres melakukan live TikTok dan langsung viral di platform itu. Menariknya pembentukan tren ini langsung dilakukan oleh capres itu sendiri dengan melakukan live. Berbeda dengan Prabowo dimana terciptanya kata gemoy karena pembuatan berbagai macam konten dan sampai hari ini Prabowo juga belum pernah melakukan live atau apapun secara official di platform TikTok.
Mahfud MD Menyusul
Selang beberapa hari setelah fenomena Anies Bubble yang viral, paslon cawapres nomor 3 yaitu Mahfud MD juga melakukan TikTok live. Terlepas ini organik atau tidak tentunya ini menjadi hal yang menarik karena ini membuktikan semua paslon saat ini terjun langsung ke medan pertempuran baru yaitu platfom TikTok
ADVERTISEMENT
Perang Kampanye Pencitraan
Beda tempat beda rasa, begitulah kata guyonan sehari-hari yang kita temukan, begitu juga dengan medan perang di social media, beda tempat beda gaya. TikTok didominasi oleh kalangan Gen-Z dan Milenial. Namun dibalik besar angka mereka yang menjadi penentu suara di Pilpres 2024, untuk menyasar suara mereka memiliki tantangan tersendiri. Menurut survei Litbang Kompas terkait alasan memilih, karakter capres yang tegas dan berwibawa (29,5 persen) menjadi faktor pertimbangan bagi generasi Z. Faktor kedua yang menjadi pertimbangan adalah pribadi capres yang dinilai sederhana dan merakyat disebutkan oleh 11,2 persen responden. Aspek lain, seperti pengalaman memimpin dan tingkat pendidikan, tampak tidak menjadi faktor yang diperhitungkan. Jika dilihat angka- angka tersebut bahwa gen-z masih mayortias melihat pemimpin dari aspek citra. Inilah yang menjadikan lahirnya isitilah gemoy hingga Anies bubble. Satu sisi ini menjadi hal yang seru dalam dunia marketing politik namun satu sisi ini menjadikan ada jebakan baru bagi demokrasi saat ini yaitu kampanye non gagasan.
ADVERTISEMENT
Menangkan Hati Mereka di Detik Akhir
Pertanyaan besarnya adalah siapa yang akan bisa mencuri hati gen-z? tentunya hanya waktu yang bisa menjawab pertanyaan ini. Namun menurut penulis “Waktu” itu sendiri juga yang menentukan siapa yang bisa memenangkan hati gen-z. Jika kita lihat tren issue yang disukai dikalangan gen-z saat tulisan ini dimuat, istilah Anies Bubble bisa dengan sekejap menyingkirkan tren Gemoy yang sebelunya sudah berbulan-bulan viral dan terus menjadi pembahasan di TikTok. Menurut penulis dengan adanya pola tren seperti itu menjadikan bahwa permainan campaign di platform TikTok sangatlah ketat.
Bayangkan saja ada campaign capres viral dan meledak dikalangan gen-z beberapa jam sebelum pembukaan TPS, tentunya ini akan berpotensi adanya pergerakan suara dikalangan gen-z. Jadi menurut penulis ini menjadi medan kampanye yang sangat sengit dan tentunya ini menjadi PR besar bagi para tim capres-cawapres. Penulis jadi teringat sebuah guyonan politik yaitu 5 menit adalah waktu yang sangat lama dalam politik, mungkin kata-kata inilah yang bisa menggambarkan pertarungan suara di platform TikTok.
ADVERTISEMENT
Penulis: Muhammad Farras Fadhilsyah (Komunikasi Politik BIP Firm)