Konten dari Pengguna

5 Ajaran Pendidikan Ki Hajar Dewantara yang Relevan tapi Terlupakan

M Fatah Mustaqim
Penulis Lepas. Pernah Bergiat di Komunitas Omah Aksara Yogyakarta. Alumnus Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIPOL) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
16 Februari 2023 5:55 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Fatah Mustaqim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/muspres/ki-hajar-dewantara/
zoom-in-whitePerbesar
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/muspres/ki-hajar-dewantara/
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ajaran-ajaran pendidikan Ki Hajar Dewantara kian relevan dan masih aktual karena mengajarkan nilai-nilai pendidikan deliberatif yang membuka jalan bagi pengembangan potensi unik manusia sebagai insan yang merdeka.
Maka perlu kiranya mengingat kembali ajaran pendidikan Ki Hajar Dewantara dan mempertimbangkannya sebagai role model dan inspirasi bagi sistem pendidikan nasional hari ini.
Ajaran pendidikan Ki Hajar Dewantara mengacu pada nilai-nilai pendidikan yang memandang tinggi martabat guru dan siswa. Masing-masing mempunyai peran dan kedudukan yang sudah digariskan sesuai dengan nilai-nilai kebaikan mengacu pada keadaban.
Sehingga tidak ada celah bagi siswa maupun guru dalam tindakan bullying, merendahkan martabat satu sama lain karena semua bersepakat pada nilai-nilai keadaban dalam suatu kesadaran yang dijunjung bersama.
Ilustrasi pendidikan di Indonesia. Foto: Kemendikbudristek
Ki Hajar Dewantara juga menekankan kesadaran akan nilai keindahan dalam lingkungan pendidikan sehingga beliau menamakan lembaga perguruannya dengan nama Perguruan Taman Siswa.
ADVERTISEMENT
Sebagai pengantar bagi yang ingin mengetahui ajaran pendidikan Ki Hajar Dewantara maka setidaknya perlu membaca beberapa aspek mendasar dari pokok-pokok ajarannya.
Aspek-aspek ajaran pendidikan Ki Hajar Dewantara bersifat integral, menyeluruh, saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain sehingga satu unsur mendukung unsur lainnya bukan menentang apalagi meniadakannya.
Berikut adalah 5 aspek pokok dan beberapa istilah penting dari ajaran pendidikan Ki Hajar Dewantara yang dirangkum dari buku Ki Hajar Dewantara, Taman Indrya, Karja Ki Hadjar Dewantara, 1962, maupun buku Mengenal Tamansiswa Seri 1, Majelis Luhur Taman Siswa, 1997.

1. Sistem Paguron

Ilustrasi siswa di Jakarta, berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Foto: Ruud Suhendar/Shutterstock
Sistem Paguron atau Pawiyatan sangat berbeda dari sistem pendidikan sekolah konvensional hari ini. Sistem paguron sebenarnya lebih dekat dengan sistem pendidikan di pesantren di mana guru dan siswa berada dalam lokasi yang sama dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya saat jam belajar-mengajar saja.
ADVERTISEMENT
Sistem Paguron juga menjadikan rumah guru di dalam lingkungan paguron itu sebagai tempat yang dikunjungi siswa. Inilah yang membedakannya dengan sistem pendidikan di sekolah di mana guru dan siswa belajar di suatu ruang kelas tertentu.
Sistem Paguron dalam ajaran pendidikan Ki Hajar Dewantara sesungguhnya sesuai dan berangkat dari kepribadian dan jiwa luhur bangsa kita yang menjunjung tinggi martabat guru.
Melalui sistem Paguron, siswa tidak hanya belajar mengenai materi pengajaran akademik secara kognitif yang diberikan gurunya tapi sekaligus belajar kepada personalitas dan keteladanan hidup gurunya. Demikian juga sebaliknya, guru memahami karakteristik sifat dan keunikan siswanya lebih dekat dan personal.

2.Sistem Among

Ilustrasi siswa berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Foto: Toto Santiko Budi/Shutterstock
Sistem among dalam ajaran pendidikan Ki Hajar Dewantara menempatkan guru sebagai pamong atau orang yang membimbing siswanya dengan penuh kesadaran personal dan kasih sayang.
ADVERTISEMENT
Pendidikan dalam ajaran Ki Hajar Dewantara bukan suatu paksaan-hukuman-ketertiban di mana siswa dibentuk dan dipaksa mengikuti aturan sekolah tanpa kesadaran akan dirinya sendiri sebagai subjek yang merdeka.
Ajaran pendidikan Ki Hajar Dewantara memang memandang manusia sebagai subjek yang berhak menemukan bakat dan potensi mereka tanpa paksaan.
Ilustrasi siswa berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Foto: Ibenk_88/Shutterstock
Guru lebih berfungsi sebagai pembimbing daripada pengarah bagi siswanya. Maka guru tidak berhak memaksa, menghukum dan menertibkan siswanya tanpa suatu alasan yang urgen dan masuk akal.
Bagi siswa, guru adalah pengasah, pengasih dan pengasuh yang membimbing mereka untuk menemukan keunikan diri mereka sendiri.
Maka dalam hal membimbing siswanya, guru mempunyai tiga peran yang dirumuskan dengan sangat baik dan indah oleh Ki Hajar Dewantara dalam tiga slogan terkenalnya yaitu, Ing Ngarso Sung Tulodho, Di Depan memberikan Teladan, Ing Madyo Mangun Karso, Di tengah memberikan gairah dan semangat, Tut Wuri Handayani, Di Belakang memberikan Dorongan dan Arahan.
ADVERTISEMENT

3. Guru Ibarat Juru Tani

Ilustrasi siswa berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Foto: Toto Santiko Budi/Shutterstock
“… haruslah kita ingat, bahwa pendidikan itu hanyalah suatu “tuntunan” di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita. Ini berarti, bahwa hidup tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kaum pendidik.” Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.” (Taman Indrya, Karja Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, 1962:21)
Guru atau pendidik sering diibaratkan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai juru tani. Menurut Ki Hajar, guru terhadap siswa itu harus seperti juru tani dalam berpikir, berperasaan, dan bersikap. Harus mengabdikan dirinya pada kepentingan kesuburan tanamannya.
Proses mendidik siswa bisa diibaratkan dengan aktivitas bertani. Sebagaimana seorang guru tidak bisa mengubah sifat dan jenis karakter siswanya maka sama halnya seorang juru tani juga tidak bisa mengubah sifat dan jenis tanaman menjadi jenis tanaman lain yang berbeda dasar sifatnya.
ADVERTISEMENT
Guru sebagaimana Juru tani hanya bisa memperbaiki dan memperindah jenis tanaman dengan usaha-usaha yang mendorong perbaikan itu.
Guru sebagaimana juru tani juga tidak bisa memaksa tanaman padi mempercepat buahnya agar segera bisa dipanen demi kepentingan mendesak, tapi semua itu harus diikuti dengan kesabaran, ketelatenan, dan keuletan.

4. Pendidikan adalah Upaya Mengubah Natur menjadi

Kultur

Ilustrasi sekolah kedokteran. Foto: admin
“Guru jangan hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus juga mendidik si murid akan dapat mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum.” (Taman Indrya, Karja Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, 1962: 48-49).
Pendidikan dalam ajaran Ki Hajar Dewantara adalah proses mengubah dan membimbing siswa dari dorongan nafsu “instincten” yang subsisten, kekanakan dan primitif menuju pada pemahaman dan kesadaran akan adab kemanusiaan yang lebih kompleks.
ADVERTISEMENT
Maka di dalam proses pendidikan diperlukan suatu pemberadaban dengan mengarahkan dan menuntun pada latihan-latihan lahiriah, pekerjaan-pekerjaan praktis untuk mengasah keterampilan dan juga latihan-latihan batiniah (akal-budi) untuk mengasah adab kemanusiaan dan kebudayaan.
Kita dapat menyimpulkan bahwa ajaran pendidikan dari Ki Hajar Dewantara tidak hanya menekankan pada kecakapan intelektual, kecakapan teknis dan lahiriah semata namun lebih dari itu juga menekankan pentingnya kesadaran akan adab kemanusiaan dan nilai-nilai kebudayaan yang bersifat batiniah.

5. Pendidikan yang Memerdekakan

Ilustrasi pendidikan di Indonesia. Foto: Kemendikbudristek
Saat ini kita mengenal Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Nadiem Makarim. Sistem Pendidikan Nasional mengadopsi Kurikulum Merdeka ke dalam intrakulikuler di sekolah agar peserta didik dapat memilih materi pembelajaran sesuai dengan bakat dan minat masing-masing. Hal ini diharapkan akan lebih memerdekakan dan membebaskan peserta didik mengasah kemampuan literasi dan numerasinya.
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya Ki Hajar Dewantara sudah jauh-jauh hari mengajarkan dan mempraktikkan Kurikulum Merdeka dengan lebih mendalam dan luas.
Jika Kurikulum Merdeka dalam sistem pendidikan nasional lebih menekankan pada kemampuan intelektual bagi kepentingan individual maka ajaran pendidikan yang memerdekakan dari Ki Hajar Dewantara lebih luas menekankan pentingnya kesadaran akan solidaritas bagi kepentingan umum.
Artinya bahwa kecakapan intelektual siswa yang diperoleh dari kesempatannya belajar di sekolah juga mengandung tanggungjawab bagi kemaslahatan umum tanpa menyampingkan kepentingan bagi diri sendiri tentu saja.
Dengan demikian, ajaran Pendidikan yang Memerdekakan dari Ki Hajar Dewantara bukan hanya bertujuan mencerdaskan tiap warga negara yang memang sudah semestinya tetapi lebih dari itu juga mengandung semangat membangun peradaban dan kebudayaan. Bahkan kita juga dapat melihat nilai-nilai patriotik yang terkandung di dalamnya.
ADVERTISEMENT