6 Nasihat Ali bin Abi Thalib tentang Kehidupan Dunia dalam Kitab Nahjul Balaghah

M Fatah Mustaqim
Penulis Lepas. Pernah Bergiat di Komunitas Omah Aksara Yogyakarta. Alumnus Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIPOL) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Konten dari Pengguna
22 April 2023 13:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Fatah Mustaqim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustasi Bersyukur. Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustasi Bersyukur. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jika kita memerlukan nasihat penuh kearifan tentang kehidupan dunia, selain dari rujukan utama Al Quran Al-Karim dan Hadis Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, kita juga perlu menengok sumber utama lainnya dari ahlul-bait Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, Ali bin Abi Thalib. Keutamaan Ali bin Abi Thalib juga dapat dilihat bahwa ia adalah sosok yang menerima gelar mulia dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagai Sang Penjaga Pintu Ilmu (Baabul Ilmi) dimana Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri adalah Kotanya Ilmu (Madinatul Ilmi).
ADVERTISEMENT
Kita akan mendapatkan begitu banyak hikmah dan puncak kearifan dari petuah-petuah bijak Ali bin Abi Thalib Karromallahu Wajhah tentang kehidupan dunia yang fana ini. Sebab Ali bin Abi Thalib adalah sosok yang mengalami cobaan hidup yang besar setelah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hingga dari pengalaman kepapaan hidup yang dihadapi dengan ketabahan imannya ia memahami seutuhnya sifat kehidupan dunia. Bahwa kehidupan dunia sesungguhnya bukanlah tujuan primer dari manusia melainkan suatu sarana persinggahan menuju kehidupan yang sejati kelak di kampung akhirat.
Petuah-petuah bijak Ali bin Abi Thalib tentang kehidupan dunia yang fana adalah nasihat bijaksana yang valid karena tempaan pengalaman hidup dan kedalaman ilmunya. Dibandingkan untaian syair yang implisit, petuah-petuah yang mengandung nasihat tentu lebih mudah dipahami awam karena sebagian merupakan jawaban atau respons kontekstual yang eksplisit atas pertanyaan yang diajukan dalam suatu majelis keilmuan. Meskipun sebagian besar petuah-petuah Ali bin Abi Thalib disampaikan dalam relativitas konteks tertentu namun tak diragukan lagi bahwa bahasa yang disampaikan ternyata mengandung ketinggian mantiq (logika), balaghah (retorika) dan uslub (sastrawi) yang tajam dan menyentuh jiwa.
ADVERTISEMENT
Nasehat atau petuah-petuah terbaik Ali bin Abi Thalib tentang kehidupan dunia yang fana sebagian besar diketahui tersadur dengan baik dalam Kitab Nahjul Balaghah (Puncak Kefasihan). Kitab ini memuat kumpulan surat dan ucapan-ucapan bijak Ali bin Abi Thalib tentang berbagai persoalan kontekstual pada masanya, yang disarahi oleh Syeikh Muhammad Abduh, seorang mujadid besar abad 20 dari Mesir.
Syekh Abduh menyusun kitab ini berdasarkan naskah asli dari dzuriat atau keturunan Ali bin Abi Thalib sendiri yaitu Sayyid Muhammad bin Abi Ahmad al-Hasani (970-1015) yang bergelar Syekh Syarif Radhi. Berikut adalah 6 nasihat terbaik dan terindah dari Ali bin Abi Thalib, khususnya tentang nasihat-nasihat dalam menyikapi kehidupan duniawi yang fana ini, yang dipilih dari sekian banyak petuah bijak Ali bin Abi Thalib di kitab itu.
ADVERTISEMENT

1. Dunia yang Melenakan di Antara Nafsu dan Angan-Angan

Wahai manusia, yang paling aku takuti tentang engkau ada dua hal: bertindak menurut hawa nafsu dan mengulurkan angan-angan. Bertindak menurut hawa nafsu itu mencegah kebenaran; dan mengulurkan angan-angan itu membuat orang melupakan akhirat. Engkau harus tahu bahwa dunia ini sedang bergerak dengan cepat dan tak ada yang tertinggal darinya kecuali zarah-zarah terakhir, seperti ampas dari sebuah mangkuk yang telah dikosongkan oleh seseorang.
Berhati-hatilah! Dunia dan akhirat sedang mendekat, dan kedua-duanya mempunyai putra-putra, yakni pengikut. Engkau harus menjadi putra-putra akhirat, karena di Hari Pengadilan, setiap putra akan melekat pada ibunya. Hari ini adalah hari beramal dan tak ada perhitungan. Tetapi, hari esok adalah hari perhitungan dan tak akan ada kesempatan untuk beramal.
ADVERTISEMENT

2. Dunia yang Manis dan Hijau yang Bertaut Pada Si Pemandang

Dunia ini adalah suatu tempat yang fana dan penghuninya akan meninggalkannya. Ia manis dan hijau. Ia bergegas kepada pencarinya dan bertaut pada hati si pemandang. Maka, tinggalkanlah ia dengan perbekalan terbaik yang dapat engkau peroleh, dan jangan meminta di sini lebih banyak dari yang cukup, dan jangan menuntut darinya lebih dari kebutuhan hidup.

3. Dunia Laksana Bayangan yang Terbentang

Berhati-hatilah! Dunia ini adalah tempat dari mana perlindungan tak dapat dicari, kecuali sementara berada di dalamnya. Tindakan yang dilakukan semata-mata untuk dunia ini tak dapat menjamin keselamatan. Manusia dicoba di dalamnya melalui cobaan. Apa yang telah diambilnya di sini, bagi kesenangan duniawi, akan diambil darinya dengan kematian dan ia akan ditanyai tentangnya. Dan, segala perbuatan baik yang telah mereka capai untuk akhirat akan didapatkannya di sana dan tinggal dengannya. Bagi orang cerdas, dunia ini laksana bayangan: sesaat ia terbentang dan meluas, tetapi segera ia mengerut dan menciut.
ADVERTISEMENT

4. Dunia Bukan Tempat Kediaman

Wahai para hamba Allah Swt. bertakwalah kepada Allah Swt. Dan berbekallah untuk kematianmu dengan amal kebajikan. Belilah kenikmatan abadi dengan kesenangan dunia yang fana. Bersiaplah untuk perjalanan itu, karena engkau sedang digiring. Dan, persiapkanlah dirimu untuk kematian, karena ia sedang melanglang di atasmu. Jadilah manusia yang bangun bila dipanggil dan yang mengetahui bahwa dunia ini bukanlah tempat kediaman, dan karena itu, tukarkanlah ia dengan akhirat.

5. Dunia yang Dipenuhi Bencana dan Kesedihan

Bagaimana aku harus menggambarkan dunia ini, yang permulaannya adalah kesedihan dan akhirnya adalah kehancuran? Perbuatan yang dilakukan di sini harus dipertanggungjawabkan, sedangkan bagi yang haram ada hukumannya. Yang kaya di sini menghadapi bencana dan yang miskin mendapatkan kesedihan. Orang yang serakah atasnya tidak mendapatkannya. Apabila seseorang menjauh darinya, maka ia maju kepadanya. Apabila seseorang melihat melaluinya, akan diberinya penglihatan. Tetapi, apabila seseorang menaruh matanya atasnya, ia akan membutakannya.
ADVERTISEMENT

6. Dunia yang Rapuh dan Menipu

Sesungguhnya aku menakutkanmu dari dunia ini, karena ia manis dan hijau. Dikelilingi oleh hawa nafsu dan disukai sebab kenikmatannya yang segera. Ia menggugah rasa takjub dengan hal-hal kecil dan berhiaskan harapan-harapan palsu serta dihiasi dengan tipuan. Kenikmatannya tidak bertahan dan nestapanya tak dapat dielakkan. Ia menipu, memudaratkan, berubah-ubah, akan musnah, akan aus, akan hancur, akan habis, dan akan rusak. Bilamana ia mencapai ujung hawa nafsu dari orang-orang yang cenderung kepadanya dan merasa bahagia dengannya, kedudukan itu hanyalah seperti apa yang difirmankan Allah Swt. di dalam Al Qur’an:
ADVERTISEMENT
Tak ada orang beroleh kenikmatan dari dunia ini melainkan air mata kemudian datang kepadanya, dan tak ada orang yang mendapatkan kesenangannya di depan melainkan menghadapi kesulitan di belakang. Tak ada yang menerima hujan gerimis kemudahan di dalamnya melainkan ia mendapat curahan hujan lebat kepedihan atasnya. Hanyalah pantas dari dunia ini bahwa di pagi hari ia mendukung seseorang, tetapi di petang hari ia tidak mengenalnya.
Apabila satu sisi darinya manis dan menyenangkan, sisi lainnya pahit dan menyedihkan. Tak ada orang yang mendapatkan kenikmatan dari kesegarannya melainkan ia harus menghadapi kesulitan dari bencananya. Tak ada orang yang akan melewati petang hari di bawah sayap keselamatannya melainkan pagi harinya akan berada di bawah ujung bulu sayap ketakutan.
ADVERTISEMENT