Konten dari Pengguna

Repotnya Membeli Gas Tiga Kilogram Menggunakan e-KTP

Fathin Robbani Sukmana
Penulis dan Pengamat Kebijakan Publik, Manajer Riset, Publikasi dan Media di Seknas LS-VINUS
3 Januari 2024 15:15 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathin Robbani Sukmana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pekerja menata gas LPG 3Kg. Foto: Dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menata gas LPG 3Kg. Foto: Dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
Kemarin, 01 Januari 2024, bukan hanya menjadi tahun baru, namun juga menjadi hari pertama pendataan dan pendistribusian gas LPG tabung 3 kilogram.
ADVERTISEMENT
Masyarakat jika ingin membeli gas LPG diwajibkan membawa KTP dan KK sehingga akan sedikit merepotkan apalagi jika pendataan yang memakan waktu cukup lama.
Saya membayangkan ketika masyarakat yang ingin membeli gas LPG tiga kilogram membludak, lalu pendataan di satu agen cukuplah lama, ini akan menyebabkan antrean yang cukup panjang.
Belum lagi, jika pembelian dilakukan di luar agen seperti di warung dan minimarket, saya sangat terbayang jika antrean tersebut bisa menumpuk dan menyebabkan pengunjung lain harus mengantre juga dan itu sangat mengganggu keamanan.
Tidak hanya itu, ada potensi kejahatan jika membeli gas LPG tiga kilogram membawa KTP dan KK bagi lansia bisa menjadi korban penipuan apalagi pembelian gas tidak melalui agen resmi Pertamina.
ADVERTISEMENT

Membeli Gas Menggunakan KTP, Efek Pemerintah Tidak Punya Data Pasti Kemiskinan?

Saya memandang pemberlakuan syarat pembelian gas tiga kilogram menggunakan e-KTP adalah bentuk kegagalan Pertamina dalam melakukan pendistribusian gas tiga kilogram kepada masyarakat yang membutuhkan.
Tidak sedikit, masyarakat menengah ke atas juga menggunakan gas dengan julukan 'gas melon' karena berbagai macam alasan seperti kemudahan mendapatkannya hingga tidak memiliki dana cukup jika membeli jenis gas lain.
Pertamina, sendiri mengakui bahwa distribusi gas tiga kilogram mengalami pendistribusian yang kurang tepat sehingga dilakukan syarat membeli gas harus menggunakan KTP.. Pertanyaannya apakah hanya dengan KTP bisa mengetahui masyarakat tersebut layak atau tidak membeli gas melon?
Persoalan kedua adalah pemerintah belum memiliki data pasti mengenai kemiskinan, belum ada data lengkap berupa nama, alamat hingga data keluarga, kecuali masyarakat yang sudah membuat SKTM atau Surat Keterangan Tidak Mampu, itupun datanya tidak terintegrasi dengan baik.
ADVERTISEMENT
Masalah data kemiskinan juga masih menjadi polemik berawal dari definisi, beberapa lembaga survei mengambil angka kemiskinan dengan definisi berbeda, ada yang diambil berdasarkan pendapatan, ada yang berdasarkan dari kebutuhan memiliki air dan masih banyak lagi sehingga belum ada definisi dan angka yang pasti mengenai kemiskinan.
Memang, Pemerintah saat ini belum sadar akan pentingnya data perkembangan kondisi ekonomi masyarakat maupun data lainnya, pemerintah hanya memiliki survei angka belum sampai detail data pribadi masyarakat seperti nama dan alamat.
Saya sangat yakin, jika pemerintah memiliki data pasti angka kemiskinan by name by adress, distribusi gas tiga kilogram hingga bantuan sosial, bantuan langsung tunai, serta bantuan lainnya yang diperuntukkan untuk masyarakat miskin dapat dilakukan dengan tepat sasaran.
ADVERTISEMENT
Terakhir adalah gagalnya megaproyek E-KTP yang dulu digadang-gadang dapat membantu keakuratan data penduduk yang sebelumnya tidak ada data pasti mengenai pertumbuhan penduduk.
Dahulu, tujuan dibuat kebijakan e-KTP adalah agar tidak ada data ganda, hingga tercipta keakuratan data penduduk untuk program pembangunan.
Namun fakta di lapangan berbeda, meski memang semenjak ada e-KTP tidak ada lagi KTP swasta yang palsu, akan tetapi banyak menimbulkan persoalan seperti NIK sudah dipakai, NIK dan foto berbeda.
Bahkan hingga saat ini pemerintah belum memiliki data penduduk yang akurat khususnya untuk mendukung program pembangunan, bahkan beberapa instansi pemerintah masih memberlakukan syarat pembuatan dokumen tertentu harus melampirkan fotocopy KTP, lalu untuk apa kebijakan e-KTP? Dan sekarang yang tersisa adalah sejarah terjadinya skandal korupsi mega proyek e-KTP.
ADVERTISEMENT

Apakah Identitas Kependudukan Digital bisa menjadi solusi Pengganti e-KTP?

Identitas Kependudukan Digital yang selanjutnya disebut IKD sudah mulai diberlakukan, warga sudah bisa melakukan migrasi dari e-KTP menuju IKD.
Dasar hukum penyelenggaraan IKD adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 72 Tahun 2022 tentang Standar dan Spesifikasi Perangkat Keras, Perangkat Lunak dan Blanko Kartu Tanda Penduduk Elektronik serta Penyelenggaraan Identitas Kependudukan Digital, untuk IKD diatur mulai dari pasal 13.
Dalam Permendagri tersebut dituliskan bahwa tujuan penyelenggaraan IKD salah satunya ialah mempermudah dan mempercepat transaksi pelayanan publik atau privat dalam bentuk digital.
Dari segi keamanan juga sudah diatur dalam Permendagri tersebut walaupun banyak pihak yang meragukannya apalagi ini berisi identitas pribadi, kekhawatiran masyarakat mengenai keamanan ini perlu diperhatikan mengingat kemarin ada isu bocornya data yang berada dalam website KPU.
ADVERTISEMENT
Melihat Permendagri serta pelaksanaan penyelenggaraan IKD saya menilai IKD belum bisa menyelesaikan solusi mengenai data kemiskinan yang dibutuhkan pemerintah, kecuali pemerintah mengubah peraturannya dan mempersiapkan hal-hal berikut.
Pertama adalah penyediaan penyimpanan digital atau biasa dikenal cloud yang unlimited mengingat data kependudukan akan terus bertambah apalagi dalam masa bonus demografi yang angka kelahirannya meningkat.
Manfaat cloud ini selain untuk penyimpanan data juga untuk mengetahui perkembangan kondisi masing-masing warga sehingga semua database yang dibutuhkan oleh pemerintah maupun instansi lain sudah ada dalam satu pintu.
Selanjutnya, pemerintah harus menyiapkan ASN yang paham dengan migrasi data ke IKD, sehingga tujuan mempermudah dan mempercepat pelayanan publik bisa tercapai khususnya dalam proses pengurusan BPJS dan pendaftaran pembelian gas tiga kilogram.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, sarana dan prasarana di Pemerintahan tingkat daerah, kecamatan hingga kelurahan perlu disiapkan jangan sampai dalam proses pelayanan publik ada kendala kecil seperti komputer yang error dan berdampak pada antrean pelayanan.
Terakhir, pemerintah perlu berkomitmen untuk mewujudkan data yang terbaru dan nyata bukan hanya data bayangan yang tidak ada manfaatnya.