Arthur Schopenhaeuer

FATA AZMI
Guru Sekolah Dasar, Fasilitator Kelas Peradaban, Mahasiswa Magister Aqidah dan Filsafat Islam Pascasarjana STFI SADRA,
Konten dari Pengguna
12 Maret 2024 13:57 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari FATA AZMI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber : pixabay.com
ADVERTISEMENT
Arthur Schopenhauer, seorang filsuf kelahiran Danzig, Jerman pada 22 Februari 1788, sangat dipengaruhi oleh pemikiran Plato, Immanuel Kant, dan ajaran Buddha. Schopenhauer menyelesaikan pendidikan di Jerman, Perancis, dan Inggris, belajar filsafat di Universitas Berlin, dan meraih gelar doktor di Universitas Jena pada tahun 1813. Ia kemudian menetap di Frankfurt, di mana ia meninggal pada tahun 1860.
ADVERTISEMENT
Dalam pemikiran Schopenhauer, terlihat pengaruh yang kuat dari Kant tentang fenomena dan benda pada dirinya-sendiri (das Ding an sich) . Sementara Kant berpendapat bahwa manusia hanya dapat mengetahui fenomena dan tidak dapat mengetahui benda-pada-dirinya-sendiri, Schopenhauer mengembangkan konsep ini dengan menyatakan bahwa benda-pada-dirinya-sendiri dapat diketahui sebagai "kehendak".
Schopenhauer menyatakan bahwa keinginan manusia adalah sesuatu yang sia-sia, tidak logis, tanpa tujuan, dan mengendalikan seluruh tindakan manusia. Baginya, keinginan adalah keberadaan metafisika yang mengendalikan tindakan individu maupun fenomena yang diamati. Dia juga melihat hidup sebagai penderitaan dan menolak konsep kehendak untuk hidup dan segala manifestasinya, meskipun ia takut pada kematian.
Schopenhauer melihat kebahagiaan bukan sebagai sesuatu yang positif, tetapi sebagai sesuatu yang negatif. Baginya, penderitaan adalah kenyataan, sedangkan kebahagiaan hanyalah ketiadaan kesadaran akan penderitaan. Meskipun pandangannya sangat muram, Schopenhauer juga menawarkan dua jalan bagi manusia untuk keluar dari "tirani kehendak": pertama, dengan cara etis melalui askesis atau pengendalian diri, dan kedua, dengan cara estetis melalui apresiasi terhadap karya seni.
ADVERTISEMENT
ONTOLOGI
Schopenhauer mengemukakan pandangannya tentang dunia sebagai representasi hidup dalam masyarakat modern, yang mengindikasikan bahwa dunia fenomenal yang kita alami merupakan objek dari subjek yang mempresentasikan atau menggambar dalam pikiran kita. Dia juga menyoroti pertanyaan tentang dunia numenal, atau realitas itu sendiri yang independen dari persepsi kita.
Bagi Schopenhauer, kehendak adalah fondasi yang tidak stabil bagi segala hal, dan jika kehendak hancur, dunia juga akan hancur. Kehendak metafisik, yaitu kehendak sebagai dasar dari representasi keseluruhan fenomena dan pengalaman pengetahuan yang beragam, tidak dapat dipahami hanya melalui akal budi atau pengalaman indrawi, tetapi melalui penghayatan yang mendalam terhadap keseluruhan fenomena yang beragam.
Schopenhauer percaya bahwa motivasi dasar dari humanitas adalah kehendak untuk hidup yang mengatur dan mengatur semua perilaku manusia, baik fisik maupun metafisik. Bagi Schopenhauer, kehendak manusia yang sia-sia, tidak logis, dan liar adalah dasar dari perilaku semua manusia di dunia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Schopenhauer menganggap kehendak sebagai metafisis yang mengendalikan tidak hanya tindakan individu atau individu yang berpikir, tetapi juga terlihat dalam keseluruhan fenomena. Pandangannya tentang kehendak ini sejalan dengan pemikiran Kant tentang "ada pada dirinya sendiri" dalam gagasan Kant. Ia juga melihat bahwa kehendak merupakan kata kunci yang menjadi fokus penelitiannya, sebelumnya Hegel telah memperkenalkan konsep "Zeitgeist", yang menjelaskan bahwa masyarakat yang berlandaskan kesadaran bersama sebenarnya digerakkan oleh prilaku langsung yang dilakukan oleh anggota masyarakat tersebut.
EPISTEMOLOGI
Epistemologi Arthur Schopenhauer tercermin dalam disertasinya yang diterbitkan pada tahun 1813, berjudul "Uber die vierfache Wurzel des Satzes vom zureichenden Grunde" (Tentang akar ganda empat dari alasan yang memadai). Schopenhauer sangat dipengaruhi oleh Kant, yang ia anggap sebagai pengantar ke filsafatnya. Dalam disertasinya, Schopenhauer menyatakan bahwa dunia fenomenal yang kita alami adalah objek bagi subjek, yang berarti bahwa dunia fenomenal adalah presentasi atau gambaran mental kita. Presentasi ini tersusun secara teratur menjadi sistem pengetahuan tentang objek, yang disebut ilmu pengetahuan. Schopenhauer juga mengakui adanya das Ding an sich, yang mengatur susunan presentasi tersebut, dan asas itu disebut "prinsip alasan yang memadai".
ADVERTISEMENT
Bagi Schopenhauer, kehendak adalah kategori metafisika yang paling mendasar, akar dari segala yang kita anggap 'nyata' (fenomenal). Menurutnya, hanya melalui tindakan kehendak kita dapat merealisasikan diri sebagai mahluk yang memiliki eksistensi. Baginya, hakikat manusia tidak terdapat dalam kesadaran (akal budi).
Pendekatan filosofis Schopenhauer bersifat universal dalam upayanya untuk menetapkan kesimpulan yang berlaku di semua waktu dan tempat. Ia dikenal sebagai filsuf pesimis besar yang menggabungkan aliran realisme, apresiasi seni, dan mistisisme. Schopenhauer juga mengadopsi konsep Plato tentang ide, membedakan antara dunia realitas dan dunia ide. Baginya, pengamatan estetis dapat membawa kita pada pemahaman akan dunia ide, yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
Schopenhauer sangat mengagumi Kant dan mengklaim dirinya sebagai satu-satunya pewaris filosofis Kant yang sah. Meskipun begitu, ia juga mengkritik Kant dalam karyanya yang terkenal, "The World as Will and Representation". Selain Plato dan Kant, pemikiran filosofis Schopenhauer juga dipengaruhi oleh filsafat Timur, khususnya Budhisme dan Hinduisme. Bagi Schopenhauer, penderitaan yang digerakkan oleh Kehendak mirip dengan konsep Budhisme tentang penderitaan yang disebabkan oleh hawa nafsu. Dalam usahanya membebaskan diri dari penderitaan, Schopenhauer mempelajari Budhisme dan Hinduisme, terutama Upanishad, yang menyatakan bahwa seseorang dapat memilih untuk melihat dunia dari sudut yang berbeda, membebaskan diri dari perbudakan Kehendak dan dunia.
ADVERTISEMENT
ETIKA
Schopenhauer mengusulkan tiga dorongan moral utama dalam teori moralitasnya, yaitu perasaan se-nasib, kebencian, dan egoisme. Perasaan se-nasib dianggap sebagai ekspresi moral utama, sementara kebencian dan egoisme dianggap sebagai jalan yang merusak atau buruk. Dasar pemikiran etika ini adalah bahwa semua makhluk hidup berasal dari satu kehendak yang sama, yaitu kehendak purba, sehingga pada dasarnya mereka semua tunggal atau satu. Dalam pandangan ini, penderitaan makhluk lain dianggap sebagai penderitaanku sendiri, dan sebaliknya, karena kita melihat diri kita sendiri dalam orang atau makhluk lain. Etika ini dianggap mampu mengatasi kehendak yang melahirkan kesengsaraan.
Karya besar kedua Schopenhauer tentang etika adalah "On the Basis of Morality," yang sebagian besar merupakan kritik terhadap sistem etika Kant dan pengembangan alternatif oleh Schopenhauer. Schopenhauer mengkritik gagasan Kant tentang moralitas yang dibangun di sekitar perhatian pada hukum dan konsekuensi tindakan kita, menganggapnya sebagai sistem yang egois. Sebagai alternatif, Schopenhauer mengusulkan bahwa moralitas sejati didasarkan pada kasih sayang, di mana kita harus memahami bahwa tindakan yang benar adalah yang dipotensial oleh belas kasih dan keinginan untuk mengurangi penderitaan orang lain.
ADVERTISEMENT
Menurut Schopenhauer, esensi batin setiap individu adalah sumber penderitaan mereka sendiri, sehingga kita dapat merasakan penderitaan orang lain dan bertindak untuk mengurangi atau mencegahnya. Dengan demikian, moralitas sejati adalah kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dalam tindakan kita, dan ini hanya dapat dicapai melalui fenomena spontan belas kasih.
Estetika dan Seni
Bagi Schopenhauer, hasrat manusia atau kehendak menyebabkan penderitaan dan kesedihan. Salah satu jawabannya adalah kontemplasi estetis, meskipun hanya bersifat temporal, untuk menghadang penderitaan dan kesedihan. Totalitas penyatuan dunia sebagai representasi diyakini dapat menyelamatkan seseorang dari penderitaan dunia sebagai kehendak.
Estetika menurut Schopenhauer adalah jalan keluar dari penderitaan, meskipun hanya sementara. Penderitaan dalam hidup dapat disembuhkan oleh seni. Schopenhauer menempatkan seni-seni seperti arsitektur, seni lukis, seni pahat, puisi, dan musik sebagai penawar atas masalah ini. Ia mengagungkan musik sebagai bentuk seni tertinggi, di mana musik menjadi puncak dari segala bentuk seni.
ADVERTISEMENT
Schopenhauer berpendapat bahwa seni dapat memberikan kelepasan, di mana saat menikmati sebuah karya seni, kita melupakan penderitaan untuk sementara waktu, kita terpisah dari kehendak kita, yakni seluruh harapan dan urusan kita; kita benar-benar terbebas dari diri kita. Bagi Schopenhauer, musik adalah seni paling tinggi, di tempat tertinggi yang tak terjangkau, karena musik bukanlah representasi sesuatu yang ada di dunia ini. Saat menikmati sebuah karya musik, kita tidak menikmati salinan atau tiruan, melainkan sesuatu yang lain. Musik juga tidak menggambarkan eksistensi dunia ini.
Dalam musik, tidak akan ditemukan salinan atau tiruan dari eksistensi di dunia ini. Saat kita menikmati sebuah lukisan (bukan abstrak), pada dasarnya kita juga menikmati tiruan atau salinan dari dunia ini; pendeknya, kita menikmati dunia. Semakin jarang melihat dunia ini, semakin jarang kita menderita. Itulah sebabnya musik dianggap sebagai bentuk karya seni tertinggi.
ADVERTISEMENT
KESIMPULAN
Arthur Schopenhauer, seorang filsuf kelahiran Danzig, Jerman pada 22 Februari 1788, sangat dipengaruhi oleh pemikiran Kant dalam pandangannya tentang dunia dan kehendak. Baginya, keinginan merupakan entitas metafisika yang mengontrol tidak hanya tindakan individu, tetapi juga seluruh fenomena yang dapat diamati. Schopenhauer melihat kebahagiaan sebagai sesuatu yang negatif, dan bagiannya, kehendak adalah akar dari segala sesuatu yang kita anggap 'nyata'.
Pendekatan filosofis Schopenhauer bersifat universal dalam usahanya untuk mencapai kesimpulan yang berlaku di semua waktu dan tempat. Meskipun dikenal sebagai filsuf pesimis yang mengkombinasikan realisme, apresiasi seni, dan mistisisme, pemikirannya juga bersumber dari filsafat Timur, khususnya Budhisme.
Schopenhauer percaya bahwa hasrat manusia atau kehendak menyebabkan penderitaan dan kesedihan. Namun, ia menawarkan kontemplasi estetis sebagai jalan untuk menghindari penderitaan tersebut, meskipun hanya sementara. Baginya, seni, seperti arsitektur, seni lukis, seni pahat, puisi, dan musik, dapat memberikan kelepasan. Musik dianggapnya sebagai seni tertinggi karena bukan representasi dunia ini, sehingga saat menikmatinya, kita benar-benar terbebas dari kehendak dan penderitaan.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Budi Hardiman. Filsafat Moderen: dari Machiavelli sampai nietzsche. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Daniel Sema1 & Markus Wibowo2. Musik Dalam Pandangan Schopenhauer. A Journal of Creative and Study of Church Music. 2021
Diane Collison, Lima Puluh Filosof Dunia Yang Menggerakkan. Jakarta:Raja Grafimdo Persada. 2001.
Gowans, Christopher W. Philosophy of The Buddha. New York: Routledge.2005.
Hauskeller, Michael. Seni-Apa itu? Posisi Estetika dari Platon sampai Danto. Yogyakarta: P.T. Kanisius. 2015.
Kusuma, Y. Kehendak Metafisis (Studi Atas Penderitaan Hidup Dalam Perspektif Arthur Schopenhauer. Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2019
Matius Ali. Filsafat Barat Sebuah Pengantar. Tangerang : Sanggar Luxor. 2019
Schopenhauer, Arthur. The World as Will and Presentation Volume One. New York: Routledge.2016.
ADVERTISEMENT
https://bulir.id/etika-pesimisme-arthur-schopenhauer/ di akses 11 Maret 2024