Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Konten dari Pengguna
Subsidi Elpiji 3 kg: Inefisiensi dan Dampaknya pada Ekonomi Secara Nasional
8 Februari 2025 19:01 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Fathoriq Surya Janottama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kebijakan subsidi Elpiji 3 kg telah menjadi instrumen krusial pemerintah Indonesia dalam menjaga stabilitas harga energi dan melindungi daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, efektivitasnya kerap dipertanyakan akibat dari tidak tepatnya sasaran subsidi, kebocoran anggaran, dan implikasi fiskal jangka panjang. Berdasarkan data terbaru dan teori makroekonomi, tulisan ini menganalisis kompleksitas distribusi subsidi serta dampaknya terhadap perekonomian nasional.
ADVERTISEMENT
Data Kementerian Keuangan (2025) menunjukkan bahwa anggaran subsidi energi pada 2025 mencapai Rp 87,6 triliun, dengan porsi terbesar dialokasikan untuk Elpiji 3 kg (Tabel 1). Anggaran ini meningkat 28% dari tahun sebelumnya, didorong oleh kenaikan harga energi global. Namun pada kenyataannya, dari hasil audit BPKP (2023) mengungkap bahwa 20% dari total subsidi Elpiji 3 kg tidak tepat sasaran, dengan 12% disalurkan ke rumah tangga mampu dan 8% disalahgunakan oleh industri.
Dari sisi distribusi, data pada Grafik 1 dibawah menunjukkan bahwa hanya 60% rumah tangga miskin (kuintil 1 dan 2) menerima subsidi Elpiji 3 kg secara konsisten. Sebanyak 25% penerima subsidi justru berasal dari kuintil 4 dan 5 (kelompok berpenghasilan menengah-tinggi), mencerminkan kegagalan sistem targeting.
ADVERTISEMENT
Reformasi Sistem Targeting
ADVERTISEMENT
Penerapan sistem digital berbasis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dapat meningkatkan akurasi distribusi. Contoh sukses terdapat di India, di mana program subsidi gas menggunakan sistem Aadhaar (biometrik) berhasil mengurangi kebocoran dari 40% menjadi 8% dalam 5 tahun (World Bank, 2021).
Integrasi dengan Kebijakan Energi Berkelanjutan
Alokasi sebagian anggaran subsidi dapat dialihkan ke pengembangan energi terbarukan. Misalnya, dana Rp 10 triliun/tahun mampu membiayai instalasi 500.000 kompor biogas pedesaan, mengurangi ketergantungan pada Elpiji sekaligus menekan emisi karbon.
Transisi ke Bantuan Tunai Bersyarat (Cash Transfer)
Studi Bank Dunia (2020) di 15 negara berkembang membuktikan bahwa bantuan tunai bersyarat (conditional cash transfer) 30% lebih efektif meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin dibandingkan subsidi komoditas. Model ini dapat diadopsi dengan syarat partisipasi dalam program kesehatan atau pendidikan.
ADVERTISEMENT
Subsidi Elpiji 3 kg adalah kebijakan multidimensi yang memerlukan evaluasi holistik. Meskipun berperan dalam stabilisasi harga dan perlindungan sosial, inefisiensi distribusi dan beban fiskal yang tinggi membatasi dampak makroekonominya. Solusi jangka panjang tidak terletak pada penghapusan subsidi, tetapi pada transformasi sistem distribusi berbasis data, integrasi dengan agenda energi hijau, dan peningkatan transparansi anggaran. Dengan pendekatan berbasis bukti, subsidi tidak hanya menjadi "luka" pada kebijakan fiskal, tetapi katalis untuk pemerataan dan pertumbuhan inklusif.
(Fathoriq S. Janottama)