Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Datang dan Pergi
21 Maret 2024 8:44 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sekitar dua bulan lalu, salah satu akses masuk ke perumahan saya tampak ditutup. Setelah diselidik ternyata salah satu warga di jalan tersebut ada yang meninggal dunia. Istri saya kemudian menceritakan siapa yang meninggal tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebut saja Bapak Fulan. Dia adalah satu orang kaya di perumahan tempat tinggal saya. Area rumahnya luas. Berlipat-lipat dari rumah sederhana yang saya tempati. Di area rumahnya terdapat saung, kolam ikan, pepohonan yang rindang, dan tentu saja area parkir mobil yang lega. Jenis mobilnya pun beragam.
Dari cerita ke cerita, almarhum sudah sakit lama. Sakit utamanya adalah gagal ginjal. Dua tahun lalu sudah dilakukan pemasangan ginjal hasil donor untuk menggantikan ginjalnya tersebut. Tapi tetap saja tidak mengembalikan yang bersangkutan sehat sedia kala dan tetap berakhir pada kematian.
Beberapa minggu kemudian, seorang ibu yang juga jajaran orang kaya lainnya juga meninggal dunia setelah berjuang dengan sakitnya. Jantungnya bermasalah dan yang bersangkutan harus mengatur aktivitasnya.
ADVERTISEMENT
Orang-orang suka berbisik, bersyukurlah jadi ibu Fulanah. Rumah besar, lahan hijaunya asri, suara air dan burung gemericik, dan belum lagi kalau menghitung asetnya. Semuanya berlipat-lipat dibandingkan rata-rata aset warga di perumahan tersebut.
Tapi, itulah hidup. Selalu ada yang berbeda. Rezeki, baik kualitas, kuntitas, atau jenisnya, selalu berbeda. Anak-anak yang orang tuanya sama pun hampir selalu berbeda-beda nasibnya. Padahal anak-anak tersebut diasuh dan dididik dengan model serupa. Tapi yang Maha Pemberi selalu punya kuasa untuk menakar rezeki anak-anaknya tersebut.
Lagi pula, manusia memang selalu sawang sinawang dengan orang lain, termasuk dengan tetangga. Rumput tetangga selalu tampak lebih hijau.
Banyak sekali orang yang suka bertanya pada dirinya, kenapa nasibnya tidak lebih baik dari tetangga atau orang lain.
ADVERTISEMENT
Dia membuka medsos, ada rasa iri melihat postingan teman-temannya yang plesiran ke luar negeri, yang bisa bersekolah di luar negeri, yang bisa tampil sebagai narasumber di mana-mana, dan seterusnya.
Dia lupa bahwa hidup ini datang dan pergi. Dia lupa bahwa dunia ini hanyalah sebuah terminal transit yang bahkan suatu hari terminalnya akan rusak, hancur, dan bahkan sirna.
Betul, hidup ini datang dan pergi. Seringkali kita juga tidak bisa memilih soal kedatangan kita seperti apa. Apalagi kedatangan kita dari keluarga seperti apa. Ada yang berasal dari keluarga kaya, tapi ada juga yang datang dari keluarga biasa-biasa saja.
Dalam konteks yang lebih luas, misalnya di tempat kita bekerja, kita juga seringkali tidak bisa memilih yang akan datang itu siapa, kita akan bekerja dengan siapa, siapa anak buah dan siapa bos kita juga tidak tahu.
ADVERTISEMENT
Bahkan, kita juga seringkali tidak dapat mengatur soal status pekerjaan, jabatan, atau posisi kita sendiri. Kadang dia datang atas rencana tapi seringkali juga datang secara tak terduga.
Pun dengan kepergian. Suatu masa, beragam status sosial kita yang menyemat juga akan pergi, dia tidak abadi. Karena itu, menyelaraskan status sosial dengan peran sosial sebaik-baiknya adalah keniscayaan yang mesti kita pegang.
Tengoklah status pejabat di lingkungan kita, bos-bos kita. Mereka pada akhirnya pergi juga, bahkan sebagiannya pensiun. Sebagiannya lagi pergi meninggalkan terminal dunia ini. Entah bagaimana nasib dia di akhirat sana.
Sama seperti dua tetangga yang saya ceritakan di awal tulisan. Pada akhirnya mereka juga pergi. Segenap aset rumah, tanah, kolam ikan, mobil, tempat usaha, dan tabungan ditinggalkan juga. Mereka menghadap Tuhannya tanpa membawa aset-aset tersebut. Tetap saja yang ditanya oleh Tuhan adalah amal-amal baiknya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, orang yang asetnya banyak akan lama menjawab pertanyaan dari mana dan untuk apa aset-aset tersebut digunakan. Sementara orang yang asetnya sedikit akan cepat menjawabnya karena tidak banyak pertanyaan kepadanya.
Hidup ini soal datang dan pergi. Yang terpenting adalah kedatangannya kebaikan dan kepergiannya juga kebaikan. Mari kita cintai diri kita dengan hanya mencatat kebaikan-kebaikan saja atas perjalanan hidup yang sementara ini.