Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
12 Rabiul Awal yang Istimewa
28 September 2023 17:08 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Akhir tahun 2006 lalu, seorang teman mengirim sms. Kata teman saya tersebut, keluarganya, terutama budenya, mau kenalan. Keluarga besarnya memang tipe penyelidik lingkungan pertemenan dari anggota keluarganya yang siap menikah.
ADVERTISEMENT
Saya mengonfirmasi apa maksud undangan tersebut. Katanya hanya mau kenalan dan bisa jadi itu berimplikasi terhadap perjodohan.
“Loh, kan kita hanya berteman karena pernah satu organisasi dan satu kampus semata.” Secara jujur saya juga tidak punya feel lebih dari itu. Saya masih memahamkan diri maksud undangan tersebut.
Teman saya tersebut menjelaskan anggap saja itu silaturahim biasa. Soal perjodohan itu soal nanti. Tapi tetap saja saya harus menyiapkan skenario tersebut.
Saat itu, saya memang berstatus available soal perjodohan ini. Jadilah saya memesan tiket bus malam jurusan Lebak Bulus – Bojonegoro. Perjalanan naik bus terjauh yang saya tempuh saat itu, melalui jalur Pantura dan tentu saja non-tol karena memang jalan tol lintas Jawa belum ada.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di rumah budenya, saya terkejut karena rumah penuh dan ramai. Selepas membersihkan diri dan berganti pakaian saya disajikan makanan yang cukup wah. Keterkejutan saya bertambah dan sedikit curiga.
Ternyata benar, selepas makan. Keluarganya tampak duduk rapih melingkar dan acara dibuka oleh ayah teman saya secara lebih formal dengan sedikit sambutan. Saya yang hanya ditemani oleh seorang teman main tampak canggung.
Ayahnya mengajak ngobrol terkait beragam musibah yang terjadi. Beliau yang lulusan pondok dan guru ngaji kitab kuning, menyodorkan saya sebuah Al-Quran yang tidak ada terjemahannya. Mengajak saya membaca ayat tertentu dan membahasnya.
Dengan cekatan, saya membuka halaman ayat yang dimaksud. Beruntungnya, itu ayat yang saya fahami artinya. Diskusi berjalan hangat. Lalu beliau menutup diskusi dan meminta saya maksud kedatangannya.
ADVERTISEMENT
Saya mengenalkan diri dan menceritakan singkat soal profil keluarga. Mungkin durasinya sekitar tujuh menit. Lalu ayahnya kembali mengambil porsi acara. Saya agak deg-degan. Ternyata benar, ayahnya kembali bertanya apakah ada maksud lain atas kedatangan saya tersebut.
Dengan konyol saya menyambut “Ooh.. maksud Bapak lamaran begitu pak. Baik pak, dengan mengucapkan lafadz bismillahirrohmanirrohiim, dengan niat yang baik, lillahi ta’ala, saya bermaksud melamar anak Bapak yang bernama Ulfah Nur.”
Spontan hadirin tampak lega dan mengucapkan Alhamdulillah. Saya melongo dan tampak bingung dengan apa yang terjadi. Saya faham bahwa lamaran atau khitbah memiliki konsekuensi syariat. Seorang wanita yang telah dilamar, dia haram hukumnya dilamar orang lain.
Hari itu juga saya memesan tiket bus pulang ke Jakarta. Di perjalanan, saya mengirim sms kepada teman saya tersebut. Ternyata dia tidak tahu kalau tadi saya telah melamarnya. Katanya, kalau lamaran itu sudah diterima keluarganya, maka dia manut. Saya yakin bukan hanya manut, tapi juga bahagia. Haha
ADVERTISEMENT
Sekitar sebulan setelahnya, keluarga teman saya yang sudah saya lamar itu kembali ke kampus negeri di Depok untuk acara wisuda. Kami tidak mengabadikan moment tersebut dengan aksi memberi hadiah bunga, coklat, atau drama lainnya seperti di era sekarang.
Tidak aksi foto bersama, apalagi model selfi. Kamera hand phone kami di tahun 2007 masih sangat sederhana. Tidak tega menyebut ukuran pixelnya. Saya hanya mengintipnya dari balik pepohonan di sekitaran gedung lokasi wisuda. Jantung berdebar, dag dig dug.
Selepas wisuda, berlangsunglah pertemuan keluarga. Melakukan rundingan tanggal pernikahan. Katanya, pihak wanita sedang menghidung tanggal baiknya, tanggal ajaibnya. Yang pasti tidak boleh lebih dari tiga bulan sejak hari lamaran yang konyol itu.
ADVERTISEMENT
Tersebutlah tanggal 12 Rabiul Awal 1428 Hijiriah. Tanggal yang bertepatan dengan kelahiran Nabi. Itu tanggal mulia. Diperingati sejagat raya. Hari ajaib yang membuat jazirah Arab berperadaban tinggi. Tanggal tersebut bertapatan pula dengan hari Sabtu, hari akhir pekan. Hari yang tepat bagi sanak saudara untuk bisa hadir di acara pernikahan, terpatnya 31 Maret 2007.
Maka, hari ini, hari libur karena moment kelahiran Nabi adalah hari yang istimewa. Membawa saya pada bayangan 17 tahun yang lalu. Tahun kami memulai melakukan adaptasi dan kompromi.
Tidak ada yang bisa diucap selain syukur. Bersyukur atas segala drama hidup berumah tangga. Kami beranak tiga pria dengan keajaibannya masing-masing. Mereka semua istimewa. Alhamdulillah.