Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Konten dari Pengguna
Habis Pandemi, Terbitlah Kolaborasi!
31 Maret 2023 13:12 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Fathia Rahma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
![Foto: Fathia Rahma](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01gwv0nbrczc2n96rcjx6qrfmz.jpg)
ADVERTISEMENT
Indonesia, hingga hari ini masih ditimpa banyak duka bagi sebagian masyarakatnya. Goresan-goresan luka akibat ketidakmerataan ekonomi dan sosial menjadi sebuah sesak yang tak berkesudahan. Terlebih ketika datangnya wabah di penghujung tahun 2019 lalu, yang bermula dari Wuhan, China. Hingga akhirnya semakin tak terbendung dan menyebar ke penjuru dunia, tidak terkecuali di negeri zamrud kathulistiwa ini.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana yang dilaporkan oleh World Health Organization (WHO) China, penyebaran wabah yang pada awalnya tidak diketahui etiologinya di Wuhan, akhirnya awal 2020 teridentifikasi sebagai jenis baru , yakni Novel Coronavirus.
Di tahun yang sama, komite World Health Organization (WHO) menetapkan wabah tersebut sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian internasional. Sebab, penyebarannya berlangsung sangat cepat antar negara. Bahkan, wabah Novel Coronavirus, yang secara resmi diberi nama covid-19 (Coronavirus Disease 2019) itu, ditetapkan sebagai epidemi penyakit yang menyebar di wilayah luas atau disebut pandemi, pada maret 2020 lalu.
Dampak Covid-19 yang Merubah Wajah Dunia
Kedatangan covid-19 yang secara spontan, cukup mengagetkan banyak pihak di dunia. Tak heran terjadi guncangan dari berbagai sektor, terutama bidang ekonomi dan sosial, yang mengharuskan masyarakat menelan kenyataan tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut jurnal BPPK Kementerian Keuangan (Junaedi,Salistia, 2020) terjadi penurunan ekonomi pada negara maju dengan rata-rata 10,7 persen. Sedangkan negara berkembang, terjadi penurunan rata-rata sekitar 9,1 persen, dan negara miskin sekitar 5,7 persen.
Penurunan ekonomi tersebut, salah satunya disebabkan oleh pemberhentian aktivitas sosial sementara. Sehingga banyak perusahaan baik dari skala kecil hingga besar turut menghentikan operasionalnya dan mengalami kerugian drastis. Seperti perusahaan ritel besar di Amerika Serikat (AS) J.C. Penney, J.Crew, hingga raksasa persewaan mobil Hertz, dan lainnya.
Di Indonesia sendiri, hal serupa juga terjadi. Pemberhentian sementara aktivitas sosial, yang ditujukan untuk memutus rantai penyebaran virus, ternyata secara tidak langsung juga memiliki konsekuensi lain yang perlu menjadi perhatian, yakni tersumbatnya rantai perekonomian. Seperti pusat perbelanjaan di Manado yang tutup selama beberapa bulan sehingga para karyawan pun tidak lagi memiliki penghasilan selama rentang waktu tersebut. Begitupun penutupan yang terjadi pada Plaza Indonesia, Giant, Hotel Hermes Palace di Banda Aceh (Kumparan, 2020). Bahkan Matahari, platform ritel terbesar di Indonesia pun juga harus menutup 25 gerainya, dan mengalami kerugian ratusan milyar selama 2020.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), peningkatan persentase kemiskinan di Indonesia mulai dirasakan sejak 2020, yang puncaknya mencapai 10,19 persen pada September 2020. Sempat mengalami penurunan di 2021 dan berlanjut hingga Maret 2022 dengan angka persentase kemiskinan 9,54 persen, sebelum akhirnya kembali meningkat pada September 2022 lalu menjadi 9,57 persen.
Selain dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat Indonesia secara signifikan, dampak sosial juga menjadi salah satu sektor lain yang ikut terdampak. Seperti meningkatnya angka perceraian, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), bunuh diri, bahkan kasus-kasus yang melibatkan anak.
Seperti yang dikutip pada situs Direktorat SMP Kemendikbud.go.id 2021 lalu, ada tiga potensi dampak sosial negatif berkepanjangan, yakni banyak anak yang putus sekolah. Di tengah krisis ekonomi ternyata tidak sedikit orang tua lebih memilih mempekerjakan anaknya ketimbang menimba ilmu di sekolah formal, terlebih proses pembelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan) yang membuat banyak orang tua tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses pendidikan. Selain itu ternyata juga berdampak pada penurunan capaian belajar, hingga menambahnya kasus kekerasan pada anak. Sungguh sebuah kenyataan yang cukup menohok bagi wajah dunia, khususnya Indonesia sendiri. Di mana hanya dengan kesadaran dan kolaborasi dari banyak pihak yang dapat memulihkan kondisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Habis Pandemi, Terbitlah kolaborasi
Empat tahun berlalu sejak covid-19 pertama kali muncul ke permukaan. Berawal dari sebuah kecemasan, kemudian berubah menjadi penerimaan, hingga kini diharapkan menjadi semangat kebangkitan. Dinamika Panjang yang cukup menantang bagi siapapun yang ingin bertahan di tengah kesulitan, ternyata justru menjadi pacutan semangat bagi beberapa orang. Baik berupa semangat memperbaiki ekonomi melalui kewirausahaan, hingga yang tak kalah penting adalah semangat berbagi, sebagai bentuk kemanusiaan.
Benar saja yang diungkap Betsey Johnson, seorang perancang busana asal Inggris, kalau masa sulit selalu mengarah pada sesuatu yang hebat. Adakalanya motivasi dan kreativitas seseorang akan muncul lebih besar di saat dirinya merasa sedang berada di tengah pusaran keterdesakan.
Namun seperti filosofi dua mata pisau, bisa saja seseorang mengambil langkah untuk menyerah dan merugikan dirinya, atau mengambil sisi mata pisau lain, yakni bangkit dua kali lipat dan mencari solusi atas permasalahan yang sedang terjadi, baik mengenai dirinya maupun solusi atas lingkungan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Beruntungnya Indonesia tidak benar-benar lumpuh hingga hilang harapan di tengah dampak pandemi yang terjadi. Di samping upaya pemerintah yang tengah berjuang memulihkan negara ini dari berbagai sektor, banyak pula masyarakat, khususnya pemuda yang memiliki kepedulian dan sadar bahwa untuk kembali bangkit tidak bisa mengandalkan pemerintah saja, melainkan perlu adanya kolaborasi dari masyarakat.
Melansir dari kemenkopmk.go.id, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, pernah menyampaikan agar masyarakat menegakkan empati nasional. Sikap gotong royong masyarakat, saling membantu, akan menumbuhkan bangsa yang kuat. Juga yang tidak kalah penting menurutnya, adalah semangat optimisme.
"Bangsa Indonesia harus bersatu padu membangun optimisme melawan Covid-19 ini. Dengan optimis Insyaallah kita melalui ujian berat Covid-19 akan menjadi negara paling baik di dalam mengatasinya sehingga kita punya raport bagus yang sukses menghadapi Covid-19 ini," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Indonesia tidak benar-benar kehilangan emasnya, meskipun belum terlepas dari bayang-bayang kesen
jangan. Setidaknya, ada proses kebaikan yang dilakukan walaupun hanya gerakan sederhana. Seperti yang dilakukan oleh pemilik akun Twitter @Erdodann yang secara kreatif berbagi sedekah berupa makanan pokok, dan kebutuhan pangan lainnya dengan cara menjajarkan semuanya, dan membiarkan orang lain mengambil sewajarnya, sekaligus menerima apabila ada yang mau turut serta berbagi.
Begitu juga gerakan-gerakan sosial lainnya (di luar Lembaga formal) yang banyak bermunculan, sehingga saling menginspirasi satu sama lain, baik yang dilakukan komunitas maupun perorangan.
Seperti halnya yang dilakukan komunitas anak muda Women United (WU). Sebuah komunitas yang bergerak pada isu perempuan, anak dan sosial. Di beberapa kesempatan, WU turut menggelar kegiatan-kegiatan sosial di lokasi binaannya. Salah satunya adalah Rumah Belajar Merah Putih yang menaungi anak-anak dan para ibu kolong jembatan, Cilincing, di bawah naungan Desi Purwantuning. Di mana daerah tersebut masih terbilang lingkungan hitam dan marjinal.
ADVERTISEMENT
Selain berbagi keceriaan, berbagi ilmu, makanan, dan lainnya di lokasi binaan, WU juga turut berbagi kebutuhan sandang.
Di mana barang-barang tersebut dikolektif dari para kerabat maupun para pegiat sosial pada umumnya. Sebagian ada yang diuangkan terlebih dahulu untuk mencukupi kebutuhan operasional anak-anak di sana, sebagian lagi langsung disalurkan secara fisik melalui JNE (PT Jalur Nugraha Ekakurir). Sebuah perusahaan penghubung nomor satu di Indonesia, yang secara tidak langsung sebenarnya tidak hanya menjadi pengirim barang saja. Melainkan JNE juga sebagai bagian dari kolaborasi kebangkitan itu sendiri. Sebagai jembatan yang memudahkan masyarakat hingga tersalurkannya banyak kebaikan dan kebahagiaan. Tidak heran, berkat kontribusi pelayanan dan tanggung jawab yang sangat baik, menjadikan JNE di usia 32 tahun ini semakin bersinar dengan tetap menjadi kepercayaan masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Semua bisa berperan, dengan hal apapun yang dipunya untuk kembali bangkit. Di era teknologi yang segalanya menjadi mungkin ini, diharapkan sebagai peluang besar bagi siapapun yang menyadarinya. Bersama JNE, mari menjadi bagian dari orang yang sadar itu dan sampaikan banyak kebaikan, kebahagiaan juga harapan ke seluruh penjuru Indonesia. Sebab Indonesia sedari dulu bukanlah bangsa yang lemah dan mudah menyerah. Terbukti dari darah perjuangan para pahlwan kita. Seperti yang pernah diungkap Ir. Soekarno, “Jangan melupakan sejarah”. Dari sejarah Indonesia kita bisa banyak mengambil pelajaran, terlebih bagaimana cara pandang dan tekad besar yang dimiliki para pahlawan sehingga Indonesia bisa bangkit kala itu, begitupun di hari ini.
#JNE32tahun, #JNEBangkitBersama dan #jnecontentcompetition2023 #ConnectingHappiness