Depresi Pengedar Narkoba Ibu Kota

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
Konten dari Pengguna
4 September 2021 16:54 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Konferensi Pers yang dipimpin Kepala BNNP DKI Jakarta terhadap operasi penangkapan jaringan narkotika Sumatera-Jakarta. (Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers yang dipimpin Kepala BNNP DKI Jakarta terhadap operasi penangkapan jaringan narkotika Sumatera-Jakarta. (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Kemampuannya dalam menerbangkan pesawat yang begitu ciamik, seperti yang diulas dalam film American Made, membuat seorang agen CIA tertarik merekrut Barry Seal dalam misi khusus di Amerika Tengah. Dengan pendekatan yang ciamik, Barry Seal yang pragmatis tidak dapat menolak tawaran agent Schafar.
ADVERTISEMENT
Dimulai dari misi mengambil gambar pemberontak, mengirim senjata kepada kelompok yang melawan pemerintahan komunis di Nikaragua, lalu menjadi kurir informasi CIA. Namun, Barry Seal akhirnya terjebak dalam lingkaran setan kartel narkoba, menjadi penyelundup narkoba kokain ke Amerika Serikat.
Barry Seal terlalu lugu untuk memahami dengan baik bahwa pemberontakan di tanah Amerika Selatan, Tengah, dan Karibia umumnya berkelindan dengan kartel narkoba. Dari sana, penerbang pesawat Boeing 707 termuda di maskapai Trans World Airlines (TWA) ini akhirnya berkenalan dengan pimpinan kartel Medellin seperti Jorge Ochoa dan Pablo Escobar.
Ayah dari keluarga biasa di Amerika Serikat tersebut akhirnya menjadi pengangkut “gelap” senjata ke Amerika Tengah, lalu menjadi pengangkut narkotika kokain Kolombia ke negara asal Barry Seal. Dengan imbalan ribuan dolar, penerbang pesawat yang sangat lihai tersebut posisinya semakin berada di titik bahaya ketika dia mulai berurusan dengan dinas intelijen, kepolisian, politisi, dan kartel narkoba sekaligus.
ADVERTISEMENT
Tumpukan karung uang pada akhirnya hanya selebaran kertas yang tak bisa digunakan dengan bebas. Petugas menyita semua uang hasil jerih payah menerbangkan pesawat ribuan mil Arkansas-Kolombia - Nikaragua dengan pasal tindak pidana pencucian uang.
Pragmatisme dan adaptasi situasi di lapangan bagi Barry yang bekerja di wilayah konflik membawa dirinya semakin dalam. Di titik jeratan inilah, orang-orang seperti Barry tidak akan bisa keluar dari jeratan jaringan kejahatan. Apalagi dalam konteks mafia atau kartel narkoba di dataran Amerika. Hidup tergadai tanpa makna.
Kisah Barry Seal yang diabadikan dalam film American Made tersebut mengingatkan saya kepada kisah nyata seorang pria dewasa paruh baya beberapa waktu lalu, sebut saja Iwan. Seperti diberitakan berbagai laman berita, BNNP DKI Jakarta menangkap seorang kurir yang sekaligus juga pengedar narkoba di bulan Agustus ini.
ADVERTISEMENT
Tidak seperti Barry Seal yang mampu menerbangkan pesawat, Iwan hanyalah petugas instalator listrik. Dia memiliki kemampuan menarik, merangkai, mengikat, dan menghubungkan material berarus listrik. Salah satu benda yang saya urung untuk mendekat, apalah lagi jika sudah ada riwayat percikan api.
Iwan ditangkap sebagai buntut dari penangkapan-penangkapan yang dilakukan BNNP terhadap kurir dan pengedar di Bekasi dan Jakarta Timur dengan barang bukti narkoba sabu lebih dari empat kilo gram. Perlu dicatat, satu kilogram sabu dapat digunakan oleh empat ribu orang dalam waktu bersamaan. Sementara total yang disita BNNP dalam kurun waktu tiga bulan adalah hampir tujuh kilogram.
Tampaknya daya beli warga Ibu Kota dan sekitarnya selama masa pandemi masih menggila terhadap varian amphetamin sintetik ini.
ADVERTISEMENT
Covid dan drama PPKM memang membuat kehidupan seperti roller coaster, jumpalitan tidak karuan. Itulah yang dialami oleh Danil dan Iwan. Mereka akhirnya memilih menerima tawaran sebagai kurir dan sekaligus pengedar narkoba.
Petugas yang tetap bekerja walaupun dirundung persoalan penyebaran virus Covid-19 pun akhirnya menangkap mereka. Petugas paham bahwa pasar narkoba telah terbentuk dengan sempurna sehingga badai pandemi tidak membuat pasar narkoba layu.
Iwan ditangkap tidak jauh dari tempat biasa dia mengedarkan narkoba yaitu di daerah Rempoa, Jakarta Selatan. Dia menyewa rumah kost secara khusus untuk bekerja. Dari tiga kilogram sabu yang diterima dari seseorang, Iwan telah mengedarkan sekitar 800 gram. Sisanya, sabu sebanyak 2,2 kilogram, berhasil disita petugas.
Barang bukti sabu, timbangan elektrik, alat komunikasi, kunci kendaraan yang ditampilkan saat Kepala BNNP DKI Jakarta melakukan konferensi pers beberapa waktu lalu. (Foto: Dok. Pribadi)
Alasan yang sama
ADVERTISEMENT
Dari ketiga pengedar yang ditangkap petugas, alasan mereka selalu sama mengapa akhirnya menerima pinangan menjadi pengedar narkoba: kebutuhan ekonomi sebagai imbas dari pandemi. Menurut mereka, pandemi yang tak berkesudahan membuat semuanya serba susah.
Pengedar yang ditangkap di daerah Rempoa yang keahlian satu-satunya sebagai tukang listrik menceritakan bahwa terpaksa menerima tawaran seorang teman untuk turut serta mengedarkan narkoba.
Tugasnya pun sederhana, menerima narkotika, re-packing sesuai ukuran, lalu kembali menyerahkan narkoba kepada orang dengan sistem transaksi yang disepakati. Biasanya, Iwan, bukan nama sebenarnya, akan menaruh narkotika di sebuah tempat untuk diambil oleh pemesan.
Kontrak kerja di sebuah proyek yang sudah selesai dan tidak ada lagi penawaran yang didapat olehnya membuatnya urung berhenti menjadi pengedar. Puluhan juta rupiah menutup pikiran normalnya akan risiko besar pekerjaan ilegalnya tersebut.
ADVERTISEMENT
Jebakan jaringan pengedar narkoba memang selalu sama, iming-iming uang yang melampaui dari pekerjaan normal seperti apa yang dialami oleh Barry Seal. Dengan prospek karier yang cukup mentereng, Barry Seal seharusnya dapat menolak menjadi penyelundup narkoba.
Maka, “wajar” jika Iwan tidak dapat menolak tawaran menjadi pengedar narkoba karena kebutuhan dasarnya sedang bermasalah. Anak dan istri harus diperhatikan sebagai tanggung jawab hidupnya.
Bermula dari pertemanan dengan seorang teman, Iwan kemudian dikenalkan kepada seorang residivis narkoba. Di sinilah awal mula petaka semakin dalam menerpa hidupnya. Terjerat dalam pragmatisme kebutuhan hidup. Persis seperti ketika Barry berkenalan dengan Pablo Escobar, dkk. Gembong kartel narkoba Kolombia.
Melawan Depresi
Iwan tampak murung di pojokan sel. Pikirnya, tidak ada lagi harapan hidup. Ada ketakutan akan satu dua hari esok yang akan dihadapi. Malu yang begitu besar. Apalagi terhadap anak perempuan semata wayangnya.
ADVERTISEMENT
Ketakutan juga menerpa diri tak terkira. Takut dengan apa yang akan menimpa diri dan keluarga. Terbayang wajah istri dan anak gadisnya yang begitu lengket terhadapnya. Sarapan pagi dan santap malam hampir selalu bersama. Kenangan malam sebelumnya makan pecel lele di tempat langganan terus mendera.
Ancaman pasal maksimal dua puluh tahun penjara membuat dirinya jatuh dalam titik terdalam penyiksaan. Usianya yang separuh abad akan membawanya menjadi tua renta dalam jeruji-jeruji kokoh.
Iwan berada dalam titik depresi yang menggila. Dengan modal keahlian merangkai kabel, membuat ikatan tali temali yang sempurna, Iwan mempelajari kerawanan tahanan yang dihuninya sendirian.
Setelah semalaman tidak dapat memicingkan mata, pagi harinya Iwan merangkai handuk, celana, dan kain dengan sangat rapih. Iwan mencoba melakukan upaya gantung diri dalam depresi yang menggila. Namun, niat tak terwujud karena pantauan petugas yang mengetahui niat buruknya. Iwan selamat dari maut.
ADVERTISEMENT
Barry Seal akhirnya tewas dalam sergapan timah panas anggota Kartel Medellin. Sementara Iwan, Danil, dan para tersangka dalam rangkaian jaringan pengedar narkoba Ibu Kota harus siap menatap tatapan keras jaksa dan hakim. Iwan harus melawan jebakan depresi yang menggelayut dalam labirin pikiran mereka, terjebak dalam kerangkeng jeruji penjara.