Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Dont Call Me Daddy (1): Siapa Anak Perempuan Itu
7 Desember 2021 11:55 WIB
·
waktu baca 14 menitTulisan dari FAT BOY tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setahun yang lalu, tepat pada pertengahan bulan musim Semi, aku menyatakan perasaanku kepada seorang kakak kelas. Dia cantik, memiliki mata kehijauan yang mempesona. Tingginya semampai dengan kaki yang ramping serta badannya terlihat proposional. Namanya adalah Yukari Amai.
ADVERTISEMENT
Jika kau pernah berkunjung ke distrik Shinjuku, kau pasti pernah mendengar sebuah toko manisan yang selalu menjadi spot wisata orang luar ketiba berkujung ke sana. Ya, namanya tokonya adalah Amai. Yukari Amai merupakan cucu dari pemilik toko manisan terkenal itu. Adikku sering berkunjung ke sana selepas dia pulang dari sekolahnya.
Saat itu, aku menyatakan perasaanku kepadanya tanpa memikirkan risiko penolakan. Maaf, sebenarnya aku sudah memikirkan berbagai macam situasi ketika aku mengatakan kalimat sakral seperti “Aku mencintaimu, maukah jadi pacarku?” atau “Ayo kita mulai hidup bersama!” dan yang lain-lainnya.
Jika kau bertanya beberapa simulasi yang kulakukan? Aku akan memberitahukanmu. Dengarkan baik-baik ya? Jawabannya adalah tidak terhingga. Kenapa katamu? Apakah kau pernah berpikir bagaimana perasaan seorang otaku maniak sepertiku menyatakan perasaan cintanya?
ADVERTISEMENT
Pasti kau pernah kah? Menjijikkan? Sudah pasti kau akan mengatakan itu. Tapi inilah aku. Seorang yang ingin dicintai seseorang. Aku juga manusia biasa , kau tahu?
Oke kembali ke masalah penyataan cintaku kepada seniorku itu, Yukari Amai.
Saat itu merupakan hari terakhirnya di SMA dan aku baru akan menikmati tahun ketigaku di SMA Hinagiku ini. Aku sengaja mengambil di saat-saat terakhir ini karena bagiku ini situasi awal dan akhir. Ya, awal dan akhir. Ketika aku ditolak olehnya, tentu aku akan mengurungkan niatku untuk melakukan hal yang sama lagi, tidak akan pernah. Begitulah aku pikirkan sembari mengirimkan pesan singkat ke nomor ponselnya.
Aku mengundangnya ke bukit belakang sekolah di mana terdapat sebuah pohon legendaris. Pohon itu merupakan pohon sakura tertua yang sudah ada sebelum gedung sekolah ini dibangun. Dan ini adalah pemandangan langka di Distrik Shibuya yang terkenal dengan kesibukan disana.
ADVERTISEMENT
Aku menunggu kedatangannya sembari menyadarkan punggungku dan memandang langit biru. Aku tidak tahu, apakah langit memang sebiru itu? Ah, ini mungkin aku tidak pernah melihatnya karena aku selalu sibuk dengan tujuan hidupku meskipun aku ini Otaku. Aku tidak mau dikatakan sampah oleh masyarakat. Menjadi seorang otaku di Jepang, terlalu menyakitkan bagiku. Karena itu, aku selalu belajar dengan keras tanpa mengurangi aktivitas otaku. Aku mencobanya seimbang mungkin dan beruntungnya ini semua berjalan lancar sesuai harapanku.
Dan satu lagi tujuan hidupku yang ingin ku berjalan lancar. Ya, menyatakan perasaanku kepada orang yang ku sukai sejak dulu.
Dari kejauhan, aku melihat Yukari berjalan dengan surat di tangan kanannya. Bahkan dari kejauhan sebanyak 5 meter dari posisiku ke posisinya. Aku bisa melihat kecantikannya yang luar biasa.
ADVERTISEMENT
Deg!
Ah…
Jantungku mulai bereaksi lagi. Ini selalu terjadi ketika aku merasa gugup. Aku berusaha bersikap seperti biasa. Namun detak jantung ini tidak mau diajak kompromi. Sialan kau jantungku!
Akhirnya dia sudah berada di hadapanku. Orang yang aku cintai sudah berada di depanku. Aku harus menyatakan perasaanku ini kepadanya.
“Ada apa Uehara-kun? Tidak seperti biasanya kamu mengajakku ke tempat seperti ini?”
“A-nu…”
“Hmm?”
Senyuman manis yang dia tunjukkan kepadaku membuatku menjadi semangat dalam pengakuan cintaku kepadanya. Aku dengan cepat memutar pikiranku untuk memulai pembicaraan sakral itu.
Angin yang lembut membuat rambut panjangnya tersibak dengan indah. Jantungku langsung berdetak dengan kencangnya.
“Se-senior Yukari. Sejak dahulu, aku selalu menganggumi dirimu. Aku tahu, kalau Kamu menganggapku sebagai adik. Tapi!”
ADVERTISEMENT
Aku menekan kata terakhir tersebut sembari merasakan getaran tubuh dan detak jantungku sendiri.
“Tapi, Aku tidak bisa membohongi perasaanku selama ini. Jadi, maukah kamu menjadi kekasihku?”
“Eh?”
Akhirnya aku mengatakannya!
Akhirnya aku mengatakannya!
Sial! Tapi jantungku tidak mau berhenti berdetak dengan kencang. Sialan kau jantungku! Tenangkan dirimu! Aku Mohon!
Aku melihat wajah Yukari tampak terkejut. Yukari membalikkan badannya dan memandang pohon legendaris yang pada musim semi akan menampakkan keindahan bunga sakuranya dengan sombong.
“Maaf, untuk saat ini, aku tidak bisa memberikan jawabanku karena aku sedang tidak ada niat untuk menjalankan hubungan seperti itu. Tapi, aku akan terus mengingat pengakuanmu, Uehara-kun…”
“A aku akan menunggu jawabanmu. Jadi pikirkan baik-baik ya?”
Yukari tidak menjawab pertanyaanku. Dia masih membelakangiku seolah-olah dia enggan menjawab pertanyaaku. Tidak. Aku rasa dia sudah mengatakannya. Dia menolakku.
ADVERTISEMENT
“Ah… Maaf Senior! Aku mengatakan yang tidak-tidak, ahahaha!!”
Aku mengatakan itu karena aku berpikir ini adalah hari terakhirku menyatakan perasaan cinta ini kepada siapa pun.
Yukari membalikkan badannya, dia menunjukkan wajahnya yang cantik dan senyuman indahnya.
“Tidak apa-apa kok. Tapi serius, aku tidak bisa memberikan jawabanku. Kare-“
“Itu karena Senior sudah menemukan seorang yang kamu cintaikan?”
“Eh?”
“Ahaha sudah jangan terlalu dipikirkan. Ini karena aku terlalu tenggelam dengan komik romantis yang senior sarankan!”
“Ah benar juga!”
Aku merogoh tasku dan mengeluarkan beberapa volume komik romantis yang kupinjam darinya.
“Ini komik yang kemarin” kataku sembari memberikan semuanya kepadanya.
“Tapi… Uehara-kun. Dengarkan apa yang ingin ku kata-“
“Ah! Sebentar lagi, ada upacara perpisahankan? Cepat! Nanti Senior terlambat mempersiapkan pidato terakhirmu!” kataku sembari menarik tangannya yang halus.
ADVERTISEMENT
“Tu-tunggu Uehara-kun!”
“Ayo, Ayo kita meriahkan pidatomu!”
Aku terlalu banyak bicara hari ini. Aku sengaja melakukannya karena aku tidak ingin dia mengatakan penolakan secara langsung. Ini lebih baik karena dengan begini. Aku bisa melupakan masalah ini hingga beberapa tahun ke depan.
Perpisahan anak tahun ketiga SMA Hinagiku, dilakukan di dalam gedung serbaguna. Pada dinding bercat biru, terpajang sebuah spanduk yang berisikan ucapan selamat kepada anak tahun ketiga dari seluruh junior serta tanda tangan mereka.
Aku duduk di paling depan bagian tahun kedua. Aku melihat Yukari sedang duduk di kursi siswa terbaik tahun ini. Wajahnya terlihat sedih. Aku tidak tahu kenapa dia bersedih seperti itu? Kau tahu, Yukari? Seharusnya aku yang bersedih bukan dirimu.
ADVERTISEMENT
Ketika kepala sekolah menyelesaikan pidato perpisahan kepada anak tahun ketiga. Yukari mendapatkan kesempatan berpidato di hadapan para siswa dan guru.
“Semuanya terima kasih sudah memberikanku kesempatan terbaik ini untuk menyampaikan beberapa kalimat perpisahan kepada kalian semua”
“Seperti yang kita lihat, sebentar lagi kami semua akan meninggalkan sekolah ini untuk menghadapi kerasnya kehidupan bermasyarakat. Salah satu dari kami ada yang langsung bekerja dan ada pula yang melanjutkan pendidikannya diluar kota maupu negeri”
“Untuk itu, Aku, Yukari Amai, sebagai perwakilan dari seluruh siswa tahun ketiga di SMA Hinagiku mengucapkan terima kasih kepada seluruh guru, orang tua serta junior kami yang banggakan. Sekali lagi, terima kasih semuanya”
Yukari membungkukkan badannya setelah dia menyampaikan kalimat terakhirnya. Di seluruh gedung serba guna, terdengar suara tepuk tangan meriah kepada Yukari.
ADVERTISEMENT
Ya… sejak saat itu. Aku tidak pernah melihatnya lagi.
Aku dengar, dia pindah ke suatu kota pada hari itu juga.
Dan sudah setahun berlalu sejak saat itu. Aku sudah menyelesaikan pendidikan SMA ku dan memutuskan hidup sendiri di distrik Ueno. Meskipun jaraknya cukup jauh dari distrik dimana aku tinggal, distrik Shibuya, aku tetap memutuskan tinggal disana dan kuliah serta mencari pekerjaan untuk kebutuhan sehari-hariku.
Ya, itulah setidaknya yang kupikirkan. Tapi semuanya berubah ketika adikku memutuskan untuk tinggal bersama dengan diriku di apartemen yang kecil ini.
Aku menyewa apartemen dengan gedung yang sudah tua. Dindingnya sudah retak dan dipenuhi dengan lumut kehijauan. Meskipun gedungnya terkesan jelek, kamar-kamar yang disediakan oleh pemiliknya cukup luas dan nyaman untuk ditinggali setidaknya dua hingga tiga orang.
ADVERTISEMENT
Adik perempuanku satu-satunya, Rima Uehara datang ke apartemenku secara tiba-tiba. Aku melihatnya duduk di dekat pintu kamarku dengan pakaian yang terbuka pada perut dan lengannya. Celana jeans pendeknya, memperlihatkan pahanya yang putih mulus.
Ya, benar. Ini merupakan tindakan bodoh di saat musim dingin seperti ini. Dia benar-benar selalu membuatku khawatir.
“Rima, kenapa kamu datang kemari? Dengan pakaian itu?”
Rima menoleh kepadaku dengan wajah sedikit memerah. Dia bersin ketika dia mau mengatakan sesuatu.
“Anu.. bisa kita masuk sekarang? Aku tidak bisa menghubungimu karena perlengkapanku tinggal di kereta ta- hatchuu!!!”
Aku menghela napas kemudian menyuruhnya memasuki kamarku.
Begitu dia melihat kondisi kamarku yang berantakan, dia langsung menoleh kepadaku dengan tatapan mengesalkan.
“Bagaimana seorang gadis bisa tinggal di sini, jika Kakak saja membiarkan ruangan ini beranta-“
ADVERTISEMENT
Aku melemparkan selimut tebal kepadanya sembari berkata “Ya… Aku tahu. Tapi jangan khawatir. Tidak ada seorang gadis yang tinggal bersamaku kecuali adikku ini”
-||-
Namaku Tomoya Uehara, 20 tahun. Status jomblo. Musim semi tahun depan, aku akan mulai berkuliah di Universitas Ueno, di distrik Ueno. Aku sengaja meninggalkan Distrik kelahiranku di Shibuya untuk melupakan masa kelam disana dan memutuskan tinggal sendiri.
Tapi, aku pada akhirnya tidak tinggal sendiri lagi. Adik perempuanku, Rima sudah tinggal disini selama beberapa hari. Dan dia sudah menganggap ini seperti rumahnya di Shibuya.
Ya, setidaknya kehidupan di dalam rumah ini tidak sesepi yang dulu.
Aku pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Semenjak rumah ini di tinggal oleh dua orang, aku harus memutuskan kebijakan. Aku dan Rima berbagi tugas memasak dan bersih-bersih. Hari ini adalah giliranku.
ADVERTISEMENT
Aku melihat isi dalam kulkas, aku tidak menemukan bahan makan malam yang cukup untuk hari ini.
“Sepertinya aku harus belanja lagi untuk bulan ini. Seharusnya semua bahan itu cukup untuk satu orang tapi ya sudah lah…” gumamku sembari menutup kulkas.
Aku melihat Rima sedang bersantai di sofa dengan perutnya yang sedikit terbuka. Dia tidak menyadarinya karena sedang menikmati majalah fashion yang dia sukai akhir-akhir ini.
“Uwaa… Yukado-san memang terlihat keren seperti biasa. “ kata Rima sembari memandang foto seorang penyanyi solo terkenal di Jepang, Yukado Amai. Nama keluarganya sama dengan seseorang yang ku kenal. Apa dia kerabatnya? Tapi ya sudahlah, aku tidak mau memikirkan yang nantinya bakalan membuatku kepikiran lagi.
ADVERTISEMENT
"Ah kakak mau kemana malam-malam begini? " ujar Rima sembari melanjutkan membaca majalah itu. Dia bertanya tetapi matanya tetap fokus kepada majalah tersebut bukan mengarah kepadaku.
"Berbelanja. Malam ini mau makan apa?"
"Umm apa ya, mungkin kroket saja"
Rima tetap fokus kepada majalah tanpa memikirkan baju tidurnya yang masih berantakan..
"Baik baik, kroket ya"
"Selamat jalan"
"Rapikan sedikit posisimu itu. Dasar!"
"Ya"
Aku menghela napas kemudian pergi ke luar kamar. Aku merasakan sensasi dingin yang tidak biasa. Sepertinya malam ini akan terjadi badai lagi.
Ya, akhir-akhir ini cuaca di sekitar distrik Ueno tidak terlalu bersahabat. Karena itu, aku dan Rima terkadang tidur di meja kotatsu.
“Wuih… dingin. Bahkan jaketku seperti tidak bisa menahan hawa dinginnya”
ADVERTISEMENT
Aku menghidupkan mesin motorku. Hawa hangat mulai terasa ketika mesin sudah menyala Ini membuatku sedikit lebih nyaman dari biasanya.
Setelah suasana sedikit menghangat, aku melajukan motorku dengan kecepatan sedikit di atas normal untuk segera menyelesaikan belanja ini dan segera pulang ke rumah.
Tidak lama kemudian aku sampai di sebuah toko supermarket terdekat. Aku memakirkan motorku dan segera pergi memasuki supermarket tersebut.
“Menu malam ini, kroket special” gumamku sembari mengambil satu bungkus kroket persediaan terakhir di estalase tersebut.
Tapi aku merasakan ada sentuhan halus di tanganku.
"Maaf!"
Aku mengenal suara itu, suara yang terdengar sangat akrab ditelingaku. Suara lembut yang membuatku merasa rindu akan saat-saat itu. Aku menoleh dan melihat wajah yang sangat aku kenal. Yukari Amai, dia memotong rambutnya yang panjang hingga sebahu, namun kecantikan alaminya tidak pernah berubah sejak saat itu.
ADVERTISEMENT
“Ah, kamu kan?!!” kata kami berdua secara serentak.
Apakah tuhan ingin bermain-main denganku? Ya ini pasti. Karena dia tahu aku tidak akan bisa melupakan Yukari Amai, dia membuatku bertemu dengannya lagi.
“Uehara-kun? Kenapa kamu terlihat melamun seperti itu?”
“A-ah. Ahaha Maaf, Senior Yukari. Sudah lama tidak berjumpa”
Yukari tersenyum. Dia menunjukkan senyuman indah itu kepadaku setelah setahun tidak jumpa. Sial, senyuman itu membuatku teringat saat-saat aku masih bersama dengan dirinya. Sialan kau senyuman manis!!
“Anu. Senior Yukari mau kroket itu?”
“Eh? Tidak apa-apa kok. Kamu bisa mengambilnya. Aku akan cari yang lain”
“Tidak. Aku akan mencari bahan lain. Jadi ambilah kroket ini”
Aku bersikeras untuk membiarkannya mengambil persediaan kroket terakhir itu.
ADVERTISEMENT
“Ah. Kalau begitu, aku terima tawaranmu. Terima kasih ya” kata Yukari sembari tersenyum ramah lagi kepadaku.
Sial! Aku benar-benar tidak bisa melupakannya. Sialan kau, diriku!!
Aku melihat Yukari melambaikan tangannya sembari tersenyum. Di seberang jalan, aku melihat sebuah mobil mewah lamborgini. Seorang lelaki muda dengan kaca mata hitam serta gaya yang mewah bersandar di mobilnya sembari melambaikan tangannya juga.
Apakah dia kekasihnya? Jadi orang ini yang membuatku ditolak oleh Yukari? Ya, aku tidak bisa menyalahkan dia karena mungkin aku tidak cocok dengan Yukari.
“Uehara-kun. Sekali lagi terima kasih” kata Yukari sembari berlari ke counter untuk melakukan pembayaran. Setelah itu dia menuju ke orang itu dan pergi bersama dengannya.
“Aku harus memikirkan makanan alternatif lain” gumamku.
ADVERTISEMENT
Aku membeli makanan pengganti kroket. Aku tidak peduli apa yang akan dikatakan oleh Rima saat pulang nanti. Kau tahu terkadang kehidupan tidak indah seperti didalam manga maupun anime.
Ah.
Kenyataan memang terlalu pahit bagiku.
Setelah membelikan beberapa bahan pelengkap lainnya. Aku keluar dari supermarket. Dan entah kenapa aku tidak merasakan kedinginan seperti sebelumnya.
Mungkin ini karena otakku terlalu lelah memproses karena pertemuan yang tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya.
Dengan berat, aku memanaskan motorku dan menjalankan motor dengan kecepatan normal.
Sepanjang jalan, aku memikirkan siapa sebenarnya lelaki itu. Aku ingin tahu, seperti apa wajahnya karena berhasil merebut gadis impianku hanya sekali serangan saja.
“Siapa dia, uwaa?!!”
Tanpa aku sadari, aku hampir kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Jika aku tidak berhasil menyeimbangkan tubuhku dengan motor besar ini, tubuhku pasti akan cidera hebat dan Rima pasti akan kesusahan, mengingat Rima memiliki kondisi tubuh yang buruk sejak lahir.
ADVERTISEMENT
Aku menghentikan motorku tepat sebelum menabrak tiang listrik yang cukup besar dan tebal. Aku tidak bisa membayangkan bagian tubuhku kena hantaman tiang listrik itu.
“Sial Tomoya. Hilangkan perasaanmu kepada Yukari. Dia juga sudah melupakan apa yang terjadi setahun yang lalu bukan? Jadi tegarkanlah dirimu!” kataku dengan sedikit keras.
Suaraku bergema di sekitarku. Salju mulai turun dengan deras. Akhirnya aku bisa merasakan dinginnya lagi.
“Sebaiknya aku segera pulang. Hmm? Bintang jatuh?”
Ketika aku menoleh ke atas langit malam, aku melihat kilatan yang mirip bintang jatuh. Meskipun bintang jatuh, entah kenapa handphoneku yang tadi berdering mendadak mati dengan sendirinya.
Cahaya itu menuju ke utara dimana terdapat sebuah hutan kecil tidak jauh dari tempatku tinggal saat ini. Ketika cahaya misterius itu menghilang, hpku kembali menyala.
ADVERTISEMENT
Kring! Kring!
Aku mematikan handphone ku dan memutuskan untuk melihat apa yang terjadi. Jika itu benda asing yang berbahaya, kota ini pasti akan menjadi pusat perhatian dunia. Aku tidak mau tempat tinggalku yang aman menjadi pusat perhatian.
Jadi jika aku menemukannya duluan, lebih baik aku lenyapkan segera dari lokasi kejadian.
Untuk sampai ke tempat dimana cahaya aneh itu menghilang, aku harus menempuh jarak sejauh 1 KM dari tempat tinggalku. Melewati jalan kecil berbatu, dan melintasi sungai kecil dengan berjalan kaki memasuki hutan tersebut.
Tidak lama setelah memasuki hutan itu, aku menemukan sebuah kapsul ruang angkasa yang menancap dalam ke tanah. Di sekitar kapsul tersebut aku melihat sedikit aliran listrik statis. Kapsul ruang angkasa itu menyerupai telur dan terdapat tulisan “R.U.N” pada bagian atasnya.
ADVERTISEMENT
Lokasi kapsul itu berada di dekat kuil tua yang sudah ada sejak jaman dahulu.
Kapsul luar angkasa. Ini pertama kali aku menemukannya selama hidupku. Aku tidak pernah bepikir kalau benda yang selalu muncul di acara sci-fi luar negeri beneran nyata.
Pemilik baru terdeteksi. Melakukan penyesuaian pengguna.
“Hah?”
Perlahan kapsul ruang angkasa tersebut mengeluarkan cahaya yang sangat menyilaukan. Tidak berapa lama kemudian kapsul tersebut membentuk sebuah tubuh seorang anak perempuan yang mengambang diudara.
Anak itu terlihat menekuk tubuhnya seperti di dalam kandungan. Rambutnya panjang keperakan, dia terlihat tertidur dengan lelapnya.
Penyesuaian telah selesai.
“Gawat!!”
Anak perempuan tersebut tiba-tiba terjatuh, aku langsung berlari untuk meraih tubuhnya. Beruntung tubuhnya ringan, sehingga aku dengan mudah mendapatkannya. Anak perempuan itu masih tertidur di dalam pelukanku.
ADVERTISEMENT
Kau tahu?
Otakku saat ini melakukan kerja keras. Lebih keras dari biasanya. Ini semua karena situasi yang tidak aku harapkan terjadi lagi hari ini.
Selain itu, seorang anak perempuan lugu sedang berada di pelukanku dalam keadaan telanjang. Dia tidak mengenakan pakaian sehelai pun. Jika aku perhatikan dengan benar, usianya tidak lebih dari 7 tahun.
“Tunggu! Bagaimana jika ada orang yang melihat kami. Bukannya ini bakalan buruk?!!!”
Mungkin karena suaraku yang bising, membuatnya terbangun. Anak perempuan itu memandang wajahku dengan polosnya. Tidak berapa lama kemudian telinga mirip kucing keluar, dan ekornya muncul tiba-tiba dari bokongnya.
“Ha-halo?”
Anak perempuan itu tersenyum, lalu dia memelukku sembari berkata “Papa!!!”. Dia menggesekkan kepalanya didadaku dengan imutnya bagaikan kucing yang meminta perhatian dari tuannya.
ADVERTISEMENT
“A-anu.. kenapa bisa?”
“Eh?”
“Ma-maksudku kenapa kamu memanggilku papa?”
Dia tampak bingung dengan jawabannya. Lalu dia kembali tampak ceria dan berkata “Papa ya Papa. Menurut Ran begitu.”
“Hah?” kataku sembari memiringkan kepalaku ke kanan.
Anak perempuan yang menyebut dirinya sebagai “Ran” ikut memiringkan kepalanya
Begitulah, ini merupakan awal kisah hidupku bersama dengan anak misterius yang bernama Ran.