Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Memahami Konsep Jaringan Narkoba di Indonesia
31 Oktober 2020 21:49 WIB
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kelompok pengedar narkoba menjadikan Indonesia sebagai pasar yang sangat potensial. Negara berpenduduk 260 juta jiwa ini dihadapkan pada situasi yang menarik bagi pelaku bisnis narkoba. Prediksi penyalahguna yang merupakan pasar potensial pelaku peredaran narkoba berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BNN adalah 3,376,115 orang di tahun 2017 (Puslitdatin BNN, 2018).
ADVERTISEMENT
Selain ganja, narkoba yang beredar di Indonesia adalah berasal dari negara lain. Dalam kurun waktu 8 tahun terakhir tidak lagi ditemukan pabrik narkoba dalam skala sedang ataupun besar. Hanya ditemukan home industry dengan kapasitas yang sangat kecil. Sementara itu, posisi Indonesia sebagai negara kepulauan dan situasi narkoba di negara-negara Asean, khususnya di negara-negara Mekong, semakin menyulitkan penegak hukum di Indonesia dalam upaya menghentikan peredaran narkoba.
Pada pertemuan negara-negara Mekong pada April 2018 yang dihadiri penulis menunjukkan bahwa terdapat peningkatan produksi dan distribusi di negara-negara Mekong dan berpengaruh terhadap distribusi narkoba ke negara tetangga seperti Malaysia dan Indonesia.
Jenis narkoba yang saat ini menjadi favorit pasar narkoba Indonesia setelah ganja adalah methampetamine dan MDMA. Jenis narkoba ini menggeser opium dan heroin yang sudah terlebih dahulu eksis sejak zaman kolonial.
ADVERTISEMENT
Pergeseran pasar narkoba
Perdagangan narkoba (jenis opium) eksis ketika VOC berhasil membuat perjanjian dengan kerajaan Mataram di Pulau Jawa pada tahun 1677. Perdagangan opium semakin berkembang dengan intervensi Pemerintah Belanda dan keterlibatan pedagang Cina. Bahan mentah opium diperoleh dari India, Bengal, Persia, dan Turki (Liem Thian Joe, 2004). Pedagang Cina kemudian menjadi dominan sebagai bos bandar (hoofdpachter). Praktek legal tersebut pada akhirnya juga memicu praktek ilegal karena alasan bisnis.
Dari surat-surat Konsulat AS di Batavia tahun 1930-an tentang narkoba dijelaskan adanya penyelundupan narkoba jenis opium di berbagai wilayah di Indonesia yang melibatkan kelompok Iran dan China (National Archive, Washington DC).
Kelompok-kelompok pengedar narkotika di Indonesia terbentuk dengan tujuan utama adalah kepentingan bisnis. Dalam melakukan proses bisnisnya, mereka akan merekrut orang dengan hati-hati. Tentu saja yang direkrut adalah yang dapat dipercaya seperti keluarga, teman, atau referensi dari orang yang sudah dipercaya. Hubungan etnis juga penting bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Pasar opium kini tidak lagi seksi bagi kelompok pengedar narkoba. Terdapat pergeseran jenis penggunaan narkoba saat ini. Selain ganja yang cenderung stabil di pasaran, narkoba jenis amphetamine type stimulant seperti sabu dan ekstasi juga menunjukkan stabilitas peminat. Begitu juga narkoba psikotropika jenis benzodiazepam juga masih menjadi alternatif obat penenang bagi pasar penyalahguna narkoba di Indonesia. Adapun narkoba jenis kokain yang ramai di benua Amerika, masih sepi peminat untuk pasar Indonesia.
Pergeseran pasar narkoba tersebut berbanding lurus dengan peran aktor dalam jaringan narkoba yang ada di Indonesia. Para actor inilah yang memasarkan secara gelap dan melakukan penetrasi terhadap calon potensial penyalahguna narkoba.
Jaringan dalam peredaran gelap narkoba
Jaringan seperti yang disebut oleh Whelan (2012) yaitu serangkaian aktor dan hubungan di antara aktor-aktor tersebut. Aktor tersebut dapat merupakan individu, kelompok, atau organisasi. Titik tekan terhadap aktor tersebut adalah peran dari aktor tersebut. Pelaku pengedar narkotika di Indonesia terdiri dari berbagai peran.
ADVERTISEMENT
Kelompok-kelompok pengedar narkotika terdiri dari kelompok-kelompok kecil dan mereka terhubung atas dasar peran dalam proses bisnis narotika tersebut, baik dalam proses produksi, proses penyelundupan narkotika dari luar negeri atau dari satu wilayah ke wilayah lainnya, dan dalam proses distribusi di berbagai jenjang sampai kepada konsumen terakhir (end user) yaitu penyalahguna. Keterhubungan antar aktor ini disebut jaringan.
Model jaringan kelompok narkoba memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Model tersebut bergerak dan berubah secara dinamis. Li (2016) melakukan penelitian terhadap karakter jaringan dan struktur organisasi kelompok pengedar narkotika di Cina. Li melakukan analisis terhadap 144 kelompok pengedar narkotika yang diadili di pengadilan menengah dan tinggi di beberapa provinsi di Cina.
ADVERTISEMENT
Terdapat homogenitas dari aspek karakteristik demografik dan status sosial ekonomi para pelaku pengedar narkotika tersebut. Li juga menunjukkan bahwa kelompok pengedar narkotika tersebut berukuran kecil dan kurang memiliki struktur vertikal.
Sementara Bichler (2017) menganalisis sebanyak 54 jaringan dan ditemukan bahwa jaringan narkotika mempunyai struktur yang menyerupai rantai yang cenderung melebar dari pusat yang relatif padat. Struktur tersebut juga terdapat pada seluruh sistem distribusi narkotika.
Masing-masing bentuk jaringan terbentuk sesuai dengan situasi dan tantangan yang dimiliki oleh kelompok pengedar gelap narkoba tersebut. Kelompok Aceh akan berbeda dengan kelompok Kalimantan Barat. Begitu juga terdapat perbedaan dengan kelompok Bugis, kelompok Madura, kelompok Afrika Barat, dan kelompok Cina.