Menekan Permintaan Narkoba di Masa Pandemi

Fathurrohman
Analis Kejahatan Narkotika, Penulis Cerita Perjalanan, ASN di BNN.
Konten dari Pengguna
27 Oktober 2020 9:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi permintaan narkoba. Freepik,com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi permintaan narkoba. Freepik,com
ADVERTISEMENT
Sifat negatif yang khas dari narkoba adalah mempunyai efek candu. Sebagai candu, narkoba mengikat seseorang untuk terus menggunakannya padahal mempunyai dampak buruk kesehatan. Tingkat kecanduan seseorang sendiri berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
BNN mengklasifikasi penyalahguna narkoba dengan istilah coba pakai, teratur pakai, dan pecandu (suntik dan non-suntik). Penyalahguna coba pakai adalah orang yang pakai narkoba kurang dari 5 kali dalam setahun terakhir, penyalahguna teratur pakai adalah orang yang pakai narkoba sebanyak 5 sampai 49 kali dalam setahun terakhir, pecandu bukan suntik adalah orang yang pakai narkoba lebih dari 49 kali dalam setahun, dan pecandu suntik adalah orang yang pakai narkoba dengan cara suntik berapapun jumlahnya dalam setahun terakhir.
Status Quo Permintaan Narkoba
Angka prevalensi penyalahguna narkoba Indonesia tahun 2017 adalah 1,77% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 3.376.115 orang. Penyalahguna terbanyak berasal dari kota-kota besar misalnya DKI Jakarta adalah tertinggi yaitu 260,656 penyalahguna (3.34%) dari total penduduk sekitar 7,800,600 pada tahun 2017 (BNN RI).
ADVERTISEMENT
Kemudian diikuti Sumatera Utara sebanyak 256,657 penyalahguna (2.53%) dari total penduduk sekitar 10,137,500. Kota-kota besar memang menjadi destinasi utama peredaran narkoba.
Tiga jenis narkoba yang menjadi favorit di Indonesia adalah ganja, sabu (methamphetamine) dan ekstasi (MDMA). Ganja menempati peringkat pertama karena jumlahnya melimpah sebagai produk dalam negeri dan harga yang cukup terjangkau bagi berbagai lapisan masyarkaat di Indonesia.
Bahkan, sesuai hasil penelitian BNN (2017), hampir sebagian responden (47%) mengaku menggunakan ganja ketika pertama kali pakai narkoba, diikuti oleh pil koplo, dan sabu. Ganja menjadi semacam pintu masuk bagi para penyalahguna untuk menjadi penyalahguna narkoba berbagai jenis.
Sabu dan Ekstasi adalah jenis narkoba sintetik yang mendominasi pasar Asia Tenggara dan Asia Timur saat ini. Serbuan narkoba sintetis ini tidak mengenal waktu. Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, narkoba jenis sintetik, khususnya sabu terlihat tidak mengalami kekurangan permintaan.
ADVERTISEMENT
Di awal Januari 2020, Polri berhasil menyita 288 kg sabu di Banten, kemudian pada bulan Mei Polri kembali menyita narkoba sabu sebanyak 821 kg. Sementara di awal Juni 2020, polri juga berhasil menyita 402 kg sabu di Sukabumi. Selain itu, BNN juga berhasil menyita lebih dari 100 kg sabu di Cikarang. Penyitaan tersebut menunjukkan jika permintaan sabu tetap tinggi walaupun dalam situasi pandemi Covid-19.
Permintaan meningkat karena sabu atau methamphetamine yang beredar di dunia umumnya memiliki kandungan murni sehingga mempunyai daya ikat adiksi yang tinggi (pure and highly addictive). BNN menyebutkan bahwa penyalahguna narkoba di Indonesia mencapai 3,6 juta orang.
Angka tersebut menunjukkan jika jumlah pengguna aktif di Indonesia cukup besar. Dari angka tersebut, yang memprihatinkan adalah terjadi peningkatan penyalahguna bagi remaja, dari 20% pada penelitian sebelumnya menjadi 24 – 28%.
ADVERTISEMENT
Upaya Membangun Kesadaran Bersama
Upaya membangun kesadaran yang terus-menerus adalah mutlak dilakukan oleh siapapun, tidak bergantung kepada pemerintah. Persoalan candu adalah persoalan bersama. Kerusakan yang diakibatkan bukan hanya masalah kesehatan, namun juga persoalan lainnya yang lebih kompleks.
Keterlibatan oknum perwira polisi menengah dalam jaringan peredaran narkoba dengan barang bukti belasan kilogram di Riau adalah ekses dari masifnya pengaruh narkoba terhadap persoalan lain.
Dengan godaan uang yang melimpah dari bisnis gelap narkoba, maka petugas tergoda untuk mengalahgunakan wewenangnya. Perilaku koruptif petugas juga dapat dipengaruhi dalam proses penyidikan dan proses peradilan pidana kejahatan narkoba.
Karena itu, membangun kesadaran kepada semua pihak adalah kewajiban mutlak yang tidak dapat ditawar. Masyarakat, petugas, atau siapapun harus sadar sesadar-sadarnya bahwa narkoba adalah kejahatan bersama, merusak masa depan, membuat saraf otak tidak bekerja dengan normal, dan dampak negatif lainnya.
ADVERTISEMENT
Kesadaran adalah aspek moralitas yang hanya dapat dibangun dengan kejujuran, keikhlasan, dan rasa syukur dengan berbagai nikmat Tuhan. Tanpa membangun aspek moralitas dan spiritualitas, narkoba tetap akan menari dan tertawa.
Masa pandemi ini adalah masa yang sulit bagi siapapun. Kesadaran kita sebagai manusia bahwa ini adalah cobaan dan tantangan bersama, adalah solusi agar situasi ini tidak menjadi pembenaran terhadap perilaku jahat seseorang.