Konten dari Pengguna

Mendikbudristek Baru Jangan Mengorbankan Pendidikan Siswa Kita

Fathin Robbani Sukmana
Penulis dan Pengamat Kebijakan Publik, Manajer Riset, Publikasi dan Media di Seknas LS-VINUS
10 Juli 2024 18:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathin Robbani Sukmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa hari terakhir, mulai muncul diskusi mengenai siapa pengganti Mendikbudristek di masa pemerintahan yang akan datang, diskusi ini muncul diawali dengan dinamika kurikulum merdeka yang merupakan bagian dari merdeka belajar yang sudah mewarnai dunia pendidikan di Indonesia bahkan sudah ada beberapa yang berdampak ke siswa.
ADVERTISEMENT
Saat ini di lingkungan dunia pendidikan, pengamat kebijakan publik serta masyarakat terus muncul dinamika dan respons terhadap kebijakan pendidikan kita, utamanya menyasar kepada merdeka belajar yang sudah dimulai sejak tahun 2020 awal.
Isu-isu pendidikan selalu muncul menjelang pergantian Mendikbud, hal ini tidak lepas dari stigma masyarakat yaitu ganti menteri pendidikan, berganti juga kurikulum. Tentu hal ini akan berdampak kepada pendidikan yang sedang dijalani oleh siswa dan juga tenaga pendidik.
Lantas apakah yang akan terjadi kepada siswa, tenaga pendidik bahkan masyarakat secara luas jika pemerintah khususnya Mendikbud yang baru nanti mengubah kurikulum yang ada saat ini? Apakah akan dimulai dari 0? Lalu bagaimana proses yang sudah berjalan?

Realitas Pendidikan Saat Ini

Sebelum saya menjawab pertanyaan di atas, saya akan mencoba mengajak pembaca untuk melihat lebih dahulu bagaimana kondisi pendidikan kita saat ini khususnya dalam penerapan Merdeka Belajar dan Kurikulum Merdeka.
ADVERTISEMENT
Merdeka Belajar sudah dimulai sejak awal tahun 2020, kehadirannya cukup , menggemparkan dunia pendidikan di Indonesia, apalagi saat itu, Mendikbudristek Nadiem Makarim yang notabene berasal dari pengusaha sempat diragukan kepemimpinannya.
Saat Merdeka Belajar diluncurkan, banyak pihak khususnya dunia pendidikan yang berharap adanya perubahan dalam dunia pendidikan di Indonesia, karena episode pertama merdeka belajar secara tegas menghapus ujian nasional sebagai standar kelulusan juga mengubah sistem penerimaan peserta didik baru berdasarkan zonasi.
Awalnya publik sedikit kaget dan juga ada keributan kecil mengenai PPDB, namun untuk menghapus Ujian Nasional mayoritas masyarakat setuju. Sejak saat itu, merdeka belajar mulai diterapkan perlahan di seluruh sekolah di Indonesia.
Banyak inovasi dari program merdeka belajar, mulai dari penggunaan BOS, guru penggerak, kurikulum merdeka serta merdeka mengajar. Banyak guru yang sudah mengikuti pelatihan agar bisa memaksimalkan program merdeka belajar.
ADVERTISEMENT
Saat ini, sudah 153.621 sekolah yang menerapkan kurikulum merdeka, 26.885 guru penggerak dan 1,5 juta guru yang terdaftar di platform merdeka mengajar, dan lebih dari dua juta siswa yang sudah melakukan proses pembelajaran yang menerapkan kurikulum merdeka. Data ini menunjukkan bahwa proses penerapan merdeka belajar sudah cukup panjang.
Hasil survei dari Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) menyebutkan program merdeka belajar mendapatkan skor kepuasan 91,3%, Survei Indikator Politik Indonesia oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada April 2022 menerangkan kebijakan merdeka belajar sudah mencapai 75,3%, survei internal Kemdikbud ristek menyebut kepuasan masyarakat mencapai 84,83%. Data Ter menunjukkan bahwa masyarakat mengaku puas dengan kebijakan tersebut.
Dari penilaian masyarakat mengenai merdeka belajar, harusnya kebijakan mengenai pendidikan ini dilanjutkan oleh Mendikbudristek berikutnya. Jangan sampai ada hasrat untuk mengubah kebijakan hanya demi kepentingan tertentu tanpa adanya uji publik.
ADVERTISEMENT

Jangan Mengorbankan Pendidikan

Terkadang, setiap Mendikbudristek memiliki pemikiran masing-masing, misalnya M Nuh yang menggagas Ujian Nasional, Anies Baswedan yang menghapus MOS, Muhadjir Effendy yang memulai PPDB zonasi dan terakhir Nadiem Makarim yang memulai gebrakan besar dengan adanya merdeka belajar.
Tidak salah, jika Mendikbudristek berikutnya memiliki gagasan tersendiri, tapi alangkah baiknya desain kebijakan Merdeka Belajar dan Kurikulum Merdeka tidak perlu diubah akan tetapi cukup dievaluasi lalu diperbaiki.
Jika kurikulum kembali diubah maka akan berdampak besar pada dunia pendidikan yang belum tentu ke arah kebaikan. Dampak paling besarnya kepada guru dan tenaga pendidik, jika melihat data akan banyak pihak pendidikan yang terdampak.
Dampak paling buruknya adalah proses pencerdasan anak-anak bangsa akan terhambat, karena kurikulum yang sering berganti tanpa ada penyelesaian, saat ini kurikulum merdeka sudah berjalan dan proses penyempurnaan. Kalau nanti diganti, khawatir guru dan tenaga pendidik tidak akan fokus dalam proses pembelajaran tapi disibukkan dengan pelatihan dari awal.
ADVERTISEMENT
Begitu juga orang tua dan wali murid yang saat ini sudah berproses terlibat dalam pendidikan anak-anaknya jika nanti diubah maka mereka akan kesulitan kembali dalam memahami kurikulum baru ke depannya.
Saya menyarankan untuk melanjutkan program merdeka belajar, jangan sampai mengorbankan pendidikan siswa kita hanya karena ego pejabat baru. Biarkan merdeka belajar berjalan sampai 15 tahun ke depan dengan berbagai evaluasi dan perbaikan setiap tahunnya.
Terakhir, tentu Kemendikbudristek perlu mengoptimalkan gaji guru, fasilitas sekolah hingga memaksimalkan anggaran pendidikan, jangan sampai anggaran pendidikan malah digunakan menjadi anggaran desa.