Konten dari Pengguna

Riwayat Upaya Para Ilmuwan Menghitung Umur Bumi

Hafiz Fatah
Gov Disaster Risk Analyst
22 Maret 2022 15:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hafiz Fatah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bumi diyakini terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu. Dari manakah para ilmuwan mengambil kesimpulan ini?
Ilustrasi Planet Bumi pada masa awal pembentukannya. (c) NASA

Era Filsafat Kuno Hingga Abad Pertengahan

ADVERTISEMENT
Pengetahuan tentang berapa umur Bumi relatif belum lama dicapai umat manusia. Para ahli geologi, fisika, dan biologi evolusi kini sepakat pada angka sekitar 4,5 miliar tahun setelah mencoba mempelajari teori dan menjalankan berbagai metode pada abad ke-19 sampai paruh awal abad ke-20.
Sebelumnya selama ribuan tahun, orang-orang percaya pada kemungkinan-kemungkinan yang ekstrem berjauhan.
Sebagian beranggapan bahwa Bumi adalah benda kekal, tak punya permulaan dan tak akan pernah berakhir. Tokohnya adalah Aristoteles. Sementara sebagian lagi percaya bahwa bumi belum lama ada. Pada zaman Romawi, Lucretius mempopulerkan pandangan ini. Ia beranggapan bahwa bumi terbentuk sekitar beberapa waktu saja sebelum Perang Troya, sebab tak menemukan adanya catatan historis yang lebih lampau dari itu.
ADVERTISEMENT
Selama Abad Pertengahan hingga era Renaisans, teori yang dominan tentang asal-usul bumi diambil dari penafsiran Alkitab. Pendapat yang paling dikenal datang dari Uskup Besar Irlandia James Usher. Pada 1654, ia mengemukakan pendapat yang menyebutkan bahwa Bumi terbentuk pada tahun 4004 SM.
Pada periode Renaisans tersebut, lembaga agama dan negara yang dogmatik memang menentukan versi formal yang didokumentasikan dan kemudian diajarkan untuk khalayak umum. Namun banyak juga pendapat berbeda yang dikemukakan oleh para filsuf alam.
Dengan menambahkan bukti-bukti baru hasil pengamatan yang telah dilakukan di masa itu, mereka cenderung mengamini gagasan Aristoteles. Bumi dipercaya berbentuk seperti saat ini setelah mengalami siklus pembentukan bentang alam yang berulang-ulang dan berlangsung dalam waktu sangat lama.
ADVERTISEMENT
Perkembangan awal ilmu geologi pada abad ke-18 semakin memperkuat gagasan “bumi yang tua”. James Hutton dalam Theory of Earth (1788) menyatakan bahwa bumi mempunyai sejarah panjang yang perjalanannya dapat ditaksir dari proses-proses alam yang bisa diamati di masa kini.
Di antara beberapa contoh yang ditunjukkan Hutton adalah pembentukan tanah dari batuan yang lapuk dan pembentukan batuan sedimen dari pengendapan butiran sedikit demi sedikit. Proses yang sama juga terjadi di bumi sejak masa lampau. Meski perlahan, proses-proses semacam inilah yang membentuk bumi menjadi seperti sekarang.
Konsep tersebut kelak dikenal sebagai prinsip uniformitarianisme.
Prinsip ini bertentangan dengan pandangan umum saat itu, yakni katastropisme, yang menafsirkan bentuk permukaan bumi adalah hasil dari proses alam dahsyat dan dalam waktu singkat. Contoh proses seperti itu ialah banjir Nuh atau gempa yang sangat besar.
ADVERTISEMENT

Laju Proses Geologi

Pada abad ke-19, usaha untuk mengetahui umur bumi telah memakai cara-cara matematis. Berdasarkan prinsip uniformitarianisme, para ahli geologi menghitung waktu yang dibutuhkan untuk membentuk tumpukan lapisan batuan berdasarkan laju sedimentasi.
Salah satu penelitian semacam ini dilakukan oleh William J. Sollas, geolog Inggris. Ia menghitung laju sedimentasi rata-rata sebesar 328 tahun/meter. Artinya, setiap satu meter tebal batuan terbentuk dalam waktu 328 tahun.
Ia menghimpun data ketebalan seluruh batuan yang sudah diteliti saat itu dan mendapatkan total ketebalan 102.000 meter. Dikalikan dengan laju sedimentasi di atas, batuan setebal itu disimpulkan terbentuk dalam waktu 33,5 juta tahun.
Namun, ada ketidakselarasan dalam proses pengendapan batuan. Ketidakselarasan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu periode yang tak terekam dalam batuan. Dengan kata lain, suatu pengendapan batuan tidak secara menerus dilanjutkan oleh proses pengendapan berikutnya, melainkan terjadi jeda dulu, baru kemudian proses berikutnya berlanjut dengan selang waktu yang signifikan.
ADVERTISEMENT
Mempertimbangkan sebelas periode ketidakselarasan, Sollas memperkirakan usia bumi adalah sekitar 80 juta tahun.
Umur tersebut mirip dengan perhitungan John Joly, ahli kimia Irlandia, dengan metode serupa, tapi dilakukan pada kadar natrium di lautan. Joly memperkirakan usia bumi adalah sekitar 80-90 juta tahun.

Peluruhan Panas

Rentang angka yang jauh berbeda muncul dari perhitungan para fisikawan. Lord Kelvin, salah satu ahli fisika paling berpengaruh pada saat itu, memperkirakan Bumi terbentuk 24 juta tahun lalu.
Ia mendapatkan kesimpulan itu setelah menghitung waktu yang dibutuhkan oleh bumi dari suhu awal pembentukannya hingga mendingin sampai suhu saat ini.
Metode laju proses geologi kurang akurat karena masih minimnya kajian tentang ketidakselarasan, sehingga tambahan sekian puluh juta tahun pada kesimpulannya cenderung spekulatif.
ADVERTISEMENT
Sementara itu perhitungan Lord Kelvin memiliki kekurangan sebab pengetahuan tentang struktur dalam bumi belum memadai untuk menjadi dasar penentuan model perpindahan panas yang tepat.
Pada masa Lord Kelvin juga belum ditemukan konsep radioaktivitas. Peluruhan unsur radioaktif menghasilkan panas yang mengisi ulang energi yang terlepas.
Meski demikian, usaha menghitung umur bumi yang banyak dilakukan pada abad ke-19 menandai pergeseran cara para ilmuwan mendekati persoalan ini. Mereka telah bergerak maju dari sekadar dugaan yang samar menuju pembiasaan paradigma kuantitatif.

Penanggalan Radiometrik

Seiring semakin majunya ilmu pengetahuan, ilmuwan menemukan metode yang akurat dan terpercaya dalam menghitung tahun-tahun yang telah dilalui bumi. Metode termutakhir saat ini adalah "penanggalan radiometrik."
Isotop unsur radioaktif, misalnya Karbon-14 atau Uranium-238, terdapat dalam jumlah kecil di alam. Isotop ini tidak stabil dan secara bertahap mengalami peluruhan. Karena terjadi dalam pola yang teratur dan dapat diprediksi seperti detak jarum pada jam, maka proses peluruhan isotop radioaktif dapat menjadi petunjuk waktu.
ADVERTISEMENT
Robert M. Hazen, ahli mineralogi dari George Mason University, dalam jurnal Evolution and Outreach, menjelaskan cara kerja peluruhan radioaktif. Jika ada satu juta atom isotop radioaktif, setengahnya akan meluruh dalam rentang waktu yang disebut “waktu paruh”. Waktu paruh Uranium-238, misalnya, adalah 4,468 miliar tahun. Jika satu juta atom Uranium-238 terbentuk saat ini, maka 4,468 miliar tahun berikutnya tinggal tersisa 500 ribu atom Uranium-238.
Sisa uranium meluruh menjadi unsur lain, yang pada akhirnya menjadi Timbal-206 yang stabil (nonradioaktif). Dalam 4,468 miliar tahun berikutnya, 500 ribu atom Uranium-238 yang masih ada akan melanjutkan proses peluruhan dan akan tinggal menjadi 250 ribu atom.
Proses memperkirakan umur Bumi secara saintifik berkisar seputar mencari batuan atau mineral paling tua yang pernah ada di planet ini, lalu mengukur umur batuan tersebut dengan penanggalan radiometrik.
ADVERTISEMENT
Tak mudah menemukan batuan yang usianya sangat tua. Proses tektonika lempeng membuat semua batuan di Bumi terus bergerak. Sepanjang riwayat bumi, batuan dapat berkali-kali meleleh menjadi magma dan kemudian membeku lagi.
Upaya menghitung umur Bumi dengan penanggalan radiometrik ditekuni oleh Arthur Holmes, ahli geologi Inggris pada tahun 1920-an hingga 1940-an. Perhitungannya memunculkan angka 3,35 miliar tahun untuk mineral galena dari Greenland.
Dalam bidang astrofisika, teori bahwa Bumi terbentuk bersamaan dengan pembentukan tata surya dan benda langit yang menyusunnya semakin matang. Berbekal konsep ini, Claire Patterson, seorang ahli geokimia Amerika Serikat, menentukan umur Bumi berdasarkan sampel meteorit dan batuan dari bulan.
Batuan dari bulan dan meteorit tak mengalami siklus seperti batuan Bumi, sehingga umur keduanya lebih mendekati masa ketika tata surya terlahir.
ADVERTISEMENT
Pada 1956, ia akhirnya mendapatkan angka final yang sampai sekarang masih disepakati sebagai umur Bumi: 4,55 miliar ± 70 juta tahun. Kesimpulan ini tertuang dalam makalahnya yang berjudul Age of Meteorites and the Earth.
Saat ini, telah ditemukan kepingan bumi yang berumur lebih tua dari sampel Holmes. Sepotong mineral zircon yang ditemukan di Pegunungan Jack Hill Australia Barat, berumur 4,4 miliar tahun dan merupakan bagian kerak bumi tertua yang pernah ditemukan.
Pengetahuan tentang panjangnya umur bumi dapat membantu kita memiliki perspektif yang diperlukan untuk menalar konsep lain dalam ilmu alam seperti Teori Evolusi Darwin atau Teori Tektonika Lempeng.(*)