Coki Pardede dan Sikap Serba Salah yang Tidak Tepat

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
Konten dari Pengguna
10 September 2021 16:47 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tangkapan layar Coki Pardede dari akun instagram cokipardede.updates
zoom-in-whitePerbesar
Tangkapan layar Coki Pardede dari akun instagram cokipardede.updates
ADVERTISEMENT
Bagi Coki Pardede, September yang sejatinya cerah ini tampaknya begitu muram. Kemuraman tersebut terjadi kerana candu amphetamine dan methamphetamine telah merasuk dan merusak sarafnya sejak delapan bulan lalu. Youtuber ini didera sakit kronis, candu kimia narkoba sabu.
ADVERTISEMENT
Seperti pengakuan rekan kerjanya, Tretan Muslim dan Patrick, Coki tampak berperilaku aneh, tidak wajar, dan cenderung anti-sosial pada beberapa kesempatan. Bahkan, mereka faham jika Coki Pardede adalah pemakai narkoba.
Coki akhirnya terbuka kepada penyidik Polres Kota Tangerang. Bukan hanya mengaku menyalahgunakan narkoba sabu, namun juga mengaku secara detail bagaimana cara mendapatkannya dan bagaimana menggunakannya. Komika bertato full body ini pun mengaku memiliki “penyakit” khusus di hadapan petugas.
Kehebohan terjadi karena cara Coki Pardede menggunakan sabu tampak aneh, menyuntikkan cairan sabu melalui anal. Katanya, terdapat sensasi yang berbeda dibandingkan cara tradisional membakarnya dan menghirup asapnya. Coki terjebak pada ilusi berlebih dari mengkonsumsi narkoba. Sabu memang jenis narkoba yang dapat “dinikmati” dengan cara ditelan, dihisap, disuntik, didengus, atau dimasukkan ke dalam tubuh.
ADVERTISEMENT
Lingkaran setan penyalahguna narkoba
Apa yang dialami Coki Pardede mengingatkan saya kepada sosok Evan. Seorang penyalahguna narkoba di pedalaman desa negara bagian Oklahoma, Amerika Serikat. Evan adalah penyalahguna akut, terjerat begitu dalam oleh ikatan kimia sabu.
Seperti pengakuan Evan di hadapan Rashi K. Shukla, seorang profesor peradilan pidana di University of Central Oklahoma, bahwa dirinya adalah orang yang begitu dalam ketergantungannya terhadap narkoba sabu.
Efek sabu membuat Evan tidak dapat berhenti dan bahkan sampai muncul keinginan bunuh diri. Evan terjebak dalam dunianya sendiri tanpa dapat difahami oleh orang lain, orang terdekatnya sekalipun. Saat Evan menceritakan keinginan bunuh diri kepada istrinya, wanita itu hanya memintanya untuk diam berceloteh soal itu.
Pecandu akut sabu tersebut kemudian memasukkan senjata api ke mulutnya, menarik pelatuknya, dan membuat Evan roboh dengan darah bersimbah. Ajaibnya, Evan tidak mati. Selama enam bulan, dia dipantau selama 1 x 24 jam di ruang khusus. Pelat logam terpasang abadi di sebagian rongga mulutnya.
ADVERTISEMENT
Gilanya, Evan kemudian mencoba kembali menggunakan sabu. Tembakan 9 mm di mulut baunya tidak cukup untuk berhenti sepenuhnya. Cengkeraman sabu kembali hadir, gaya hidupnya tidak masuk akal dan mulai menggunakan lagi.
Hanya saja, Evan kemudian menemukan jalan keluarnya sekali lagi. Lima tahun telah dilalui Evan tanpa sabu, bersih sampai saat ini dan entah apakah ilusi sabu akan kembali menjeratnya atau tidak. Kematian yang akan menghentikan semuanya.
Maka, apa yang dialami Coki Pardede adalah siklus normal. Kenormalan yang gila. Saya sepenuhnya setuju dengan pendapat para dokter jika kecanduan sabu adalah penyakit kronis, penyakit kambuhan.
Foto barang bukti sabu. Dok. Pribadi
Beberapa hari yang lalu, seorang teman baik yang tinggal di pulau seberang menghubungi saya bahwa adiknya ditangkap polisi karena kasus narkoba. Dia tumpahkan curhatannya dengan nada suara yang berat bahwa adiknya pernah ditangkap sekitar sepuluh tahun lalu karena kedapatan menggunakan narkoba sabu, saat masih membujang.
ADVERTISEMENT
Pernihakan diharapkan mendewasakan hidupnya. Harapan hanyalah harapan. Adiknya bercerai. Padahal tidak kurang dukungan dari keluarganya. Upaya memberikan modal usaha pun dilakukan berkali-kali. Ada ketenangan dari keluarganya saat adiknya ini kembali menikah.
Namun, ketenangan hanyalah sementara karena polisi kembali menangkapnya. Alat hisap dan serbuk putih ditemukan di kediamannya. Unsur tindak pidana narkotika terpenuhi baginya untuk diproses secara hukum.
Cerita tersebut pun bukan cerita pertama, beberapa kali saya menjadi tempat diskusi atas kasus-kasus serupa yang menjerat keluarganya. Ceritanya pun tidak jauh berbeda, para penyalahguna tersebut sudah sejak lama menderita dalam labirin ilusi kesenangan yang berlebih.
Jadi, apa yang terjadi terhadap Coki Pardede, Evan, atau adik teman saya sejatinya sama. Mereka terjebak dalam lingkaran ilusi sabu yang cepat atau lambat akan membunuhnya. Kalau lah tidak membunuh nyawanya, narkoba akan membunuh kesehatan akal dan jiwanya.
ADVERTISEMENT
Implikasi sabu bukan sekadar untuk dirinya, tapi juga terhadap keluarga atau lingkungan sosialnya. Seperti yang dialami Coki, maka rekan kerjanya seperti Tretan Muslim atau Patrick pun mengalami kesusahan komunikasi atau sekadar koordinasi terkait pekerjaan. Pecandu seperti Coki memiliki dunianya sendiri, dunia yang gelap.
Dari banyak kasus yang saya temui, para pecandu umumnya berharap sembuh dari candu, termasuk Coki Pardede. Naluri manusiawi membawa mereka pada titik sadar. Tapi itu bukan perkara mudah. Apalagi jika mereka masih berhubungan dengan para pecandu atau pengedar lainnya. Tipis harapan untuk sembuh dari kronisnya candu.
Karena itu, ketika perasaan sadar itu datang, segera tindak lanjuti dengan keterbukaan sikap kepada orang-orang dekatnya dan ikuti program rehabilitasi.
Tangkapan layar Coki Pardede dan Trean Muslim dari akun instagram cokipardede.updates
Lingkungan yang menjebak
ADVERTISEMENT
Seperti hasil temuan Christakis dan Fowler (2009) ketika menganalisis fenomena kegemukan bahwa penularan kebiasaan kerap terjadi pada hubungan pertemanan. Mereka menyebutnya dengan hukum tiga derajat penularan (three degrees of influence rule). Para pakar analisis jaringan sosial menyebutknya sebagai bagian dari teori penularan (contagion theory).
Jika orang seperti Coki mempunyai teman langsung sebagai penyalahguna, atau teman dari temannya Coki adalah penyalahguna, atau bahkan teman dari teman dari temannya Coki adalah penyalahguna, maka potensi Coki untuk kembali menjadi penyalahguna adalah tetap ada.
Seringkali, lingkungan sosial justru merespon dengan tidak bersahabat. Label negatif, sikap tidak peduli, atau kebingungan harus berbuat apa membuat orang-orang di sekitarnya menjauh atau diam. Lingkungan merasa serba salah untuk berbuat yang terbaik bagi para pecandu tersebut adalah lingkungan yang menjebak.
ADVERTISEMENT
Nasib naas yang dialami Evan dan Coki adalah cermin akibat dari sikap merasa serba salah tersebut. Tretan Muslim mengaku tahu bahwa Coki adalah pengguna narkoba. Tapi Tretan pada posisi yang serba salah atau bingung harus berbuat apa, antara merasa tidak enak sebagai teman atau justru seharusnya peduli dengan melapor kepada BNN agar Coki direhabilitasi.
Nasi sudah menjadi bubur, Coki harus berhadapan dengan proses hukum karena penyidik menempatkan Coki pada status tersangka atas kepemilikan ilegal sabu 0,5 gram. Coki, selain harus mengikuti program rehabilitasi, juga harus menunggu keputusan hakim vonis apakah yang akan dihadapinya.
Kalaulah Tretan Muslim dan rekan lainnya mencoba peduli sejak dini, mengingatkan Coki Pardede, lalu memaksanya untuk melakukan rehabilitasi medis dan sosial di BNN atau tempat rehabilitasi lainnya, mungkin Coki tidak berada di titik nadir memalukan seperti saat ini. Sikap merasa serba salah seperti yang dimiliki Tretan Muslim terhadap Coki Pardede dan seringkali juga dihadapi oleh kita adalah sikap yang tidak tepat.
ADVERTISEMENT