Ekspresi dan Emosi: Bagaimana Tubuh Kita Merespons Perasaan?

Farras Shafabiyu Nasyaputri
Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
18 Juni 2024 6:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farras Shafabiyu Nasyaputri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ekspresi (Sumber: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ekspresi (Sumber: Pixabay)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam kehidupan sehari-hari, individu tidak dapat terlepas dari respons emosi ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Cara paling awal untuk mendeteksi emosi yang dirasakan seseorang adalah melalui ekspresi wajah mereka.

Emosi

Emosi adalah perasaan yang ditujukan seseorang ketika merespons keadaan atau situasi tertentu. Secara psikologi, emosi melibatkan pengalaman, perilaku, dan fisiologis seseorang yang digunakan untuk menangani suatu peristiwa tertentu. Terdapat beberapa emosi dasar yang bersifat bawaan, seperti marah, takut, bahagia, sedih, jijik dan terkejut. Masing-masing emosi memiliki ekspresi emosi yang khas.

Ekspresi Emosi

Ekspresi emosional wajah adalah stimulus yang memungkinkan individu untuk mengomunikasikan perasaan emosionalnya sehingga ekspresi tersebut memberikan efek terhadap kognisi sosial (Alpers, Adolph, & Pauli, 2011). Sebagai contoh, ketika Anda melihat teman Anda sedang berduka dan menampilkan ekspresi wajah sedih, Anda cenderung merasa empati dan merespons dengan perasaan yang serupa. Hal ini dapat menciptakan ikatan emosional dalam interaksi sosial Anda dengan teman Anda.
ADVERTISEMENT

Sistem Saraf Otonom: Organ Penting Penghubung Emosi dan Ekspresi

Dalam prosesnya, ekspresi wajah terbentuk melalui respons biologis dan kognitif individu. Schachter dan Singer (Šimić et al., 2021) beranggapan bahwa sistem saraf otonom bertindak sebagai sinyal perangsang proses kognitif yang memberikan makna akhir pada keadaan emosional.
Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua, yaitu sistem saraf simpatetik dan parasimpatetik. Kedua sistem saraf ini memiliki peran masing-masing dalam mereaksikan emosi.
Ilustrasi sistem saraf (Sumber: Unsplash)

Simpatetik

Sistem saraf ini merespons situasi yang dianggap ancaman atau berbahaya, atau lebih sering dikenal sebagai respons fight or flight.
Bentuk reaksi dari sistem saraf simpatetik berupa:
ADVERTISEMENT

Parasimpatetik

Bentuk respons sistem saraf parasimpatetik berlawanan dengan simpatetik. Saraf ini berfungsi untuk peningkatan relaksasi dan penyembuhan, atau sering disebut rest and digest.
Bentuk reaksi dari sistem saraf parasimpatetik berupa:

Pemberian Label Kognitif

Karena rangsangan fisiologis bersifat non-spesifik dan relatif mirip dengan emosi lainnya, seseorang dapat kesulitan dalam menentukan keadaan emosionalnya. Oleh karena itu, seseorang cenderung mengaktifkan proses "labeling kognitif" dalam merepresentasikan emosi.
Labeling kognitif dilakukan dengan mengingat pengalaman sebelumnya yang serupa. Informasi yang dimiliki individu sangat memengaruhi proses pemberian makna pada suatu keadaan emosional.
Misalnya, Anda akan berbicara di depan umum untuk pertama kalinya. Sistem saraf otonom akan membuat tubuh bereaksi dengan peningkatan denyut jantung, keringat dingin, dan perasaan cemas. Meskipun reaksinya umum untuk berbagai emosi, Anda mungkin kesulitan mengidentifikasi perasaan tersebut. Di sinilah "labeling kognitif" berperan. Anda dapat mengaitkan perasaan itu dengan pengalaman serupa sebelumnya, seperti saat merasa gugup sebelum presentasi. Dengan mempertimbangkan dukungan dan tanggapan positif dari audiens, Anda memberikan makna pada keadaan emosional Anda dan menyadari bahwa Anda merasa gugup. Dalam hal ini, reaksi tubuh sebagai sinyal awal merangsang pikiran Anda, dan labeling kognitif membantu Anda memberikan makna pada perasaan, memengaruhi cara merespons dan berinteraksi dengan situasi tersebut.
ADVERTISEMENT

Amigdala Sebagai Sensor Bahaya

Selain sistem saraf otonom, amigdala juga memberikan peran penting terhadap bagaimana tubuh memproses emosi dan menyampaikannya dalam bentuk ekspresi wajah (Šimić et al., 2021). Amigdala merupakan struktur di dalam otak yang memiliki peran sentral dalam mengendalikan respons emosional individu, terutama dalam konteks deteksi dan tanggapan terhadap ancaman.
Proses dimulai dengan amigdala mendeteksi stimulus yang dianggap sebagai ancaman, baik itu melalui jalur "pendek" yang langsung mencapai amigdala tanpa proses kortikal sebelumnya, atau melalui jalur "panjang" yang melibatkan proses kortikal lebih lanjut. Setelah mendeteksi ancaman, amigdala berperan mengoordinasi respons perilaku dan fisiologis individu untuk menghadapi situasi tersebut. Hal ini mencakup aktivasi sistem saraf otonom yang memengaruhi denyut jantung, pernapasan, dan kelenjar keringat.
ADVERTISEMENT
Amigdala juga terlibat dalam mengatur respons motorik, termasuk ekspresi wajah yang mencerminkan emosi yang dirasakan, seperti ekspresi wajah takut atau marah. Meskipun amigdala berperan dalam respons emosional secara otomatis dan tidak sadar, pengalaman emosional yang sadar baru muncul setelah individu merespons ancaman secara tidak sadar dan terjadi perubahan dalam sistem saraf otonom. Oleh karena itu, amigdala berfungsi sebagai penghubung antara deteksi ancaman, respons tubuh, dan ekspresi wajah yang mencerminkan emosi individu (Šimić et al., 2021).
Ilustrasi ekspresi terkejut (Sumber: Unsplash)
Sebagai contoh, Anda sedang berjalan sendirian di malam hari dan tiba-tiba terdengar suara yang mengagetkan dari semak di sekitar Anda. Amigdala akan merespons dengan mengaktifkan sistem saraf otonom untuk meningkatkan detak jantung, mempercepat pernapasan, dan membuat Anda meloncat atau menunjukkan ekspresi terkejut. Meskipun respons ini terjadi tanpa sadar dan cepat, pengalaman takut yang sesungguhnya baru muncul saat Anda menyadari bahwa suara tersebut mungkin merupakan potensi ancaman. Dalam contoh ini, amigdala berperan dalam merespons stimulus yang dianggap sebagai ancaman potensial, menciptakan respons fisiologis, dan ekspresi wajah yang sesuai dengan emosi yang dirasakan.
ADVERTISEMENT
Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses emosi hingga menunjukan ekspresi wajah dilalui melalui proses yang kompleks di dalam tubuh dan melibatkan fungsi biologis dan kognitif di dalamnya.

Referensi

Alpers, G. W., Adolph, D., & Pauli, P. (2011). Emotional scenes and facial expressions elicit different psychophysiological responses. International Journal of Psychophysiology, 80(3), 173-181.
Ekman, P. (1992). An argument for basic emotions. Cognition & emotion, 6(3-4), 169-200.
Šimić, G., Tkalčić, M., Vukić, V., Mulc, D., Španić, E., Šagud, M., … Hof, P. R. (2021, June 1). Understanding emotions: Origins and roles of the amygdala. Biomolecules. MDPI AG.