Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Penggambaran Masyarakat Korban Peperangan
30 Juni 2024 9:55 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Fathiya Nurul Khaira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Drama “Awal dan Mira” tetap menjadi salah satu karya sastra penting saat ini yang banyak diminati orang untuk dibaca dan dipentaskan. Drama ini terbit pertama kali pada tahun 1951 dan dimuat dalam majalah Indonesia Nomor 8 Tahun II Agustus 1951 dan Nomor 9 Tahun II September 1951, serta meraih Penghargaan Drama Terbaik dari BMKN pada tahun 1952. Lima tahun kemudian, naskah tersebut diterbitkan dalam bentuk buku oleh Balai Pustaka pada tahun 1957 dan masih banyak diperdagangkan hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Pembahasan ini berfokus mengenai penggambaran tokoh-tokoh yang terdapat dalam naskah drama “Awal dan Mira” yang berlatar pada tahun 1951 dan bertempat di kedai kopi Mira. Drama ini menceritakan tentang kisah percintaan antara tokoh Awal dan Mira yang terhalang akibat dari peperangan yang terjadi pada zaman itu.
Menurut E. Kosasih (2008: 85), tokoh-tokoh dalam drama diklasifikasi menjadi empat kelompok yaitu:
A. Tokoh Gagal atau Tokoh Badut
Tokoh dengan pandangan yang berbeda dengan tokoh lain dan perannya untuk menegaskan tokoh lain. Pada naskah drama ini ditunjukkan oleh tokoh Si Baju Putih dan Si Baju Biru. Kedua tokoh tersebut digambarkan sebagai tokoh yang memiliki pemikiran dan pandangan yang berbeda dari kebanyakan tokoh dalam drama ini.
ADVERTISEMENT
"Ya, seperti marah kepada kita," jawab Si Baju Putih.
"Dia orang terpelajar," kata Ibu Mira.
"Terpelajar apanya?" bantah Si Baju Biru. " Yang nyata kelihatannya seperti orang tidak waras otak. Tetapi, ya, di zaman sekarang memang tidak sedikit orang yang tidak waras otak. Dia tentu berasal dari golongan menak, ya Bu?"
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Si Baju Putih dan Si Baju Biru tidak sependapat dengan pandangan orang lain terhadap Awal.
"Kau buat apa mencampuri urusan orang lain?" balas Awal lagi dengan suara lengking gemetar.
"Mencampuri apa? Gampang saja marah pada orang. Pakai otak yang sehat, dong. Jangan gampang berkata. Dan gampang saja menyebut badut segala macam pada orang lain."
"Memang kau badut!" jawab Awal lagi dengan tangan terkepal. "Kau bukan manusia!"
ADVERTISEMENT
Si Baju Biru berdiri. "Gila kau!" katanya. "Gampang saja menyebut bukan manusia padaku."
Pada kutipan tersebut ditunjukkan bahwa kedua tokoh tersebut tidak terima dengan pemikiran Awal yang menyebut mereka sebagai badut, bukan manusia dan berakhir dengan terjadinya pertengkaran.
B. Tokoh Idaman
Tokoh yang berperan sebagai pahlawan dengan karakternya yang gagah, adil, atau terpuji. Pada naskah drama ini ditunjukkan oleh tokoh Awal digambarkan sebagai tokoh yang memiliki karakter pemberani walaupun tidak kuat fisiknya dan karakternya gigih dalam mencapai apa yang dia inginkan, di mana dalam naskah drama adalah pembalasan cinta dari Mira. Tokoh Awal juga digambarkan sebagai seorang pria yang pintar dan terpelajar.
"Awal yang sudah mengepalkan tangan tidak berkata lagi. Terus saja ia menyerbu, meninjukan kepalan tangan kepada Si Baju Biru. Tetapi Si Baju Biru yang berbadan besar tinggi... jauh lebih besar dari badan Awal-- cepat menangkis dan terus membalas dengan mengasih pukulan sengit."
ADVERTISEMENT
Pada salah satu kutipan tersebut ditunjukkan Awal yang walaupun sudah tau lawannya berbadan lebih besar darinya tetapi tetap berani melawannya meskipun berakhir kesakitan.
"Awal mengangkat kepala, tegak memandang Ibu Mira:
"Siapa pula yang mengharapkan yang bukan-bukan? Saya tidak mengharapkan yang bukan-bukan dari Mira. Harapan saya dari Mira adalah harapan laki-laki sewajarnya yang menginginkan supaya perempuan itu jadi kawan hidup laki-laki. Itulah harapan saya. Dan harapan itu tidak bukan-bukan."
Kutipan tersebut menunjukkan kegigihan Awal dalam memperjuangkan cinta Mira bukanlah sekadar untuk mengharapkan yang bukan-bukan darinya.
"Menurut kata orang," jawab Ibu Mira, "orang tuanya itu bukan sembarangan orang. Tetapi sekarang dia hidup sendirian."
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Awal merupakan orang yang terpelajar, karena pada saat itu tidak semua orang dapat menempuh pendidikan, hanya beberapa orang tertentu saja.
ADVERTISEMENT
C. Tokoh Statis
Tokoh yang memiliki peran yang tetap dan tidak berubah hingga akhir cerita. Pada naskah drama ini ditunjukkan oleh tokoh Ibu Mira. Ditunjukkan juga oleh tokoh Si Baju Putih dan Si Baju Biru. Kedua tokoh tersebut yang dari awal kemunculannya digambarkan sebagai tokoh yang membuat kesal atau menjengkelkan.
"Aku bilang," kata Mira seraya duduk lagi di belakang dagangan, "kau tidak akan disebut pintar lantaran membicarakan orang lain."
"Katakanlah," balas Si Baju Biru, "bahwa kami lebih berarti daripada pemuda itu."
"Apa yang lebih berarti? Kalian datang ke sini untuk membeli dagangan yang kujual. Dan itu mesti kuladeni sebagaimana mestinya orang dagang mencari duit."
Kutipan tersebut menunjukkan Mira yang kesal dengan perkataan kedua tokoh tersebut kepada Awal.
ADVERTISEMENT
"Kau juga pergi, biadab! Kalau tidak..."
"Nanti dulu!" Kata Si Baju Putih. " Betul kami diusir?"
"Jangan banyak bicara," jawab Mira. "Ayoh pergi!"
"Kami mungkin tidak akan ke sini lagi."
"Masa bodoh. Ayoh pergi! pergi!
Kutipan tersebut menunjukkan kekesalan Mira terhadap kedua tokoh tersebut karena sudah membuat keributan dengan Awal di kedainya.
D. Tokoh yang Berkembang
Tokoh yang mengalami perkembangan selama cerita berlangsung. Pada naskah drama ini ditunjukkan oleh tokoh Mira. Pada awal cerita Mira terus menerus menolak pernyataan cinta dari Awal sampai di akhir cerita ia menerima cinta dari Awal.
"Antara kita sudah tidak ada soal. Apa pula yang mesti dipersoalkan?"
"Kau belum menentramkan hatiku."
"Itu menurut hatimu."
ADVERTISEMENT
"Kau belum memberi ketegasan!"
"Itu menurut pendapatmu. Bagiku semuanya sudah tegas."
Kutipan tersebut menunjukkan penolakan tegas dari Mira kepada Awal.
"Aku cinta padamu," jawab Mira. Dan tambahnya seraya menyapu-nyapu mata: "Cinta dengan segenap jiwa rohaniku."
Kutipan tersebut menunjukkan pada akhirnya Mira membalas cinta Awal setelah berdebat panjang dengannya.
Jadi, pada naskah drama "Awal dan Mira" ini terdiri dari beragam tokoh seperti tokoh gagal, tokoh idaman, tokoh statis, dan tokoh yang berkembang sesuai dengan pendapat Kosasih tentang unsur-unsur drama penokohan pada bukunya yang berjudul Apresiasi Sastra Indonesia (2008: 84-85).