Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Perjalanan Mencari Arti Kehidupan
30 Juli 2024 10:47 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Fathiya Nurul Khaira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Karya sastra menurut Endaswara dalam Wahyuni (2020: 142-143) merupakan suatu ciptaan manusia yang menyampaikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan pengarang mengenai arti kehidupan dengan digunakannya bahasa yang imajinatif sehingga dapat berfungsi sebagai hiburan dan pengetahuan bagi pembaca. Salah satu dari karya sastra tersebut yaitu dapat berupa cerpen. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cerpen adalah sebuah kisah pendek yang dapat kurang dari 10.000 kata dan berupa penyampaian kesan tunggal yang cenderung dominan pada satu tokoh saja.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel ini, penulis akan membahas mengenai pesan atau amanat yang terkandung pada cerita pendek dengan judul Dilarang Mencintai Bunga-bunga karya Koentowijoyo. Dilarang Mencintai Bunga-bunga merupakan judul sebuah karya sastra yang berupa cerita pendek karangan Koentowijoyo pada tahun 1974. Cerpen ini termasuk ke dalam salah satu buku kumpulan cerita pendek karangan Koentowijoyo dan menjadi judul dari buku tersebut.
Tokoh utama dari cerpen ini bernama Buyung yang merupakan seorang anak laki-laki yang memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, seperti anak-anak pada umumnya. Cerpen yang diceritakan melalui sudut pandang Buyung tersebut berawal dari pengenalan latar dan kondisi dari cerpen tersebut. Diceritakan bahwa Buyung beserta keluarganya baru saja pindah dari desa ke sebuah kota karena pekerjaan ayahnya. Buyung yang penasaran terhadap penghuni rumah di samping rumah barunya itupun selalu mengintip ke dalam rumah yang penuh dengan bunga-bunga di taman rumah tersebut.
ADVERTISEMENT
Hingga suatu hari saat Buyung sedang bermain, seorang kakek-kakek menghampirinya. Kemudian ia menyadari bahwa kakek tersebut merupakan penghuni rumah yang penuh dengan bunga di samping rumahnya. Kakek tersebut memberikan bunga kepada Buyung yang dibawa pulang olehnya. Sesampainya di rumah, ayah Buyung melihat anak laki-lakinya membawa setangkai bunga. Ia kemudian meraih bunga tersebut dan melemparnya hingga patah, karena ia berpikiran bahwa yang memerlukan bunga hanyalah perempuan, laki-laki tidak.
Tetapi Buyung sudah telanjur jatuh cinta dengan bunga-bunga tersebut. Ia kemudian bersahabat dengan tetangganya tersebut dan hampir setiap hari mengunjungi rumahnya dengan sembunyi-sembunyi. Kakek penghuni rumah tersebut selalu menyambut hangat kedatangan Buyung bagaikan ia cucunya sendiri. Mereka selalu berbincang sembari menikmati ketentraman dari memandangi bunga-bunga yang ada di taman rumah itu. Karena menurut kakek tersebut, bunga memberikan ketenangan jiwa.
ADVERTISEMENT
Ayah Buyung yang mengetahui bahwa anak laki-lakinya tersebut sering mengunjungi tetangganya kemudian selalu pulang dengan tangan menggenggam bunga itupun marah dan selalu merampas bunga tersebut dan membuangnya. Menurutnya Buyung sebagai anak laki-laki seharusnya pergi bermain keluar rumah bersama teman-temannya atau membantu bekerja di bengkel. Tidak seharusnya laki-laki itu berdiam diri di rumah dan hanya bermain dengan bunga-bunga saja. Tetapi Buyung hanya tetap ingin bermain hanya dengan kakek tetangganya tersebut. Karena baginya kakek merupakan orang yang memiliki ketenangan jiwa dan selalu memandang dunia dengan senyuman.
Buyung yang sudah telanjur terdoktrin pemikiran dari sahabatnya tersebut membuat ibunya ketakutan karena perubahan cara anaknya memandang kehidupan. Contohnya, tidak seperti anak-anak lain pada umumnya yang biasanya bermain dengan teman-temannya memperebutkan mainan, Buyung lebih memilih untuk lebih baik duduk dengan tenang dan hanya memandanginya saja karena jiwanya dikuasai ketenangan jiwa.
ADVERTISEMENT
Hingga suatu ketika ayahnya mengetahui rahasia yang disembunyikan Buyung darinya, yaitu merawat bunga-bunga di dalam kamarnya. Ayah Buyung segera menyuruh Buyung untuk bekerja lebih banyak menggunakan kedua tangannya. Mulai dari menimba air dari sumur, hingga memukul palu di bengkel. Sesekali Buyung tetap mengunjungi kakek karena waktunya banyak tersita dengan ayahnya.
Dalam kunjungannya, Buyung bertanya mengenai di mana ia mencari kehidupan yang sempurna. Kakek tersebut menjawab, ia mencari hidup sempurna di dalam bunga-bunga yang ia tanam tersebut. Buyung juga bertanya kepada ayahnya mengenai di mana tempat ia mencari hidup yang sempurna. Ayahnya menjawab, di bengkel dengan cara bekerja dengan menggunakan kedua tangannya. Entah itu membuat jembata, melunakkan besi, menggali, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Jawaban-jawaban dari pertanyaannya tersebut membuat Buyung menyadari bahwa dalam mencari kehidupan yang sempurna tidak selalu dilakukan dengan cara yang sama. Dari jawaban-jawaban tersebut ia kemudian memutuskan untuk mencari di mana ia akan mendapatkan hidup yang sempurna dengan caranya sendiri.Dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan pandangan masing-masing orang.
Dengan demikian, pesan atau amanat yang menurut penulis dapat diambil dari cerpen ini yaitu dalam menjalani kehidupan, kita tidak boleh memaksa kehendak kita terhadap orang lain. Kita tidak boleh memaksa seseorang untuk menjadi seperti apa yang kita inginkan dengan cara yang kita tentukan sendiri. Kita juga tidak harus selalu memandang kehidupan hanya dengan satu cara atau satu arah saja. Kita harus mengeksplor lebih jauh lagi mengenai kehidupan. Karena kehidupan yang sempurna tidak hanya bisa didapatkan dengan satu jalan saja, tetapi dengan berbagai jalan lainnya yang ada.
ADVERTISEMENT